✥тнιяd✥

6.2K 162 3
                                    

#Rain's


.
.
.

knock...knock

"Rain, bangun,"suara perempuan terdengar dari luar, seiring dengan suara ketukan pelan dari pintu.

Aku langsung membuka mataku, kaget. Aku adalah seseorang yang gampang terbangun karena suara, entah itu kecil, apalagi keras.

"Bentar,"sahutku, sambil berusaha bangkit dari kasur dan berjalan ke pintu untuk membukanya.

cklek...

"Selamat pagi,"sapa Irene, sambil tersenyum.

"Pagi,"balasku, sambil terperangah.

Irene sudah rapi dengan baju maidnya, dan seingatku semalam dia belum memakai baju ini.

Cantiknya bertambah beberapa lipat.

"Maaf bangunin pagi-pagi ya. Tapi pekerjaan para servant memang harus dimulai pagi-pagi buta,"ucapnya.

"Kamu tahu lah...menyiapkan segala yang diperlukan oleh Master,"lanjutnya.

"Aku ngerti,"angguku, sambil tersenyum kecut.

"Oke kalau gitu, ini,"ucap Irene, sambil menyodorkan sepotong baju, oh tidak itu gaun.

"Ini baju maidku?"tanyaku pada Irene, sambil menerima baju itu.

"Iyap. Berbeda ya? Itu khusus diberikan dari Master Xavier,"jawab Irene.

"Kalau begitu, kamu siap-siap dulu aja. Aku akan menunggu di ruang makan,"lanjut Irene.

"Okay,"aku mengangguk.

Irene tersenyum. Aku menutup pintuku setelah membalas senyumnya.

Sepertinya aku harus segera bebersih diri, berhubung hari ini adalah hari pertamaku bekerja.

.
.
.

"Whoaa..., bajunya bagus,"gumamku, sambil menatap pantulan diriku di cermin.

Nah, karena Tuan Xander membawakan tasku, aku jadi bisa memakai make-up yang kubawa dari rumah lamaku.

Aku memakai make up soft, berupa Cushion, dan lip tint bewarna Rose.

Rambutku ku-kuncir ponytail, berhubung rambutku yang keriting gantung sepunggung ini pasti akan menggangguku nanti saat bekerja.

"Sepertinya cukup,"gumamku.

.
.
.

Aku pun membuka pkntu kamarku, dan melangkah keluar dari kamarku itu.

Suara langkah kakiku terdengar sedikit menggema di Mansion besar yang sepi ini.

Keadaan koridor masih sepi, dan aku masih belum melihat maid yang lainnya, selain Irene.

Aku tidak tahu kemana aku melangkah, hanya mengikuti instingku saja.

Aku merasa familiar dengan tempat ini, entah mengapa.

Tap...tap...tap

Aku berjalan menyusuri koridor dalam diam, sambil menatap ke luar, dari jendela besar yang menghiasi sepanjang koridor panjang ini.

Walaupun di luar gelap, aku masih bisa melihat putihnya salju yang menumpuk.

.
.
.

Aku berbelok ke kanan di ujung koridor. Setelah itu kulihat sebuah pintu, yang menurutku itu ruang makan.

SLAVE OF VELNIASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang