4 : Dai Toa Shenso

1.4K 159 12
                                    

Ada hal yang harus dibereskan Jepang sebelum memulai ekspansi ke Indonesia. Itu adalah pangkalan armada kuat milik Amerika.

Kedua personifikasi dari kedua benua berbeda bertemu di Pearl Harbor pada tanggal 7 Desember 1941.

"Ada apa ini, Jepang?" Mengeluarkan kedua tangan dari saku jaket, Amerika bertanya sambil tak henti tertawa.

"Tidak ada apa-apa. Hanya saja, aku ingin memiliki Nesia-san." Jepang menjawab setelah mencabut katana dari dalam tempatnya.

"Tidak ada hubungannya denganku, ya kan?" Amerika rileks saja menghadapi Jepang.

"Ya, mungkin tidak, mungkin juga iya." Jepang menarik kuda-kuda dan mengangkat katana sebagai posisi untuk memulai pertarungan.

Amerika menghela napas, dia mengeluarkan pistol dari dalam saku.

Jepang dan Amerika sama-sama pada senyuman khas, kemudian terjun ke peperangan bersama pasukan masing-masing. 

Memulai dari Perang Asia Timur Raya inilah, Jepang melanjutkan serangan hingga menjatuhkan Hongkong dan Singapura. Begitu pun negara awal dari berlayarnya Jepang; Filipina. Filipina yang berperan sebagai benteng Amerika dan Hindia Belanda jatuh akibat serangan dari Jepang. 

°°°

"Dengan ditandatanganinya pernyataan perang terhadap Jepang oleh Amerika dan Belanda, Indonesia dinyatakan untuk ikut berperang."

Mendengar apa yang keluar dari mulut radio, Nesia membulatkan mata dan tak mampu berkata banyak. Ia sudah kepayahan dan kesulitan semenjak hadirnya Belanda. Pemberontakan melawan Belanda sudah mempersulit pergerakan Indonesia karena sering kalinya dikalahkan. Kini, ia tanpa tahu menahu harus mengorbankan orang-orangnya untuk ikut berperang dengan negara yang berasal dari benua yang sama dengan dirinya.

"Siap tak siap, kau harus mengikutinya." Belanda hadir di belakang Nesia.

Nesia berbalik dan hendak memukul wajah Belanda. Tangan Nesia ditahan pemuda itu. Dengan erat, Belanda menarik Nesia dan memaksanya untuk ikut terjun ke peperangan.

"Lepaskan aku!"

Belanda bergeming dan terus menyeret Indonesia sampai ke medan perang.

°°°

Entah setan apa yang merasuki Jepang, dia semakin mahir dalam mengayunkan katana. Pedang miliknya akan semakin tajam bila sudah dilumuri darah. Tebasan dan jeritan, di benak pemuda itu hanya ada sosok Nesia. Dia yakin, sebentar lagi, sebentar lagi kebahagiaan sesungguhnya akan ia miliki!

Persetan dengan semua yang menghalang, siapa yang berani menghalanginya untuk menggapai gadis itu?!

Ludah darah terjun dari mulut Belanda dan mendarat ke tanah. Jepang yang menyaksikan itu hanya dapat tersenyum. Darah di baju baik di wajah tak menjadi penghalang bagi Jepang untuk menyudutkan Belanda.

"Kau sudah menyerah bukan, Netherlands?" Pemuda Asia yang tidak setinggi orang Eropa itu berlutut.

Belanda memegangi perutnya yang berdarah. Mengeraskan rahang namun tak dapat lagi melawan Jepang.

"Aku ingin kau menyepakati sesuatu hal, Belanda."

Belanda melirik.

"Jangan ganggu aku mulai sekarang. Sepakat?"

"Memang ... kapan aku mengganggumu?" Mendengus dengan napas berat akibat lubang di perut, Belanda memprotes.

"Awas saja kalau mengganggu." Jepang berdiri dan mengelap katana merah menjadi putih kembali. Pantulan diri dari sana sarat akan kepuasaan.

Baru menyudutkan Belanda seperti ini saja, Jepang merasakan kepuasaan. Apalagi nanti setelah Nesia jatuh ke tangannya?

Jepang tak sabar untuk itu.

°°°

Nesia menyaksikan, Belanda yang berhadapan dengan Jepang. Dia bersembunyi setelah mendapatkan beberapa luka.

Nesia menyaksikan, pemuda yang bernama Jepang itu. Matanya merah, jalannya gagah, pedangnya tajam, dan gaya pertarungannya membabi buta. Nesia ketakutan dan beberapa saat kehilangan kemampuan bernapas.

Nesia tak tahu bahwa Jepang ialah pemuda yang sudah dua kali ia temui di bawah pohon rindang.

°°°

To be continue...

Nesia-san (Hetalia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang