5 : Ambil Konsekuensinya

1.4K 150 30
                                    

Pada tanggal 11 Januari 1942, Jepang memulai ekspansi ke Indonesia dengan mendaratkan pasukannya di Kalimantan Timur. Aura sekitar tempat suram, Jepang melengkungkan senyuman saat telah berhasil menggenggam sumber minyak.

Sedangkan, Belanda menggenggam tangan Indonesia dan membawanya ke sumber minyak selanjutnya yang hendak dikuasai Jepang.

Jepang tak tahu menahu, saat dirinya sampai di Balikpapan, ia melihat kobaran api besar dari tempat disimpannya sumber minyak.

Rahang Jepang lantas mengeras, matanya melebar dan warna merah yang selalu tersembunyi naik ke permukaan.

Suara baku tembak terdengar, Jepang dapat menghindar dan hampir saja kepalanya meledak. Jepang melihat ke belakang dan di sana ada Belanda sedang berdiri tegak.

"Kau-!" Suara Jepang tercekat. Dia tak suka ini, dia tak suka kesepakatannya dilanggar!

"Pergi dari sini, kau Asia Timur!" Belanda sekali lagi menembak. Tembakan yang lebih banyak dan melesat cepat.

Jepang tak punya waktu untuk menelaah situasi, ia gunakan intuisi dan berhasil menghalau semua peluru.

Belanda mendecih saat peluru sudah habis terlontar. Jepang datang dan mengulurkan pedangnya ke pinggang Belanda. Belanda dapat menolak senjata tajam itu menggunakan pistol dan mundur untuk mengambil senjata baru.

Tepat ketika ia hendak menggapai, ada tiga pisau yang menyerang kakinya.

Siapa sangka Jepang memiliki senjata lain yang tersembunyi di balik seragam militer. Selain katana tajam.

Sekarang, Belanda telah menggapai senapan laras panjang.

Jepang pun menggunakan dua katana.
"Bukannya aku sudah bilang ... jangan mengganggu?"

"Kau tak ingat? Aku belum bilang iya!"

Keduanya terjun ke petarungan satu lawan satu.

°°°

Nesia dipinta Belanda untuk mengungsikan masyarakat setempat. Nesia tentu melakukan hal tersebut bahkan sebelum Belanda menyuruhnya. Setelah dipastikan tak ada korban, Nesia berlari untuk mencari sosok penjajahnya.

Saat ledakan terdengar, asap dan api terlihat dari sisi lain. Nesia merasakan dadanya sakit.

"Bukannya itu ... sumber minyak?"

Nesia punya firasat, di sana ada masalah. Nesia berlari ke tempat itu. Tak dapat dipungkiri, rasa cemas terhadap Belanda timbul tenggelam.

Saat sampai di sana, ia melihat Belanda tergeletak penuh darah. Ada pemuda yang berdiri di hadapan Belanda sambil menarik pedang ke atas. Itu .... tak dapat dipungkiri negara lain yang ingin menjajah Indonesia dan hendak melenyapkan Belanda.

Belanda yang terbujur kaku melihat Nesia, matanya yang sudah putus asa kembali hidup. Tetapi, mata yang membulat itu menyiratkan ketakutan dan kecemasan.

"LARI DARI SINI, NESIA!" teriakan Belanda yang spontan tentu membuat dua personifikasi di sana terkejut.

Pertama, Jepang menengok. Kedua, Nesia ketakutan.

"Nesia ... san ...." Jepang merasa malu, jika Nesia melihatnya dalam penampilan seperti ini. Seharusnya, tak berdarah, seharusnya rapi dalam balutan kimono.

Nesia terlihat ketakutan, dia langsung berlari sesuai yang diperintahkan Belanda. Jepang pasti tercengang. Lihat! Betapa ketakutannya Nesia melihat dirinya!

Tanpa kata, Jepang berlari mengejar Nesia. Pedang masih di tangan, darah Belanda pun masih melumurinya. Belanda dalam kesempatan ini, ia mengangkat tangan dan menembak kaki kanan Jepang. Jepang terduduk. Belanda dapat bernapas lega.

Namun, jangan panggil dia Jepang bila akan diam hanya karena luka di kaki.

Personifikasi negara Asia Timur itu lantas kembali berdiri dan memaksakan berlari.

°°°

Nesia berlari sekuat yang ia bisa, secepat yang ia mampu. Beberapa kali menengok ke belakang, Jepang masih mengejarnya. Meski kaki kanan pemuda itu agak pincang, tapi laju larinya lumayan juga.

Nesia tak boleh tertangkap, dia tak suka Belanda membelenggunya, dan kini negara lain ingin membelenggunya pula. Tak mau! Sampai mati pun tak mau! Nesia berlari lebih kencang, angin yang menerpa lebih sulit dihalau dari sebelumnya.

Jepang merasakan hatinya berdenyut. Sakit yang tak berdarah. Ditusuk tapi tak dirasa.

Nesia-san ... kenapa kau menjauh dariku? Kau takut?

Mengetahui kenyataan, Jepang tak bisa mengontrol emosi. Dia menarik pedang ke belakang, kemudian melemparnya dan berhasil menggores kaki kiri Nesia.

Nesia menjerit, pedang Jepang menancap di tanah, dan gadis yang terluka itu tertidur di tanah.

°°°

To be continue...

A/n:

kecintaanku terhadap NetherIndo sepertinya tak dapat dihilangkan:')

Nesia-san (Hetalia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang