10 : Akan dan Harus Merdeka!

1K 130 9
                                    

Pertempuran di pulau Jawa barulah dimulai. Dengan tegas Jepang mengayunkan tangan, divisi ke-2 dan divisi ke-38 dengan pasukan 5.000 orang memasuki Pulau Jawa dari berbagai penjuru. Cara jitu Jepang untuk tidak menyerang pada satu jalur, semua titik pelabuhan ia hampiri dengan kekuatan penuh; dengan pasukan berjumlah ribuan. Belanda bersiap di berbagai titik kekuasaan Pemerintahan Hindia-Belanda. Awal mula dengan sejarah hanya segerombolan pedagang, dicekam dan dijadikan mainan Prancis, kini menjalankan segala titah dari Kerajaan Belanda, Netherlands sekuat tenaga untuk mengakhiri kejayaan Jepang yang seenaknya melawan bangsa Eropa!

Belanda berlari ke tempat personifikasi koloninya berada. Nesia duduk dengan gaun tidur yang pernah diberikan Belanda. Di teras dengan cahaya rembulan yang temaram sebagai cahaya pendukung. Nesia menyambut Belanda dengan senyuman tipis yang terkesan manis. Belanda terengah-engah. Ada apa dengan Nesia? Kenapa dia mengenakan baju pemberiannya?

"Asalnya mau ditambah dengan kelinci. Tapi ... kasihan, baru subuh, mereka masih tidur." Nesia tertawa riang.

Belanda berjalan sempoyongan. Dia lelah, ingin istirahat, dia ingin bermain-main lagi dengan Nesia. Nesia kadang ganas, kadang jinak. Belanda suka dua sisi itu. Belanda berlutut di hadapan Nesia. Menggapai kedua pipi yang gembul itu. Mengusapnya dengan perasaan nyeri di dada.

"Kamu tidak bisa menang, benar?" Nesia tersenyum lebih lebar. Tidak terkesan mengejek, tapi senang secara alami.

"Kenapa kau bahagia, Nesia? Apa karena kita akan berpisah?"

"Belanda!" Nesia memegang kedua tangan besar di kedua sisi wajahnya. Belanda terkesiap melihat kesungguhan gadis kecilnya.

"Kita akan jadi teman. Seperti yang seharusnya dilakukan. Kamu boleh datang dan bermain lagi di sini. Mau menginap dan makan makanan yang kamu sukai? Boleh! Aku juga mungkin, suatu hari nanti akan berkunjung ke rumahmu!"

"Apa maksud kata-katamu, Nesia?" Belanda semakin merasa nyeri.

"Aku akan merdeka. Jepang yang bilang begitu." Nesia menurunkan tangan kokoh Belanda. Dia masih menggenggamnya ringan dan di tempatkan di kedua lututnya.

"Merdeka? Apa ... hal bodoh semacam itu!"

"Jepang menang melawan Eropa Timur!" Nesia berapi-api. "Lalu ... lalu dia kemari untuk menyelamatkanku!"

"Kau ... naif! NAIF!" Belanda memeluk erat Nesia. Nesia menahan tubuhnya agar tidak menabrak teras. "Betapa susahnya aku mendapatkanmu. Betapa sulitnya berkonflik dengan Prancis untuk mendapatkanmu! Betapa takutnya aku pada Inggris saat inginkan dirimu!" Belanda kian erat mendekap Nesia.

Nesia menghela napas. Dia mengelus punggung besar koloninya. "Dan semua penderitaanmu akan berakhir, Belanda. Pulanglah. Apa kau masih punya hati nurani? Kamu pikir, aku dan warga-wargaku senang menjadi pekerja paksa? Diberikan kasta paling rendah? Bahkan berkelahi dengan orang-orangmu karena perbedaan agama?"

"Belanda ... menyerahlah sekarang juga. Jepang tidak akan menyakitimu lebih dari ini. Kamu sudah terkepung."

"Tidak!" Belanda melepas Nesia dari dekapannya. Dia mencengkeram bahu Nesia begitu kuat. Nesia meringis, dia meronta agar Belanda tidak menyakitinya. Tapi, si negara Eropa itu tetap bergeming dengan kekuatan besarnya.

"Dengarkan aku, Nesia. Dia sama brengseknya denganku! Dia hanya inginkan sumber da—" Belanda muntah darah. Dia terbatuk mengotori piyama merah jambu di tubuh Nesia. Nesia ngeri melihat darah-darah kental itu.

"Nesia—" Belanda mendapatkan pandangannya kabur. Nesia melepaskan diri dari Belanda.

Seperti kata Jepang; tunggu. Nesia masuk kembali ke dalam bilik, sebelum benar-benar pergi dia bergumam. "Aku akan merdeka. Saat itu terjadi, sambut negaraku, ya!"

°°°

To be continue...

A/n:

Merdeka! Negara tercinta kita sudah memasuki peringatan kemerdekaan yang 74. Mari jadi warga negara yang baik;)

Fanfik ini akhirnya dilanjut, guys! Happy Reading!

Nesia-san (Hetalia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang