Wayo menangis menghadiri pemakaman ayahnya. Ia tak menyangka ayahnya akan bunuh diri sebelum ia sempat untuk menolongnya.
"Maaf Pho... maaf... hik... Yo tak bisa menolong pho... Yo anak lemah...hik..." siapapun yang mendengar suara tangisan Wayo akan bersedih hati. Sekarang Wayo telah menjadi anak yatim piatu seperti Krist.
"Aku selalu di sampingmu Yo..." kata Krist memeluk erat sahabatnya itu sebagai tanda bahwa di saat susah pun Krist akan mendukung Wayo.
"PHO...!!! YO AKAN BALAS DENDAM!!" Teriak Wayo histeris yang mengundang simpati dari yang datang.
"Aku turut berduka cita Yo.." kata Phana yang menyampaikan salam duka citanya. Phana adalah dokter yang menangani Wayo sebelum ayah Wayo dijebloskan ke penjara.
"Terima kasih P'Pha..." kata Wayo pelan, matanya masih merah dan membengkak karena menangis.
Tamu yang datang sudah pergi satu per satu. Hanya meninggalkan Krist, Wayo, Beam, Forth dan Phana dan seseorang lagi yang mengawasi mereka dari kejauhan.
Phana mengusap punggung Wayo, mencoba memberi kekuatan. Secarik kertas ia selipan di saku Wayo tanpa ada yang menyadarinya. Ia akan memberitahukan kebenaran yang sesungguhnya pada Wayo.
***
Di suatu tempat rahasia...
"Apa katamu ??" Tanya Singto terkejut saat mendengar penjelasan dari Em. Orang yang menjadi mata dan telinganya mengawasi ayahnya.
"Benar, P'Toptap adalah anak dari Mr. Songkrovit. Kau tahu Mr. Songkrovit bukan ?" Tanya Em. Singto mengangguk, seingatnya semasa kecil dulu ia pernah bertemu dengan teman-teman ayahnya. Salah satunya Mr. Songkrovit.
"Ayahmu dan empat sahabatnya ( Rojnapat, Songkrovit, Kongtinam dan Panitchayasawad ) pernah membunuh seorang kakek yang mempunyai simpanan 50 juta bath secara tunai. Mereka membagi hasil secara rata. 3 tahun setelah itu, Mr. Songkrovit ingin menyerahkan diri. Ia di hantui rasa bersalah namun berkat hasil bujukan dari sahabatnya akhirnya ia memutuskan tidak jadi menyerahkan diri pada polisi. Sampai 5 tahun yang lalu, ia kembali mengemukakan ingin menyerahkan diri kepada pihak polisi dan menyumbangkan seluruh hartanya ke negara. Dan hasilnya Wow... ia ditemukan bunuh diri di kamarnya." Cerita Em.
"Darimana kau tahu ?" Tanya Singto, ia tak ingin mempercayai cerita yang belum ada buktinya.
"Kepala pelayan keluarga Songkrovit yang bercerita padaku. Ia melihat semua kejadian itu. Mr. Songkrovit bukan bunuh diri melainkan di bunuh oleh ayahmu dan teman-temannya. Ini videonya... sengaja aku membuat video untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan nantinya." Em mengirimkan video itu ke handphone Singto. Singto menontonnya dengan seksama.
"Apa lagi yang kau temukan ?" Tanya Singto.
"Toptap adalah anak dari Mr. Songkrovit. Dan kau adalah adiknya."
"APA!!!"
"Sahabatmu Tew adalah anak sebenarnya dari Mr. Suthiluck. Seseorang menukar label kalian ketika kalian lahir. Aku masih belum mengetahui siapa yang menukar kalian dan apa motif di balik semua itu."
"Ini... kau yakin ?" Singto terkejut akan fakta ini.
"Kau bisa test dna jika kau tak percaya." Em meminum seteguk kopi panasnya. Singto masih memproses apa yang kenyataan yang baru saja di beberkan.
"Dan lagi, ini terakhir kalinya aku bertemu denganmu. Mr. Suthiluck sudah mencurigaiku. Hanya tinggal waktu saja ia ingin melenyapkan aku." Kata Em.
"Em... maaf merepotkanmu... aku.. aku akan menjagamu." Kata Singto, ia harus memastikan bahwa Em tetap hidup.
"Tak perlu, 5 jam lagi aku akan pergi keluar negeri. Paspor palsu dan tiket sudah di tangan. Kau jangan mengkhawatirkan aku, anggap saja aku pergi honeymoon dengan Pete hehehe..." kata Em tertawa kecil.
"Terima kasih Em... jaga dirimu." Singto dan Em berdiri dan saling berpelukan. " Jaga dirimu juga Sing... setelah ini aku akan memutuskan semua kontak dan menjelma menjadi orang baru."
"Aku akan merindukanmu sobat..."
"Aku juga..."
Em pamit pergi dan memasuki mobil hitam yang disewanya. Singto berjalan keluar berpura-pura tak mengenal Em. Tak lama kemudian terdengar bunyi ledakan yang membuat Singto berpaling.
Mobil Em meledak...
Singto berbalik badan, mengigit bibirnya hingga berdarah, tangannya mengepal kencang, kukunya mengores berbentuk bulat sabit di telapak tangannya. Matanya berkaca-kaca. Walaupun demikian, ia tetap melangkah menjauhi tempat itu.
Tak akan ku maafkan kau....
***
"Mae..." panggil Krist menatap sedih wanita yang duduk memandang kosong. Sejak ayahnya meninggal, Mae hanya diam tak bicara. Seakan jiwanya telah pergi bersama ayahnya.
"Krist datang menjenguk Mae... maaf jika Krist jarang datang." Krist mengusap pipi Maenya yang bertambah tirus.
Krist menyisir rambut Mae-nya, mencuci kaki dan mengelap kaki Maenya yang ringkih. Kuku-kuku yang panjang juga sudah Krist gunting.
"Krist...." panggil Beam yang memang datang mendampingi Krist.
"Maaf, sebentar lagi P'Beam.." Krist masih tak rela meninggalkan Maenya. Ia rindu berada di pelukan Mae.
"3 menit, okay..." Krist mengangguk setuju.
"Mae... Krist pulang dulu, Krist akan menjenguk mae lagi nanti." Krist mengecup pipi mae dan melangkah pergi.
"Fo...." tiba-tiba Mae bersuara. Krist yang tadi sudah berjalan, kembali lagi menghampiri Mae.
"Fot..." Mae mengulang lagi kata-katanya walau tak jelas dan tersenyum. Walau agak samar tapi sepertinya Krist paham yang di maksud oleh Maenya.
"Krist akan datang lagi nanti Mae... Aku sayang Mae..."
Krist pergi dan menutup pintu.
"Aku juga sayang kamu, anakku..."