"Belajar yang benar, bocah!!" Beam dengan serius mengembleng kedua bocah itu. Tak peduli Wayo masih bersedih atau tidak. Mereka harus lulus ujian nasional. HARUS!!
"Ini soalnya yang tak mau di jawab P'Beam..." kata Krist mulai beralasan. Ia sungguh benci matematika. Kenapa sih angka-angka itu tidak menjadi huruf saja yang mudah di baca.
"Jangan beralasan!!" Pukulan centong mendarat dengan mulus di dahi Krist. "Wayo jangan bengong saja, kerjakan."
"P'Beam sepertinya aku sakit..." kata Wayo dengan nada lemas dan mata tertutup separuh. Beam menaruh tangannya di dahi Wayo memeriksa suhu badan Wayo.
"Tidak panas, apa yang kau rasakan ?" Tanya Beam khawatir.
"Otak dan tanganku tak sinkron. Otakku bilang kerjakan tapi tanganku lagi ngambek, ia tak mau bergerak."
PLAK!!!
Pukulan centong sukses mendarat lagi.
***
100% DNAmu tak cocok.
Singto menghela nafas setelah mendapat pesan dari Wad. Orang yang selama ini ia anggap sebagai ayah ternyata bukan ayahnya.
Em selamat tapi lukanya berat. Ia koma. Ada Pete yang menjaganya.
Satu hal lagi yang membuat Singto membenci ayahnya. Ayahnya kejam. Ia harus memikirkan apa langkah selanjutnya.
***
Suara dering telepon mengusik kesunyian ruang yang gelap itu. Seorang pria mengangkat telepon yang berisik itu.
"........"
"Sudah kau kerjakan ?"
"........."
"Bagus, pertunjukkan segera di mulai."
"........."
"Habisi si Suthiluck dan Kongtinam untukku."
"........."
"Kuserahkan padamu. Culik juga anak Rojnapat dan Panitchayasawad."
"........."
"Upahmu akan kubayar double."
"........."
"Ku tunggu kabar baikmu."
Pria itu tersenyum puas di dalam kegelapan. Tapi senyumnya hilang ketika mendapat pesan di handphonenya.
Aku ingin bertemu...
***
Tok... tok... tok...
"Masuk." Suara dari dalam mempersilahkan orang yang diluar untuk masuk.
"Kit....." sapa pria itu.
"Beam...." Kit yang tadi duduk di belakang meja, segera berdiri dan menghampiri Beam.
"Ada apa kau mengunjungiku ?" Tanya Kit setelah mempersilahkan Beam untuk duduk.
"Tentu saja karena aku kangen kau." Jawab Beam sambil tertawa.
"Kok aku tak percaya ?"
"KIT!!"
"hahaha.... serius, ada apa mencariku ?" Raut wajah Beam berubah menjadi serius.
"Kit, tolong cek ginjalku."
"Maksudmu ?" Beam menyerahkan sejumlah berkas pada Kit dan Kit membacanya dengan seksama.
"Beam... jangan bilang kalau kau..." ucapan Kit terpotong dengan respo anggukan kepala dari Beam.
"Beam... kau tahu hidup dengan satu ginjal itu tak gampang. "
"Aku tahu Kit. Aku tahu semua resikonya. Aku juga seorang dokter tapi aku juga ingin mencobanya." Kata Beam mencoba meyakinkan Kit.
"Apa Forth tahu ?" Beam mengeleng.
"Beam!!"
"Please Kit..."
"Aku tak bisa melakukannya. Bukan tak bisa tapi aku tak mau." Kata Kit dengan sedikit amarah. Beam menangis.
"Ada... hik... ada.. hik.. alasan di balik semua ini Kit. Hanya kau satu-satunya yang bisa aku mintai pertolongan. Please Kit..."
"Resikonya terlalu tinggi. Apa kau tak memikirkan perasaan Forth jika ia tahu nanti ?" Kit menyentuh tangan Beam lembut.
"Akan ku tanggung semua resikonya."
"Beam..."
"Aku mohon Kit, bantu aku..."
Kit mengusap wajahnya kasar. Keningnya mengerut menghasilkan lipatan-lipatan.
"Fine.. tapi kau harus menceritakan semua alasanmu padaku." Beam tersenyum dengan mata yang masih berkaca-kaca.
"Terima kasih Kit... terima kasih."
"Tak perlu, kau sahabatku Beam."
"Satu lagi aku minta padamu."
"Apa itu ?"
"Tolong jaga Singto dan Forth untukku."
***
"Bagaimana kalau kita makan diluar malam ini ?" Usul Beam yang mendapat sorakan penuh dari Krist dan Wayo. Makan diluar = bebas urusan memasak dan mencuci piring.
"Kalian mau makan apa ?" Tanya Beam.
"Aku mau lob... terserah P'Beam saja." Kata Wayo. Maksud hati ingin makan lobster tapi Wayo tak punya uang. Jadi lebih baik menurut Beam saja, yang penting makan enak.
"Aku juga terserah P'Beam." Kata Krist.
"Kamu Forth ?"
"Apapun pilihan istriku, aku ikut." Kata Forth sok romantis membuat Krist dan Wayo berlagak ingin muntah.
"Kalau gitu, kita makan tom yam saja." Kata Beam.
"YAAAAHHHH....!!" Teriak mereka dengan nada kecewa.
"Tadi bilang terserah aku!" Beam jadi kesal sendiri. Tadi bilang terserah pada pilihan Beam, sekarang mereka memasang tampang tidak rela.
"Steak ?"
"HORE!!"
Akhirnya hasil musyawarah mencapai final. Mereka pun bersiap-siap pergi makan malam.
***
Phana membaca histori kesehatan Wayo. Ia sudah mengajukan untuk meminta donor darah ginjal, namun selain pendonor sedikit, belum ada ginjal yg cocok untuk Wayo.
Sampai kapan aku harus membiarkan Wayo menunggu ?
Phana mengambil foto Wayo yang ia ambil diam-diam saat Wayo tertidur ketika menjalankan proses pencucian darah. Phana melihat wajah imut Wayo, yang tak tahu betapa kejamnya masa depan menanti Wayo saat itu.
Phana tersentak kaegt ketika suatu ide datang ke dalam pikirannya. Jika seseorang ingin menyembunyikan rahasia, biasanya seseorang akan memberikan barang itu kepada orang yang di percaya atau tempat yang aman.
Jika Mr. Panitchayasawad ingin menyembunyikan file itu, kemungkinannya adalah ia menitipkan ke Wayo atau ke istrinya. Pilihannya hanya dua itu. Jika ke abu istrinya, maka siapapun bisa mengambilnya. Jadi pilihan hanya satu, Wayo. Wayo lah orang yang dititipi file itu oleh Mr. Panitchayasawad. Dan barang berharga Wayo...
Liontin!! Barang berharga Wayo adalah liontin pemberian ayahnya itu. File itu pasti ada di sana.
Aku harus pergi ke tempat Singto.