Seorang pemuda berlari dengan cepat setelah memarkir mobilnya, ia tak memperdulikan peluh keringat yang membasahi dahi dan punggungnya sejak tadi.
FLASHBACK ON
Trtt... trt....
"Hallo Yo..."
Bukan suara manis yang ia terima seperti biasanya tapi suara singa mengaum yang hampir memekakkan telinganya hingga berdengung.
"Benar. Aku Phana."
"......"
"Iya, aku serius melamarnya." Bahasa yang kurang menyenangkan kini terdengar. Warna warni sumpah serapah pun di gaungkan. Bahkan pedolofil pun di tuduh olehnya.
"Aku tak takut."
Pria itu mengancam jika dalam 30 menit tidak datang, ia tak akan membiarkan aku ketemu dengan Wayo lagi. Dia gila jarak 10km di kota Bangkok mana bisa di tempuh dalam 30 menit.
Tutt... Tut... telepon di putus sepihak dan aku segera mengambil kunci dan berlari secepat kilat menuju parkiran.
FLASHBACK OFF
Phana mengatur nafas sebelum memencet bel pintu. Ia mengatur detak jantungnya agar berdenyut dengan irama teratur. Ia tak mau tampil lemah di hadapan ibu tiri Wayo alias sang pengancam itu.
Ting.. Tong..
Seorang pria tampan yang berbadan tegap, berkulit coklat matang menampilkan jiwa maskulinnya. Pria itu tersenyum.
"Dokter Phana ?" Tanyanya dan aku memgangguk. Siapa dia ? pikiran Phana penuh dengan teka teki.
"Mari masuk." Sambutnya ramah. Bukannya tenang, Phana malah berasa lebih khawatir. Ada pepatah senyuman menyimpan sebuah tusukan tajam. Melihat Phana yang masih ragu membuat
Pria itu tertawa."Jangan takut, istriku tak makan orang. Dia hanya manusia biasa."
Kata Forth sambil terkekeh. Dengan rasa malu akhirnya Phana masuk ke dalam. Baru saja masuk ia sudah melihat yang mana seorang ratu berkuasa dalam rumah ini."Duduk!" Perintahnya tanpa melihat siapa yang datang. Phana juga tak habis pikir kenapa tiba-tiba ia menurut begitu saja, ini sama sekali bukan sifatnya.
"Kau ini punya penyakit !" Tuduhnya tanpa basa basi.
"Tidak. Aku sangat sehat sekali." Kata Phana menekankan intonasi setiap kata-katanya.
"Tapi jiwamu sakit, buat apa melamar seorang bocah. Kau ini pedolofil atau masa kecil kurang bahagia gitu!" Wayo ingin membela tapi Krist menahannya. Daripada nanti mereka yang kena getahnya.
"Aku mencintai Wayo, sama seperti Singto mencintai Krist." Jawab Phana kesal. Tak banyak yang berani berkara kasar kepada dirinya.
"Hei!! Jangan bawa-bawa aku!." Protes Singto. Ia tak mau ikut jadi kambing hitam.
"Kau malah melakukan lebih parah kepada Krist." Tuduh Phana.
"Kami mempunyai kesepakatan." Bantah Singto.
"Tetap saja Krist masih kecil, jika aku penjahat maka kau penjahat besar." Perdebatan dimulai mana yang lebih jahat.
"DIAM!!" bentak Beam.
"Dengar ya dokter, Wayo itu baru lulus sekolah. Ia masih harus menempuh pendidikan kuliahnya. Jalan hidupnya masih panjang, belum waktunya mengurusi pernikahan. Begitu juga dengan Krist, Singto." Beam melirik tajam mereka berdua.
"P... aku kan belum..." rengek Singto.
"Diam kau. Krist dan Wayo juga harus belajar bisnis. Mereka harus menjalankan bisnis peninggalan ayah mereka. Krist juga harus mengurus ibunya yang sedang sakit." Jelas Beam.
Wayo cemberut tak terima, sudah senang ia lulus dan tak usah belajar lagi, tapi P'Beam masih akan menyuruhnya belajar, TIDAK AKAN MAU!!
"P'Beam, jiwaku itu seniman bukan pebisnis. Aku suka piano." Tolak Wayo.
"Lalu perusahaan ayahmu ?"
"Kan sudah jatuh ke tangan P'Sing."
"Singto akan mengembalikan hak kalian." Singto mengangguk menyetujui perkataan Beam.
"Jadi seniman pun harus yang elit. Jangan sembarangan jadi seniman saja. Apalagi mau jadi pianis, itu tidak mudah."
"Tapi Yo.. tak suka belajar. P'Forth saja yang kelola lalu aku terima hasilnya saja." Kata Wayo.
"Aku juga. P'Forth saja yang kelola." Krist juga ogah berurusan dengan bisnis. Ia ingin menikmati hidupnya mulai dari sekarang, terbebas dari pemaksaan pekerjaan.
"Wah.. wah.. aku tersanjung, ada dua bos yang mau memakai jasaku. Tapi jasaku juga tak murah." Kata Forth terkekeh.
"P'FORTH!!" Teriak kedua bocah itu lalu bergaya manja mengaitkan lengan mereka ke lengan Forth.
"Lepaskan dia, dia milikku!" Kata Beam.
"Aku berjanji akan mendukung apa pun impian Wayo. Aku berjanji akan menjaga dia seumur hidup dan tak akan membiarkannya menderita." Janji Phana. Ia mengucapkannya dengan tulus.
"Lalu ayahmu ?" Tanya Singto.
"Ayahku akan tetap menjadi ayahku. Namun dia tak akan bisa mencampuri kehidupan pribadiku lagi. Hak waris telah aku lepaskan." Jawab Phana.
"Ehm... jadi.. kau jadi miskin gitu. Aku lebih tak menyetujuinya. Nanti Wayi makan apa ? Wayo sangat pemilih dalam hal makanan, belum lagi perawatan pasca operasi."
"Meski aku menolak hak waris, namun aku juga seorang dokter. Keahlianku di atas rata-rata, aku yakin aku bisa menghidupi Wayo. Warisan Wayo akan tetap menjadi milik Wayo, aku tak akan menyentuh seperser uang itu."
"Bagaimana denganmu Wayo ? Apa kau mencintai dokter ini ?" Tanya Beam dengan nada yang sedikit lembut. Sepertinya ia puas dengan jawaban Phana.
"Yo tak tahu P'Beam. Tapi Yo merasa aman di dekat P'Phana. Dan P'Phana juga baik sama Yo. Yo tak mau salah dua kali." Kata Wayo sengaja menyindir Singto. Singto hanya mengucapkan pelan kata maaf.
"Begini saja. Kalian jangan menikah dulu, Walau kau sudah siap tapi Wayo belum siap. Tunggu setelah 3 tahun, baru hal ini di bicarakan lagi. Apa kau dapat menerimanya ?" Usul Beam.
"Yo terima." Kata Wayo menjawab cepat.
"Kalau Yo terima maka P akan bersedia menunggu. Tapi P'Beam jangan melarang hubungan kami." Kata Phana bernegosiasi. Ia bersedia menikahi Wayo kapan pun Wayo siap.
"Tergantung, jika aku dengar Wayo menangis sedih. 'Adik'mu taruhannya. Kau mengerti!" Ancam Beam.
Walau sempat terkejut namun Phana bisa mengatur raut wajahnya sedetik kemudian menjadi tenang.
"Aku mengerti." Jawab Phana tegas. Wayo merasa di atas angin, toh P'Phana tak akan berbuat macam-macam padanya karena ada P'Beam yang membelanya.
"Apa aku boleh berbicara dengan Wayo berdua ?" Tanya Phana sopan. Orang tua Wayo sudah tak ada namun pria yang di hadapannya bertugas seperti orang tuanya. Jadi dalam hati Phana merasa tak keberatan.
"Silahkan, tapi tak boleh dikamar." Larang Beam.
"Siap komandan!" Kata Wayo lalu pergi menarik Phana ke kebun belakang.
"Jadi tugas kita sudah selesai ?" Tanya Forth. Beam mengeleng.
"Sekarang giliran kalian, Krist dan kau juga Singto!."
Sidang kedua akan berlanjut.