22. Obey

180 27 1
                                    

"Jadi, 'median' itu nilai tengah dari sekelompok data. Tapi, datanya harus kamu urutin dulu dari nilai terendah ke tertinggi. Nah, kalau modus...."

"Kayak kamu sekarang ke aku?"

"..."

"Hehe."

"...."

"He... he. Hehe. Yoon...."

"....."

"Respon dong. Please?" Kataku akhirnya dengan nada memohon.

Dan ternyata yang kudapat adalah penggaris yang mendarat halus di kepalaku.

"Aw," responku, walaupun sebenarnya nggak sakit juga sih.

"Ayo fokus lagi," ucap Yoon sambil menepuk kedua pipiku dengan tangannya.

"Siap, Pak..." ujarku susah payah karena kedua tangan Seungyoon belum juga lepas dari pipiku.

"Kalau kayak gini kamu mirip Anpanman ya. Pipi bulat, merah...." komentarnya.

"Enggg... wait. Anpanman? Man? Itu tokoh laki-laki? Lucu atau jelek? Dia superhero gitu?"

"Fokus, fokus, fokus!"

Seungyoon akhirnya melepaskan kedua tangannya dan mulai kembali memegang pulpen, bersiap untuk kembali berperan sebagai mentorku yang ganteng dan kadang galak. Yah, yang penting ganteng. Hehe.

Kami mulai kembali membahas istilah-istilah mengenai statistik. Bab pelajaran yang entah pada semester berapa pernah dibahas di kelas karena setiap pelajaran matematika biasanya aku sibuk mengobrol dengan Lisa atau mencorat-coret halaman belakang bukuku atau diam-diam membaca novel yang kutaruh dalam laci mejaku.

"Ohh, aku paham nih sekarang. Jadi, kalau misalnya mau tau modus nilai tes bahasa Inggris kemarin, aku harus kelompokin dulu frekuensi nilai datanya ya? Terus yang paling banyak itu disebut modus?" Tanyaku dengan nada bersemangat setelah benar-benar paham.

"Bukan," jawab Seungyoon singkat.

"Lho? Lho? Gimana dong?" Aku kembali bertanya, kali ini dengan wajah penuh tanda tanya.

"Caranya tuh gini, nawarin diri jadi mentor buat ngajarin kamu biar bisa sering-sering ketemu kamu."

"Eyyyy...." kataku sambil mengernyitkan dahi.

"Udah gitu aja responnya?"

"Yaaah, kamu giliran aku udah nurut buat fokus malah gitu."

"Hahaha, ya biar kamu nggak bosen aja belajarnya," ujar Seungyoon.

BRAAAK.

Tiba-tiba pintu kelas terbuka. Seorang murid laki-laki tampak kesusahan menggotong patung anatomi yang biasa digunakan saat pelajaran biologi. Menyaksikan temannya kesulitan, Seungyoon pun bangkit dari duduknya dan berniat untuk menolong.

"Eh, Jaebum, hari ini giliranmu piket?" Tanya Seungyoon pada temannya.

"Iya. Gila juga nih ya patung berat banget. Mending bopong cewek beneran deh," komentar orang yang dipanggil Seungyoon dengan nama Jaebum itu.

Aku pun melongo mendengar komentarnya.

"Eh, ada cewek beneran. Siapa, nih? Dia bukan anak kelas kita, kan?" Tanya Jaebum setelah menyadari keberadaanku.

Bingung harus menjawab apa, aku hanya mencoba tersenyum kepadanya.

"Namanya Rose. Anak kelas XII IPS 1," jawab Seungyoon.

"Oh... terus, dia ngapain di sini? Ahhh... kalian lagi pacaran ya? Sorry nih ganggu. Aku keluar lagi deh habis taro patung ini," katanya sambil buru-buru memperbaiki posisi patung itu di atas meja guru.

"Nggak, kok. Kami lagi belajar aja," jawab Seungyoon santai.

Merasa tidak enak dan takut kelas Seungyoon akan semakin ramai, aku pun segera merapikan buku-buku dan alat tulisku ke dalam ransel.

"Yoon, aku ke kelas dulu ya," kataku pamit.

"Yaudah, aku anter," kata Seungyoon yang akhirnya berjalan menyusulku.

"OHHH... belum pacaran tapi lagi PDKT ya?" Komentar si Jaebum.

"BERISIK!!!" jawabku dalam hati.

Closer to YoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang