09
KantinBel istirahat makan siang berbunyi tepat jam 12. Seketika koridor di depan kelas penuh dengan suara orang berbincang.
"Kantin yuk!" Ajak Vio.
Aku bukan penggemar makan siang. Kalau bisa memilih antara kantin dan kelas, aku lebih memilih di kelas. Bukan untuk belajar (aku tidak se-ambis itu), tapi untuk tidur atau sekedar membaca novel yang aku bawa.
Come on, who the hell study when is it time to rest? The answer should be no one.
Tapi, hari ini pengecualian karena aku ingin sekali minum dancow oreo (susu dancow putih blended + oreo). Minuman favoritku di kantin. Dan kalian harus coba.
"Yuk!"
Vio menggandeng tanganku keluar dari kelas. Sebelum keluar, aku sempat melirik ke tempat duduk di belakangku dan melihat bahwa Atlas sudah hilang. Apa dia ke kantin?
Sesampainya di kantin, tidak banyak kursi kosong yang tersisa. Satu hal yang membuatku sangat jarang ke kantin yaitu keramaian. Aku tidak begitu menyukai berada di tengah kerumunan orang. Tentu saja aku lebih memilih makan di kelas daripada di sini.
Aku dan Vio pun bergantian memesan makanan atau minuman yang kami mau setelah akhirnya mendapat tempat duduk.
Kami berdua selesai memesan dan duduk di salah satu ujung meja panjang yang kosong, dan ujung lainnya ditempati oleh kakak kelas.
"Yamin manis!" Panggil seorang bapak dari balik counter makanannya.
"Itu punyaku." Vio berdiri dan pergi mengambil makanannya.
Aku mengedarkan pandanganku ke penjuru kantin dan mataku terhenti di sebuah meja tidak begitu jauh dari mejaku dan Vio. Aku melihat Atlas dan tim basket, juga cheerleaders duduk bersama. Satu paket, what's new?
Aku belum bilang ya? Keira itu kapten cheers. Aku ingat aku pernah iri sama perempuan itu. Pernah. Semua cowok di sekolah ini, mulai kakak kelas sampai adik kelas mengagumi kecantikan Keira. Aku sempat berpikir bahwa dia perfect, tapi sekarang aku sudah tau sifatnya dan aku merasa bodoh pernah merasakan hal itu.
Mataku kemudian jatuh pada sosok laki-laki di samping Keira yang sedang tertawa lepas. Mungkin karena salah satu humor temannya. Aku bisa melihat matanya bersinar. Aku suka melihatnya tertawa. Membuatku ikut tersenyum melihatnya.
"Ekhm! Ngeliatinnya nggak usah gitu banget kali." Vio sudah kembali dengan mi-nya.
Pandanganku langsung kembali ke mata Vio. Sudah berapa lama Vio disini? Sudah berapa lama aku melihat ke arah meja itu? Memalukan.
"Apaan sih? Aku ambil minumku dulu." Aku pergi mengambil minuman yang sudah kupesan sebelumnya.
Ketika aku berjalan balik ke meja, aku melihat orang lain berbicara dengan Vio. Aku kenal orang itu.
"Rhea."
"Kak Rian."
Aku kenal Kak Adrian karena sewaktu ospek, dia adalah mentor grup-ku.
"Dancow oreo." Gumam Kak Rian saat melihat minuman di tanganku. Aku segera duduk di tempatku sebelumnya, dengan Kak Rian di sampingku sekarang.
"Selalu." Aku tersenyum kemudian menyeruput minuman favoritku itu. Heaven. Kak Rian tau minuman favoritku karena selama istirahat ospek, aku selalu membelinya. Saat itu, aku sedang tergila-gila dengan minuman ini sehingga aku membelinya setiap hari.
"Kalian saling kenal?" Tanya Vio bingung.
"Kak Adrian mentorku dulu waktu ospek." Jawabku.
"Oh...." Vio mengangguk mengerti.
"Nggak makan apa-apa Rhe?" Tanya Kak Rian setelah melihat bahwa di mejaku hanya ada minuman.
"Nggak laper, Kak."
"Kebiasaan. Aku beliin deh. Mau makan apa?" Tawar Kak Rian.
"Um..." Aku memikirkan bagaimana aku harus menolak tawaran Kak Adrian dengan halus.
Belum sempat mengatakan jawabanku, tiba-tiba sebuah roti dan teh hangat muncul di hadapanku. Aku menoleh ke kiri dan melihat Atlas, tapi matanya tidak tertuju padaku, melainkan ke Kak Adrian.
"Kak, tadi dipanggil sama pelatih disuruh ke ruangannya." Kata Atlas dengan datar.
"Untuk apa?" Tanya Kak Rian yang hanya dibalas dengan gidikan bahu oleh Atlas.
Kak Rian membalas tatapan Atlas sebelum berkata, "Oke. Sampe ketemu lagi, Rhea." Aku mengangguk dan kembali menyeruput minumanku memandang Vio yang masih fokus menghabiskan mi-nya.
Mata Atlas mengikuti Kak Rian sampai ia keluar dari kantin, kemudian ia mengambil tempat duduknya.
"Makan, Rhea."
"Kok kamu ada disini? Kamu bukannya lagi makan sama mereka?" Aku menunjuk meja tempat Atlas duduk sebelumnya. Untuk apa dia kesini?
"Oh. Mereka lagi ngebahas tentang SMA lawan kita berikutnya. Aku bosen, jadi aku pergi beli makanan." Jawab Atlas santai, kemudian mengeluarkan hp miliknya.
Pandanganku beralih pada roti coklat keju dan teh di hadapanku. Berarti ini makanan dia kan? Tapi tadi aku lihat dia sudah makan. Apa cowok memang makannya sebanyak itu? Terus kenapa dia suruh aku yang makan?
Aku mengambil roti itu, membuka plastiknya dan menyodorkannya pada Atlas yang ternyata sedang sibuk bermain game di hp-nya.
Boys. Can't live without games.
"Buat kamu." Katanya setelah sadar bahwa aku menyodorkan roti itu padanya.
"Aku nggak laper, Atlas." Nadaku serius. Aku memang sedang tidak lapar saat ini.
"Serius?" Pandangannya tidak teralihkan dari benda di tangannya.
"Iya." Aku mengangguk dengan tegas untuk meyakinkan Atlas.
"Yaudah aku yang makan. Aa..." Ia tiba-tiba membuka mulutnya seperti meminta roti itu disuapkan ke mulutnya.
Aku melirik Vio yang bergumam bahwa dia mau membeli minum. Vio pun beranjak pergi.
"Aa..." Gumam Atlas lagi.
Tidak punya pilihan, aku pun menyodorkan roti itu ke dekat mulut Atlas yang disambut dengan giginya, kemudian ia mengunyah sambil tersenyum. Aku tersenyum kecil melihat tingkahnya yang seperti anak kecil itu.
Vio kembali dengan pop ice strawberry-nya dan matanya melirik antara roti di tanganku dan Atlas, dia hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum.
Aku terus menyuapi Atlas hingga roti itu habis dan menyodorkan teh (memakai sedotan) ke mulutnya.
"Atlas! Kita semua dipanggil pelatih buat diskusi strategi." Salah satu teman Atlas, Dani menghampiri meja kami. Tanganku sontak menjauhkan teh itu dari mulut Atlas, menyisakan sedotan tergantung di mulutnya. Atlas menoleh padaku, tapi aku tidak berani melihatnya.
"Oke." Atlas berhenti bermain game di hp-nya, lalu berdiri. Ia menaruh sedotan itu kembali ke dalam teh.
"Duluan Vio."
"Yo." Balas Vio masih menikmati minumannya.
Tanpa aba-aba, Atlas menundukkan badan hingga mulutnya sejajar dengan telingaku. Hal ini langsung membuatku gemetar.
"Makasih Rhea. Dan jauh-jauh dari Kak Rian, kalau kamu mau dia baik-baik aja." Bisiknya membuat aku merinding.
Sebelum aku bisa membalas, Atlas sudah kembali ke posisi semula dengan tangan di dalam kantong celananya.
"Sampai ketemu di kelas!" Dengan itu, Atlas berlari ke arah tim basketnya meninggalkan aku yang masih harus mencerna semua yang terjadi.
"Cie cieee. Pake bisik-bisik segala. Dia bilang apa?" Tanya Vio penasaran.
"Katanya, Makasih Rhea." Aku merasa hal yang Atlas bilang berikutnya tidak perlu kuberi tau.
Tapi, apa maksudnya itu?
Jauh-jauh dari Kak Rian, kalau kamu mau dia baik-baik aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atlas At Last
Romance"Karena kamu sempurna dan aku tau kalo kamu berhak dapet seseorang yang jauh lebih baik dari aku. Tapi Rhe, aku egois." Jelas lelaki itu. "Maksud kamu?" Tanya perempuan yang sedang duduk di hadapannya. "Aku ini egois karena aku nggak mau kamu pergi...