04 | B i o l o g i

572 130 3
                                    

04
Biologi

"Atlas! Rafi! Ada yang mau kalian share ke teman-teman kalian di kelas?"

Bu Sarah, guru Biologi memfokuskan matanya pada Atlas dan teman sebangkunya Rafi. Mereka berdua tertangkap sedang mengobrol.

"Kita cuma lagi diskusi kok Bu, tentang sel hewan sama sel tumbuhan, iya nggak Raf?"

"Yep. Yep."

Jawab Atlas santai ke arah Bu Sarah sambil menunjukkan senyum tak bersalah miliknya, kemudian tos dengan Rafi.

"Jangan mengobrol kalau saya lagi menjelaskan, mengerti?" Bu Sarah membenarkan kacamatanya.

Bu Sarah sudah dikenal oleh murid-murid sebagai guru tergalak dan paling tidak suka kalau ada muridnya yang teralihkan perhatiannya saat beliau sedang mengajar. Rumor bilang, ada muridnya yang harus mengambil ujian berkali-kali karena mengobrol di kelasnya.

"Siap, Bu."

Atlas dan Rafi menjawab bersamaan.

Selama pelajaran biologi berlangsung, aku terus mencatat dan menandakan hal-hal penting, baik di buku tulis maupun di buku paket. Salah satu metode belajar yang sangat membantu. Alhasil, buku paketku penuh dengan goresan highlighter berbagai warna, sedangkan buku tulisku penuh dengan tinta warna-warni plus gambar.

"Boleh pinjem?"

Violet mengambil highlighter warna pink milikku. Warna yang menjadi pilihan terakhirku untuk menghiasi buku. Aku lebih memilih warna kuning dan oranye.

"Silahkan." Kataku puas melihat gambar sel hewan yang telah selesai kubuat dan kutandai.

Sepuluh menit sebelum bel pulang, Bu Sarah mengeluarkan tumpukan kertas dari folder putih miliknya. Bukan pertanda bagus.

"Oke. Jangan harap karena ini hari pertama sekolah, saya tidak akan kasih tugas ke kalian."

Sontak terdengar banyak suara 'yaaaahhh' di dalam kelas. Termasuk aku.

Oke. Aku mungkin dapat nilai tertinggi selama ini, tapi sama halnya dengan yang lain, aku lebih memilih tidur, membaca novel, mendengarkan musik, atau hal lainnya yang aku suka dibandingkan mengasah otakku untuk mengerjakan tugas. Walaupun pada akhirnya kita tidak punya pilihan selain mengerjakannya. Ya kan?

"Tugas pertama kalian. Saya mau tugas ini dikerjakan berdua-berdua. Kalian harus mendata sebanyak-banyaknya tumbuhan yang ada di lingkungan sekolah. Pasangan kalian adalah orang yang duduk di belakang kalian untuk baris 1 & 3, dan di depan untuk baris 2 & 4, paham?"

Semua murid mengangguk. Bu Sarah mulai membagikan kertas berisi tabel untuk mencatat hasil observasi pada setiap murid.

"Walaupun ini tugas berdua, kalian masing-masing harus punya datanya. Dikumpulkan minggu depan. Ada yang mau ditanyakan?"

Setelah beberapa pertanyaan dan penjelasan mengenai projek ini, bel pun akhirnya berbunyi dan Bu Sarah meninggalkan kelas.

Aku dan Vio menoleh ke belakang untuk melihat partner kami, sama dengan murid lainnya yang mulai membicarakan kapan mereka akan mengerjakan tugas dengan pasangannya.

Dan, aku sudah tau siapa pasanganku.

Benar. Seperti yang kalian duga.

Atlas dan Rafi entah kenapa berakhir di meja belakang aku dan Vio. Bukannya aku mengeluh. Aku tidak akan mengeluh untuk sesuatu yang se-jarang ini. Tapi, kenyataan bahwa pasanganku adalah orang yang sangat ingin aku kenal membuatku gugup setengah mati.

Ini dia Rhea.

Kesempatan kamu untuk akhirnya bisa bicara sama dia.

Mengumpulkan keberanianku, aku berkata,

"Hey, Atlas."

Aku berusaha menghindarkan mataku dari pandangannya dan berakhir melihat ke buku tulis yang terbuka di hadapan Atlas.

"Yo, Rhea." Balasnya pelan membuatku mengangkat kepala dan bertemu dengan mata Atlas.

Atlas tau namaku.

Aku tidak tau harus tersenyum atau menangis saat ini. Aku terlalu bahagia. Aku bisa merasa pipiku memerah dan panas.

Darimana dia tau namaku?

Kemudian kenyataan datang padaku. Pasti dia mendengarkan saat guru mengecek kehadiran murid tadi.

"Halo, Atlas."

Terdengar suara Vio menyapa.

"Hai...."

Atlas tampak berpikir mencari jawaban untuk kata-kata selanjutnya.

"Violet. Panggil aja Vio."

Vio pasti telah menjawab pertanyaan dalam pikiran Atlas, karena setelah itu ia tersenyum.

Dia tidak tau nama Vio.

"Ah! Hai, Vio." Mereka berdua berjabat tangan.

Atlas pun kembali memfokuskan pandangannya padaku.

"Jadi, mau mulai kapan, Rhea?"

Hatiku sontak berdegup kencang mengetahui bahwa seorang Atlas sebenarnya memang tau namaku. Dan bukan karena daftar kehadiran.

"Besok?" Akhirnya aku bisa mengeluarkan suara.

"Oke."

Kalian pasti sudah sadar kan? Rahasiaku.

Aku, Rhea suka dia, Atlas.

Atlas At LastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang