Halo teman teman, perkenalkan aku Min Hana. Panggil saja aku Hana.
ㅡ
Malam itu seperti biasanya aku tidur larut. Tugas kampus membuatku harus terjaga sampai jam 11 malam. Setelah merapikan keperluanku untuk besok. Aku merapikan tempat tidurku dan beranjak ke kamar mandi untuk sikat gigi dan cuci muka.
"Sungguh melelahkan hari ini. Profesor Choi sangat tega memberikan tugas esai 5 halaman"
"Han--a"Suara itu. Dia Jinyoung. Kakakku.
"Kenapa kak? Hana di kamar mandi"
"Ka-kak mau ti--dur sama han-na"Terbata-bata. Iya. Dan kalian tidak salah dengar. Kakakku ingin tidur denganku.
"Yaudah, tidur aja. Hana udah rapihin kasur kak"
Saat ku buka pintu kamar mandi. Kakakku sudah tidur meringkuk bagai koala di atas kasurku. Kedinginan. Lengkap dengan piyama teddy bear kesukaanya. Warna biru langit dengan motif garis memanjang.
"Kak, pake selimutnya dong"
Aku menyelimutinya. Dan naik ke kasurku dari sisi yang berlawanan.
"Ma-ka-siih"
"Iya sama-sama kak, sekarang tidur yang nyenyak"
"K-ak Jin-young ma-au di pe-luk"Seketika itu juga aku mendekatkan tubuhku untuk memeluknya. Tanganku melewati bahu dan leherku berhadapan langsung dengan kepalanya. Kakakku paling suka diusap kepalanya sampai ia tertidur.
ㅡ
(Flashback)
Kakakku. Min Jinyoung adalah kakak tiriku. Mamaku, Yoon Raemi dan Ayahku, Min Yoongi mengadopsi kakakku ketika usianya 5 tahun. Ayahku sangat menginginkan anak laki-laki. Semua tampak baik-baik saja pada awalnya. Kakakku adalah anak yang ceria dan pandai bergaul. Jadi aku tidak sulit untuk dekat dengannya.
Sampai kakakku masuk sekolah dasar, semuanya mulai berbeda. Dia sering marah, menangis tiba tiba, dan lebih suka menyendiri. Nilai mata pelajarannya pun tertinggal.
Orang tuaku membawanya ke dokter. Dan mengatakan kakakku memiliki trauma di masa kecilnya. Yang efeknya mulai terlihat sekarang.
"Baik Tn. Min dan Ny. Min, saya sudah melakukan pemeriksaan dan melakukan metode hipnotis untuk mengetahui apa yang menjadi penyebabnya. Dan saya bisa menduga hal tersebut yang menyebabkan Jinyoung seperti ini"
Ayahku, tidak tahu harus berkata apa. Ia marah. Ia merasa tertipu, karena pihak panti asuhan tidak pernah bercerita mengenai hal tersebut. Ia ingin menuntut tapi percuma. Karena ia sudah setuju menjadi orang tua Min Jinyoung 2 tahun lalu. Dan berjanji akan menjaga Jinyoung seperti anaknya sendiri.
Mamaku, tertunduk. Ia nyaris menangis. Sulit menerima kenyataan bahwa anak laki-laki kesayangannya harus tumbuh berbeda dari anak seusianya.
"Jinyoung akan membutuhkan terapi, dan obat-obatan untuk menjaga moodnya. Dan gejala yang sering muncul adalah ia akan sulit mengucapkan kata-kata"
Orang tuaku hanya bisa menerima semuanya. Tidak ada yang bisa mengubah keadaan sekarang.
Sementara aku, tidak tahu apa yang terjadi. Aku sedang duduk di luar bersama kakakku di koridor rumah sakit. Mama dan Ayahku menyuruhku menunggu diluar bersama kakakku. Usiaku baru 5 tahun saat itu dan masih sulit memahami apa yang terjadi.
"Kak, kakak sakit ya?"
Yang kudapat hanya diam.
Raut wajah kakakku berubah. Ia seperti ingin mengatakan sesuatu tapi ia berusaha keras mengucapkannya."Ha-nnn-a , ka-kk-kak ta-a-kkut"
Aku berdiri dan memeluk kakakku dari depan. Dan kini aku letakkan tanganku di kedua pipinya. Aku melihat air mata disana.
"Kakak jangan nangis, Hana disini"
Entah pikiran darimana, aku yang masih sangat belia bisa menenangkan kakakku yang lebih tua 2 tahun dariku.
ㅡ
Pekan ujian semester sudah dekat. Dan aku harus belajar lebih larut untuk mempersiapkannya.
"Ha-nn-a"
Pintu kamarku terbuka.
"Iya kak, kenapa?"
"Ha-r-ii in-i ka-kak ti-dur di ka-ma-rr ka-kak ya"Aku menggangguk dan tersenyum. Lalu melanjutkan bacaan jurnalku.
"Ka-kak ng-gak mau gan-ggu Ha-na bel-la-jar"
"Iya kak, selamat tidur kak"Ia menutup pintunya.
ㅡ
Pukul 12 malam dan mataku masih bisa bekerja sama. Semua orang rumah sudah tidur. Sepi dan aku semakin mudah berkonsentrasi. Sampai kudengar langkah kaki mendekat.
"Siapa yang malam-malam begini terbangun"
Ada yang mengetuk pintu kamarku.
"Mama?"
Tidak ada jawaban.
"Ayah?"
Tidak ada jawaban.
Sebelum aku berkata lagi. Kakakku sudah membuka pintu dan menengadahkan kepalanya.
"Ha-na ka-kak ng-gak bi-sa ti-dur"
"Kakak mau tidur disini? Tapi Hana belum selesai belajar kak"
"Ka-kak ng-gak ak-an ga-nggu Ha-na kok"Tanpa persetujuan dariku. Ia melangkahkan kakinya ke kasurku, menyelimuti dirinya dan berusaha menutup mata, membiarkan pintu kamarku terbuka.
Aku yang melihat tingkahnya dari kursi meja belajarku hanya tersenyum. Saat aku masih melihatnya. Dia membuka mulutnya"
"Ha-na ka-kak bo-leh min-ta"
Dia menunjukkan jarinya ke dahi. Dan aku tahu apa yang dia maksud. Dan tanpa pikir panjang, aku beranjak dari meja belajarku. Dan mendekat ke dahi kakakku, memberikan tanda sayang.
"Selamat tidur kak, mimpi indah"
Tanpa sepengetahuan kita mamaku melihat momen itu.
ㅡ
Keesokan paginya, ketika sarapan Mama dan Ayah memandangku dalam. Seperti ada yang ingin disampaikan.
"Hana, setelah sarapan kita ngobrol yuk"
"Oke, ma"Setelah merapikan meja makan dan meletakkan peralatan makan ke cucian aku segera bergabung dengan ayah dan mama di ruang keluarga.
"Hana, coba duduk dulu nak, mama sama ayah mau ngomong"
Aku menurut.
"Hana, ini soal kamu dan Jinyoung"
"Kenapa ma? Hana buat salah ya ke kakak?"Mama memandang ayah meyakinkan diri. Ayahku hanya mengangguk.
"Hana, kalian berdua kan bukan anak kecil lagi, kamu sudah 18 tahun dan Jinyoung sudah 20 tahun"
"Iya Hana tahu ma, lalu kenapa ma?"Aku tahu arah pembicaraan ini.
"Kalian berdua sudah sama sama dewasa, jadi mama dan ayah sepakat untuk melarang kalian berdua tidur berdua lagi seperti dulu"
Benar.
"Tapi kakak selama ini baik-baik aja kok ma, kita berdua masih nyaman tidur berdua"
"Hana, dengerin mama, jangan melawan, kakakmu bukan anak kecil lagi, kalau ada apa-apa gimana?"Ayahku buka suara.
"Papa, Hana yakin kok kakak masih anak kecil, jadi mana mungkin"
Kata-kataku terucap begitu saja, yang entah darimana aku bisa berpikir seperti itu. Tapi melihat keseriusan di mata ayah dan mama aku tidak berani membantah lagi.
"Iya, ma. Hana paham kok"
ㅡ
KAMU SEDANG MEMBACA
My Step Brother
FanfictionKak, kakak sakit ya?" Yang kudapat hanya diam. Raut wajah kakakku berubah. Ia seperti ingin mengatakan sesuatu tapi ia berusaha keras mengucapkannya. Aku berdiri dan memeluk kakakku dari depan. Dan kini aku letakkan tanganku di kedua pipinya. Aku me...