Chapter 9

1.4K 116 0
                                    

Raemi dan Yoongi keluar dari ruangan dr. Hwang setelah mendengar penjelasan darinya. Mereka saling menguatkan. Raemi jatuh ke pelukan Yoongi.

"Hana, pasti kecewa sekali"

Yoongi tidak menjawab, ia hanya mengusap punggung istrinya. Dan menyalurkan ketenangan disetiap sentuhannya. Yoongi harus kuat demi istri dan juga anak-anaknya.

Ah, aku bosan.

Apa sebaiknya aku keluar saja?

Ia melangkahkan kakinya keluar menuju mesin minuman. Ia sampai di lobi yang tidak terlalu ramai. Ini masih pukul 8 pagi. Klinik di rumah sakit ini buka pukul 10. Jadi aman untuknya berjalan-jalan. Ia terusik dengan gadis yang berdiri mematung membelakanginya di lobby. Rambut panjangnya seperti tidak asing baginya. Ia pernah bertemu dengan gadis ini.

"Gadis itu sedang apa?"

"Aneh sekali, ia seperti orang gila, apa dia melamun?"

Tiba-tiba gadis itu memegang kepalanya dan melemah. Dan ia dengan sigap setengah berlari menangkap gadis itu sebelum kepalanya menyentuh lantai. Ia mengingat wajah gadis ini.

"Hana"

Yoongi dan Raemi mencari Hana ke setiap sudut rumah sakit. Kantin. Taman. Sampai toilet. Satu-satunya tempat yang tidak mereka datangi adalah ruang perawatan Jinyoung. Karena mereka pikir Hana pasti berusaha menjauh dari sana.

Mereka di lobi sekarang dan melihat kerumunan disana. Yoongi dengan cepat menggandeng tangan Raemi dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Hana! Ya ampun, sayang"

Raemi menggengam tangan Hana yang akan dibawa ke IGD oleh suster-suster. Yoongi mengikuti mereka.

15 menit kemudian Hana sadar.

"Hana, kamu bikin mama khawatir"

"Maaf ma", suaranya lemah.

"Beruntung, ada yang menolong kamu"

"Siapa, Yah? Hana tidak ingat"

"Suster bilang dia salah satu pasien disini"

"Kakak?"

Yoongi dan Raemi saling menatap.

"Sepertinya bukan, sayang", Yoongi menjawab singkat.

Hana terlalu berharap. Tapi ia yakin itu kakaknya. Ia merasakan kenyamanan. Hal terakhir yang ia rasakan sebelum ia hilang sadar adalah sentuhan yang tidak asing. Sentuhan itu seakan melegakan hatinya yang kacau. Kedua tangan itu menopang pundaknya tepat sebelum ia pergi sejenak dari dunia nyata. Pundaknya terasa ringan seakan bebannya lenyap. 

Dan ia yakin itu kakaknya.

"Hana sebaiknya pulang ya, Hana tenangin diri dirumah nenek"

Hana menuruti kata mamanya.

"Sayang, kamu antar Hana ya"

"Nggak usah, Yah. Hana pulang sendiri aja"

"Kamu yakin?", tanya Raemi.

"Kakak lebih butuh mama dan ayah"

Hana menghela nafas dan turun dari kasur IGD.

"Lihat, Hana sudah kuat kan"

Senyumnya mengembang.

"Tapi Hana hati-hati ya"

Mereka mengantar Hana ke lobi dan berpesan ke supir taksi untuk menjaga anaknya.

My Step BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang