Now or Never

4 0 0
                                    

Tidak lama kemudian, bel masuk pun berbunyi. Murid-murid yang masih berada di luar segera berhamburan masuk ke kelas masing-masing, termasuk Ray, Rachel, dan Hanna. Pelajaran pertama hari ini adalah Matematika, pelajaran yang sangat tidak Ray sukai. Belum lagi ditambah guru Matematika mereka, Pak Orion, yang menurut Ray cara mendidiknya terlalu disiplin. Hampir semua murid yang diajar Pak Orion tidak menyukai guru ini dengan alasan yang sama.

Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul empat tiga puluh, yang artinya hampir semua pelajaran hari ini telah berhasil dilewati Ray dan kawan-kawan. Hari ini cukup menyenangkan bagi Ray, karena ia dapat menjawab soal phytagoras yang diberikan Pak Orion padanya di depan kelas. Ia selalu merasa bangga setiap kali ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan guru dengan benar. Terutama karena itu membuat Ben memperhatikannya.

Pelajaran-pelajaran lain setelah Matematika juga cukup menyenangkan. Ada pelajaran Geografi, Ekonomi dan Sejarah yang sangat Ray sukai. Sudah dari dulu dirinya menyukai pelajaran-pelajaran IPS. Alasannya sederhana, karena menurutnya itu sangat menarik.

Pelajaran terakhir hari ini adalah PPKn, pelajaran dimana para murid akhirnya dapat 'bernafas lega'. Sangking 'lega'nya, beberapa murid terlihat tidur di kursi bagian belakang, ada yang berpindah-pindah tempat duduk, ada yang diam-diam memasang earphone ke telinga mereka dan berpura-pura tidur, ada yang sengaja meminta izin ke toilet untuk sekedar keluar kelas, dan sebagainya. Murid-murid yang duduk di kursi depan mayoritasnya adalah murid-murid berprestasi, sehingga wajar jika hanya mereka sibuk mengerumuni guru mereka dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan mengenai pelajaran. Di saat seperti ini, Bu Eva, guru PPKn mereka, hanya akan fokus meladeni murid-murid yang tertarik dengan pelajaran dan tidak terlalu peduli terhadap murid-murid lainnya.

Sebenarnya Ray tidak suka dengan keadaan kelas yang seperti ini. Ia merasa keadaan kelas menjadi sangat semrawut, padahal jelas-jelas ada guru di dalamnya. Tapi ia juga tidak dapat berbuat apa-apa, lagipula ia tidak peduli dengan hal lainnya asalkan itu tidak merugikan dirinya.

"Ray, menurut gue kalo lo mau ngasih kadonya ke Ben, bagusan sih sekarang aja," kata Rachel tiba-tiba.

"What the.. Jadi gue ngasihnya di sini, gitu? Di dalam kelas ini?!"

"Ya, nggak lah! Lo mikir kek gimana caranya. Yang pasti nggak di kelas ini."

"Elah, gue kira lo tau. Tau gitu mending tadi lo gak usah ngomong, Rach," ucap Ray sedikit sebal.

"Hehehehe.. peace," kata Rachel sambil nyengir, "Eh, gimana kalo kita tanya Hanna? Biasanya dia, kan, pinter banget kalo soal-soal ginian," tambah Rachel.

"Oh, iya! Bener juga, tuh," kata Ray yang kemudian menyuruh Hanna untuk ke tempat duduknya dan Rachel.

"So, Han, kan ceritanya lo yang tempat duduknya paling deket sama doi.. Ada info gitu, gak, yang lo denger dari doi?" tanya Rachel kepada Hanna.

"Menurut gue, kayaknya dia tau soal ini, deh, Ray, tapi itu menurut gue, ya."

"Seriusan, lo? Kok bisa lo mikir gitu?" tanya Ray dengan kaget.

"Gue sendiri juga gak yakin, sih. Tapi gue perhatiin dari tadi temen-temennya itu kayak habis dari tempat Jessy dan Grace langsung nyamperin Ben gitu."

"Hah? Jangan-jangan mereka bocorin ke temen-temennya Ben, trus temen-temennya Ben ngasih tau dia?" ucap Ray khawatir.

"Kalo beneran gitu sih, wah, gue gak nyangka loh," timpal Rachel.

"Iya, trus yang bikin dugaan gue makin kuat itu karena kelakuan Ben tuh jadi agak, gimana gitu setelah denger cerita temen-temennya," Hanna menambahkan, "Kayak, cengir-cengir gitu."

"Mungkin itu pertanda baik, Ray, hahaha," kata Rachel.

"Apaan, sih. Gak mungkin, lah," balas Ray, meskipun sebenarnya ia agak senang mendengar perkataan sahabatnya itu.

Jessy yang melihat tiga sekawan ini sedang berbicara dengan seru pun langsung mengajak sahabat sekaligus teman sebangkunya, Grace, untuk bergabung dengan mereka. Sudah dari tadi mereka berdua tidak sabar untuk membahas rencana ini dengan Ray dan teman-temannya.

"Ray, sekarang waktu yang tepat untuk ngasih Ben kadonya," bisik Jessy,

"Iya, Ray. Lo lihat, tuh, Bu Eva lagi sibuk ladenin anak-anak pinter. Dan, tadi gue sama Jess denger kalo Ben dkk bakal izin ke toilet bentar lagi buat nongkrong," timpal Grace,

Rachel dan Hanna yang duduk di barisan tengah pun menghampiri mereka yang saat ini sedang berada di barisan belakang.

"Kalian lagi bahas apa, sih?" tanya Rachel. Walaupun ia berusaha mengatur ekspresinya agar terlihat biasa saja, tapi ia tidak dapat menutupi bahwa ia merasa sedikit kesal dengan percakapan yang dilakukan Ray dengan Jessy dan Grace. Hanna juga terlihat sedikit kesal dan tidak terlalu nyaman dengan Jessy dan Grace yang seolah-olah menggantikan posisinya dan Rach sebagai sahabat Ray.

"Eh, sorry, guys, gue lagi bahas tentang kapan mau ngasih Ben kadonya bareng mereka. Ehm, sini gabung!" jawab Ray agak panik, khawatir kedua sahabatnya akan menyerangnya karena siang tadi ia yang meminta kedua sahabatnya itu untuk tidak meninggalkannya, dan sekarang ia yang seolah-olah meninggalkan mereka.

"Jadi, udah sampe dimana kita tadi?" tanya Grace,

"So, Rach, Han, gue dan Grace udah mikirin dari tadi, dan kita berdua setuju kalo sekarang waktu yang tepat buat Ray nyerahin kadonya ke Ben,"

"Trus, lo sendiri gimana, Ray? Lo mau ngasihnya sekarang, sesuai apa yang direncanain mereka?"

"Jujur, gue gak tahu, guys. Gue bingung dan mulai mikir, emang semuanya harus dilakukan, ya? Dan gue mulai ragu sama semuanya,"

"Ray, gue dan Hanna tahu gimana cerita lo dan Ben. Kita berdua tau gimana perasaan lo ke dia, dan gimana lo yang malem-malem jadi labil dan curhat ke kita kalo lo sayang banget sama dia. Jangankan kita, Jessy dan Grace yang mungkin ga tau sedetil kita tentang lo dan Ben juga mutusin untuk bantuin lo, so do you get the point? Karena kita tau, gak ada yang lebih suka sama Ben lebih dari lo. Dan kalo ada orang yang berhak dapetin Ben, itu lo, Ray," jawab Rachel. Hanna juga ikut meyakinkan Ray. Sementara itu, Jessy dan Grace saling berpandangan. Diam-diam, Jessy dan Grace merasa iri dengan persahabatan mereka bertiga. Mereka berdua memang bersahabat, tapi tidak akan pernah setulus dan sedalam ini, karena sejujurnya mereka iri dengan satu sama lain. Dan mereka juga selalu bersaing tentang siapa yang lebih unggul. Itulah mengapa mereka ingin terlibat dalam hal ini. Mereka ingin untuk terus diingat oleh Ray, Rachel, dan Hanna, dan kalau memungkinkan, mereka juga ingin berada dalam persahabatan ini.

"Eh, ngomong-ngomong Chris udah izin ke Bu Mirna, tuh. Dijamin, selanjutnya anak-anak yang lain pasti pada ngikut deh," kata Grace,

"Eh, iya, tuh. Ayo, Ray! It's now or never," kata Jessy kemudian.

******

APRILWhere stories live. Discover now