Assumption (pt. 1)

4 0 0
                                    

Rachel dan Hanna merasa bingung dengan perubahan sikap Ray yang sangat drastis. Mereka menyadari Ray yang langsung menoleh ke arah lain saat mereka hendak mengajaknya berbicara. Rachel berpikir mungkin Ray memang sedang butuh waktu untuk berpikir sehingga ia menghindari mereka. Namun, semakin diperhatikan, Rachel menyadari bahwa Ray bukan hanya menghindari kontak mata dengannya dan Hanna, namun hampir ke semua teman-teman sekelasnya kecuali Leah. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Ray sehingga mereka segera menghampiri Jessy dan Grace.

"Guys, kalian tahu gak, sih, Ray kenapa?" tanya Hanna.

"Emang dia kenapa? Oh, masalah itu, ya. Kurang tau juga, sih. Soalnya dia juga seolah menghilang dari sosmed, bahkan chat gue aja belom dia read dari waktu itu. Jadi gue sama Jessy juga kayak kehilangan kontak sama Ray, sih," terang Grace.

"Hmm, sebenarnya gue ada informasi, sih, guys," kata Jessy.

"APAAN?!" tanya Rachel, Hanna, dan Grace serempak.

"Ehm, jadi kemarin gue nanya ke Brian tentang hadiah itu, kan, t-" perkataan Jessy terpotong.

"Tunggu, tunggu. Jadi maksud lo, lo secara gak langsung udah nyeritain ke Brian?" tanya Rachel.

"I-itu, gue gak punya pilihan, Rach. Mau gak mau, karena gue harus nanyain ini ke dia, secara dia itu sepupu Ben dan mereka tinggal serumah."

"WHAT?? Jadi Brian, tuh, sepupu Ben?" tanya Grace dan Hanna bersamaan.

"Iya. Gue nanya ke dia gimana nasib kado Ray, trus dia bilang Ben nyimpen cokelat itu. Bahkan, waktu adik sepupunya mau makan, dia juga nggak bolehin sama sekali. Trus, Brian juga bilang surat dari Ray nggak dia buang."

"Jadi, apa maksudnya Ben .." Hanna berhenti sejenak setelah melihat Ben dan teman-temannya berjalan ke kelas. Ben terlihat menoleh sejenak ke arah mereka kemudian melihat ke tempat duduk belakang, seperti melihat ke arah tempat duduk Leah dan Ray. Mereka berempat menyaksikan tindakan Ben dan melihat satu sama lain. Mereka pun melanjutkan pembicaraan mereka yang sempat terhenti sejenak dengan berbisik.

"Maksudnya Ben juga suka sama Ray?" tanya Hanna.

"Kalian semua tadi lihat, kan, Ben noleh ke arah mana? Itu arah tempat duduk Leah sama Ray, guys!" kata Grace.

"Gue lihat, sih. Tapi, kalo dia emang beneran suka sama Ray, kenapa dia harus perlakuin Ray kayak gitu? Non sense banget!" kata Rachel.

"Kalian semua tau, kan, kalo Ray itu sering bilang Ben beda dari cowok-cowok kebanyakan? Kalau kalian positive thinking, mungkin karena waktu itu Ben cuma ngerasa malu dan kurang nyaman aja sama Ray yang tiba-tiba ngasih hadiah ke dia pas dia lagi nongkrong sama anak-anak. Kali aja dia emang gitu, gak ada yang tahu, kan? Dan mungkin aja sekarang dia nyesel udah perlakuin Ray kayak gitu?" kata Jessy.

"Mungkin aja, sih. Berarti, Ray masih punya kesempatan dong sama Ben?" tanya Hanna antusias.

"Berarti maksud lo, Ray masih punya kesempatan sama Ben, kan, Jess?" tanya Grace.

"Hmm, mungkin aja, walaupun gue gak jamin."

"YES! Berarti sahabat gue masih punya kesempatan buat jalan sama cowok yang dia suka! Gila, gue seneng banget. Makasih banyak buat infonya, Jess!" seru Hanna.

"Makasih, Jess, buat infonya. Kalau gitu gue sama Hanna balik ke tempat kita dulu, ya," kata Rachel.

"Loh, lo jadi duduk sama Hanna?" tanya Jessy.

"Iya, soalnya Ray duduk sama Leah. Jadi sebelah gue kosong, sekalian aja gue suruh Hanna duduk di samping gue hari ini," jawab Rachel.

Setelah sampai di tempat duduk mereka yang tepat di belakang tempat duduk Ray dan Leah, Rachel dengan berbisik berkata kepada Hanna.

"Han, mungkin lo jangan terlalu cepet nyimpulin sesuatu, deh. Apalagi di depan Jessy dan Grace."

"Kenapa? Emangnya lo gak seneng setelah tau Ray masih punya kesempatan?"

"Bukan gitu, Han. Masalahnya, gue ngerasa kurang nyaman kalo lo bersikap kayak gitu di depan mereka. Soalnya, aura mereka beda."

"Hahahaha, apa lo bilang? Aura? Perasaan lo aja, kali! Intinya gue seneng banget setelah tau ini semua!" kata Hanna sambil melirik ke arah Ray.

"Tunggu, ya, Han. Jangan terlalu cepet, Ray masih butuh waktu. First thing first, kita selesaiin masalah kita sama Ray dulu, ya?"

"Oke, Rach."

Sekilas, Ray mendengar percakapan Rachel dan Hanna. Ia sangat penasaran dengan perkataan Hanna yang mengatakan bahwa ia masih memiliki kesempatan. Ingin sekali rasanya ia membalikkan tubuhnya dan bertanya kepada mereka tentang hal tersebut, namun ia urungkan niatnya tersebut karena masih merasa canggung untuk berbicara dengan mereka.

Leah terlihat sibuk dengan kertas-kertas soal Matematikanya. Pak Orion memang sangat sering memberikan pekerjaan rumah kepada murid-muridnya sehingga tidak aneh jika murid-murid yang diajar beliau tidak menyukainya. Untungnya Ray telah menyelesaikan PR tersebut kemarin meskipun pikirannya sangat kalut. Ia pun menyodorkan buku PR-nya kepada Leah.

"Li, ini gue udah siap. Kalo mau, lo lihat punya gue aja."

Leah yang tadinya terlihat serius mengerjakan PR-nya pun terdiam sejenak, lalu berkata, "Gak papa, nih?"

"Iya. Udah lo salin punya gue aja supaya lebih cepet," kata Ray sambil menyodorkan buku PR-nya lagi kepada Leah kemudian tersenyum.

*******

APRILWhere stories live. Discover now