Awakened

4 0 0
                                    

Ray semakin penasaran dengan apa yang tadi ia lihat di kelas. Ray merasa ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Ben terlihat seperti mencuri-curi pandang ke arahnya. Ditambah dengan perkataan Hanna yang mengatakan bahwa ia mungkin masih memiliki kesempatan, Ray menyimpulkan sendiri bahwa teman-temannya sudah tahu Ben ternyata menyimpan rasa padanya.

Setelah membasuh wajahnya dengan air dan merapikan rambutnya, Ray pun segera kembali ke kelas. Dalam perjalanannya ke kelas, ia berpapasan dengan Jessy dan Grace yang juga akan ke toilet.

"Hai, Ray," sapa Jessy. Grace yang masih terlihat canggung hanya tersenyum kikuk dan menganggukkan kepalanya pada Ray.

"Hai," balas Ray dengan canggung juga.

"Kelas lagi bebas, nih. Bareng kita aja yuk! Setelah dari toilet, kita rencananya mau nongkrong di kantin. Ikut?" ajak Jessy. Grace terlihat menatap Jessy seolah-olah mengisyaratkan bahwa mereka masih canggung dengan Ray.

"Enggak, deh. Gue balik dulu, ya," jawab Ray kemudian berjalan meninggalkan Jessy dan Grace.

Jessy tampak menatap Ray yang berjalan meninggalkan ia dan Grace. Grace kemudian berkata, "Untung dia nolak, kalau tadi dia join, duh, gak kebayang deh bakal se-awkward apa nantinya. Yuk, Jes."

"Cepat atau lambat lo pasti bakal nyari kita lagi. Hahaha," gumam Jessy.

"Hah? Lo bilang apa, Jess?" tanya Grace.

"Eh? Enggak, kok. Yuk jalan," balas Jessy.

Setelah menolak ajakan Jessy dan Grace, Ray memutuskan untuk tidak kembali ke kelas. Toh, kata Jessy kelas sedang bebas, yang berarti tidak ada hal yang dapat ia lakukan selain tidur. Ia juga merasa sedang ingin menyendiri dan menepi dari semuanya. Entah bagaimana kaki Ray yang awalnya berjalan tanpa arah membawanya ke gudang belakang sekolah, tempat dimana hal-hal buruk yang menimpanya belakangan ini bermula.

Ray duduk di salah satu kursi kayu yang terdapat di dalam gudang tersebut. Ia menatap ke sekeliling ruangan. Gudang tersebut tidak benar-benar kotor seperti gudang-gudang kebanyakan, itulah yang menyebabkan tempat tersebut kadang dijadikan sebagai 'tempat nongkrong' untuk murid-murid yang membolos pelajaran.

"Gimana ya seandainya kalo waktu itu aku gak ngelakuin apapun ke Ben? Pasti sekarang aku masih baik-baik aja, kan? Atau gimana ya seandainya kalo Ben ternyata punya perasaan ke aku? Hahaha, gak mungkin kayaknya," gumam Ray.

Tiba-tiba, Ray mendengar suara langkah kaki yang sepertinya menuju ke gudang tersebut. Alih-alih bersembunyi, Ray justru mendatangi sumber suara tersebut.

"Ray?" tanya orang tersebut.

"Brian?" Ray balas bertanya, "Lo ngapain ke sini?"

"Gue yang seharusnya nanya, ngapain lo di sini sendiri?" tanya Brian.

"Ya.. enggak apa-apa! Lo sendiri? Ngapain ke sini? Bolos, ya?"

"Iya. Males banget gue di kelas. Bosen."

"Oh, gitu. Gak bareng yang lain?"

"Enggak. Mereka pada ribut banget bahas yang engga-engga, gue pengin cari ketenangan sendiri di sini."

Mendengar perkataan Brian membuat Ray sedikit penasaran tentang percakapan yang dilakukan teman-temannya.

"Ehm, emang mereka lagi pada bahas apaan? Maksud gue sampe ngusik ketenangan lo, hahaha.."

"Ada deh, bahasan cowok. Kenapa emangnya?"

"Oh, enggak kok. Kalo gitu gue balik dulu, ya."

"Eh, anu, Ray, soal Ben.." perkataan Brian terhenti sejenak, namun ia melanjutkan, "Mungkin gue gak tau gimana Ben terlihat di mata lo, kenapa lo bisa suka sama dia, dan lain sebagainya. Gue juga gak tau apa gue pantes untuk bilang ini ke lo, tapi menurut gue, mending lo berhenti untuk berharap sama Ben, Ray. Demi diri lo sendiri."

Ray terdiam selama beberapa saat. Perasaannya campur aduk. Rasanya ada sesuatu yang hendak keluar dari dalam dirinya. Namun Ray tetap berusaha untuk menahannya.

"Emangnya kenapa?" tanya Ray.

"Ben itu.. brengsek. Dan gue yakin lo pasti bisa dapetin yang.." perkataan Brian terpotong oleh Ray. "Terus kenapa? Emang kenapa kalo gue suka sama orang brengsek kayak Ben? Apa urusannya sama lo? Kenapa lo jadi sok peduli sama orang kayak gue, sih?"

"KARENA LO BEGO!" teriak Brian. Mendengar perkataan Brian, Ray pun terdiam. Ingin rasanya ia membalas kembali perkataan Brian, namun lidahnya terasa kelu. Ray pun hanya bisa mematung. "LO BEGO RAY UTOMO! Asal lo tau aja, sekarang ini Ben dan anak-anak lain lagi becandain lo di kelas! Dan lo disini, walaupun gue gak beneran yakin apa maksud dan tujuan lo disini, tapi pasti ada hubungannya sama Ben, kan?! Sadar, Ray! Dari awal, lo tuh engga pernah se-spesial itu di mata siapapun! Tapi seenggaknya, jangan buat diri lo sendiri keliatan bodoh dan kehilangan harga diri."

*****

APRILWhere stories live. Discover now