Ray duduk termenung di kamarnya. Ia mengunci pintu kamarnya dan menutup tirai jendelanya. Seandainya matahari sudah benar-benar tenggelam, kamar Ray pasti akan gelap gulita tanpa sedikit pencahayaan pun yang masuk ke kamarnya. Namun, seolah ingin menemani Ray dan memberinya kekuatan, sinar matahari senja waktu itu masih dapat sedikit menembus kamar Ray, sehingga kamarnya tidak benar-benar gelap.
Di dalam ruangan beraura suram tersebut, orang-orang pasti akan mengira orang yang berada di dalamnya akan duduk dengan diam sambil meratapi nasib. Namun, berbeda halnya dengan Ray. Entah sudah berapa bungkus keripik kentang dan coklat yang ia makan daritadi. Mulutnya tidak berhenti mengunyah seolah ia sudah tidak makan selama bertahun-tahun.
Sejak kepulangannya dari sekolah, Ray tidak terlihat seperti Ray yang biasanya. Jika biasanya ia adalah Ray yang meletakkan tas sekolahnya secara asal, kemudian dengan segera mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian rumahannya yang santai lalu dengan semangat langsung duduk di meja makan, hari ini ia langsung menuju kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Bibinya, yang merupakan kakak perempuan Mama-nya sekaligus orang yang telah mengurus Ray sejak bayi itu pun merasa ada yang tidak beres dengan keponakannya. Tapi ia tahu Ray sedang tidak ingin membicarakannya, sehingga ia pun tidak ingin mengganggunya, apalagi bertanya langsung kepada Ray mengenai apa yang telah terjadi. Di sisi lain, ia juga khawatir dengan Ray yang melewatkan makan malamnya. Karena, sejauh ia mengasuh Ray, seburuk apapun perasaan Ray, biasanya ia tidak pernah sampai melupakan makanannya. Bibi Ray tahu, jika hal ini sampai terjadi, Ray pasti sedang mengalami masa-masa yang sangat sulit di hidupnya. Mau tidak mau, akhirnya bibi Ray pun mengetuk pintu kamar Ray dengan pelan.
"Ray sayang, kamu sudah makan?"
Tidak ada jawaban. Tentu saja, ia telah menduga ini sebelumnya. Tapi ia tidak akan menyerah begitu saja. Tidak setelah ia benar-benar yakin bahwa Ray tidak akan melakukan hal-hal nekat seperti yang ia pikirkan. Tiba-tiba saja, pintu kamar Ray sedikit terbuka.
"Ray gak laper, Bi. Lihat, apa Ray kelihatan kayak orang kelaperan? Lagian Ray udah makan, kok," jawab Ray berusaha meyakinkan bibinya.
Meskipun Ray terlihat baik-baik saja, namun tindakannya yang mengunci pintu kamarnya itu masih membuat bibi Ray khawatir. Alih-alih menghujani Ray dengan pertanyaan-pertanyaan karena rasa penasarannya, bibi Ray menjawab, "Oke, sayang. Bibi percaya sama kamu."
Mendengar perkataan bibinya membuat Ray sedikit merasa tenang, ia pun berusaha tersenyum kepada bibinya itu. Kemudian, ia pun hendak kembali menutup pintu kamarnya. Namun, tiba-tiba bibinya berkata, "Eh, Ray, Bibi mau kamu ingat, seberat apapun itu, kita semua tahu kamu anak yang kuat. Jauh lebih kuat daripada kelihatannya. Terutama Bibi yang telah menjagamu dari kecil, Bibi paling tahu itu. Dan, kamu tahu, kan, kapan pun kamu ingin bercerita, Bibi akan selalu siap mendengar semua ceritamu?"
Mata Ray pun sedikit berkaca-kaca. Ia tersenyum kepada bibinya, kemudian kembali menutup dan mengunci pintu kamarnya.
"Nyaris saja.." batin Ray. Ia segera mengeluarkan makanan ringan yang ia makan tadi dari bawah tempat tidurnya. Ray sedang menyantap sebungkus besar keripik kentang rumput laut favoritnya saat ia mendengar pintu kamarnya diketuk. Sontak, ia sangat kaget dan panik kalau saja salah satu anggota keluarganya itu tiba-tiba masuk ke kamarnya. Ia bahkan sampai lupa jika pintu kamarnya terkunci sehingga tidak mungkin ada yang dapat masuk ke kamarnya langsung. Dengan segera, ia memasukkan semua makanan ringan yang ia punya, membersihkan tangannya dengan tisu basah, dan meminum air mineralnya untuk menetralkan aroma makanan ringannya.
Namun, entah mengapa ia seolah kehilangan hasrat untuk melanjutkan memakan makanan ringannya. Ray pun kembali memasukkan semua makanan ringan tersebut ke dalam sebuah kotak kontainer besar yang tersimpan di lemarinya. Ia juga membereskan sampah-sampah makanan ringan tersebut dan menggabungkan semuanya ke dalam sebuah kantong plastik putih besar, mengikatnya dengan rapat, dan menaruhnya di bawah tempat tidur.
Setelah selesai membereskan semuanya, Ray terduduk diam selama beberapa saat di kursi belajarnya. Lalu, ia pun membuka lacinya, mengeluarkan buku diary-nya dan mulai menulis,
"Dear diary,
Hari ini hari yang cukup panjang, ya. Berbulan-bulan lamanya, sebenarnya hari inilah yang aku tunggu-tunggu. Bodoh sih sebenarnya. Apa sih yang ku harapkan? Haha. Mungkin selama ini aku terlalu percaya diri, ya? Mungkin selama ini, memang hanya aku yang berpikir kita berdua punya sesuatu yang membuatku bisa merasa begitu terhubung dengannya. Ray bodoh, hahaha. Mana ada, sih, hal-hal yang seperti itu?! Apakah masuk akal untuk memiliki perasaan sedalam ini kepada orang yang bahkan tidak pernah berbicara denganmu? Aduh, memang otakku ini sudah tidak dapat berfungsi dengan baik, ya?! Bodoh. Bodoh. Bodoh. RAY BODOH!!!!"
Tangan Ray pun berhenti menulis. Ia terdiam sejenak. Tak lama kemudian, tangannya mulai menyobek diary yang baru ia tulis barusan. Ia kemudian meremas kertas itu dan melemparnya sembarang. Air mata nya yang sempat tertahan sejak pulang sekolah tadi akhirnya kembali mengalir deras. Begitu lama ia menangis sampai tanpa ia sadari, ia pun mulai terlelap.
Hari ini benar-benar hari yang panjang dan berat untuk Ray. Ia tidak akan pernah bisa melupakan apa yang telah terjadi.
*******
YOU ARE READING
APRIL
ChickLitHi, this is my first ever story on Wattpad, hope u guys enjoy it! This story was inspired by real events and i put a little touch of my imagination on it so u guys could enjoy the story better. Also, as I said earlier this is my first story, so i kn...