Insecurity

3 0 0
                                    

Sinar matahari menembus jendela kamar Ray sehingga menyilaukan Ray yang masih terlelap. Kemarin ia benar-benar ingin menunggu pergantian hari tanpa terlelap. Pikirannya sibuk memikirkan banyak hal, terutama perasaan takut yang masih menyelimuti dirinya. Sebenarnya ia sangat enggan untuk berekolah hari ini, namun ia tidak punya pilihan. Selain apa yang dikatakan Leah padanya kemarin, ia juga tidak punya alasan yang cukup kuat agar mamanya mengizinkannya untuk tidak hadir di sekolah. Mau tidak mau, ia harus menghadapi hari ini apapun yang terjadi.

Dengan malas, ia bangkit dari tempat tidurnya dan membereskannya. Setelah itu, ia pun keluar dari kamarnya dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Rasanya ia benar-benar enggan untuk pergi ke sekolah hari ini, sangat enggan. Ia berharap dirinya akan tiba-tiba sakit hari ini sehingga ia punya alasan untuk tidak hadir di sekolah. Sayangnya, setelah membersihkan tubuhnya dan sarapan, ia justru merasa tubuhnya sangat segar meskipun pikirannya masih sangat kalut.

Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul dua belas. Ia masih berharap agar ada anggota keluarganya yang menyuruhnya untuk tidak perlu hadir di sekolah dan segala macam skenario tidak masuk akal yang ada di pikirannya. Namun nihil, ia harus segera menghadapi kenyataannya seburuk apapun itu.

"Think positive, Ray. Lo pasti bisa! Emang ada yang salah dengan apa yang udah lo lakuin? Lo cuma nyatain aja perasaan lo yang sebenarnya. You tried to be honest with yourself, dan gak ada yang salah dengan itu semua. Tenang, Ray. Tenang," batin Ray.

Mas Yono telah duduk dengan mantap di atas sepeda motor yang biasa ia gunakan untuk mengantarjemput keluarga Ray. Melihat Ray yang seperti tenggelam dengan pikriannya, Mas Yono membunyikan klakson dan mengatakan, "Ayo, dik. Ntar telat lho ke sekolahnya!"

Ray yang akhirnya tersadar dari lamunannya pun segera menghampiri Mas Yono dan duduk di jok belakang sepeda motor tersebut. Setelah memastikan Ray duduk dengan posisi yang aman, Mas Yono pun segera mengemudikan sepeda motor itu ke sekolah Ray. Dalam perjalanannya menuju sekolah, Ray kembali memikirkan banyak hal.

"Hal pertama yang harus gue lakuin setelah sampe sekolah: Cari Leah yang udah nunggu gue di kantin!"

"Apa yang harus gue lakuin kalau pas-pasan sama mereka?"

"Gimana pandangan anak-anak ke gue nantinya? Pasti bakal kayak yang di drama-drama Korea gitu, kan, yang anak yang dibully bakal ditatap sinis gitu?"

"Kira-kira gosipnya tersebar ke guru-guru, gak, ya?"

"Gue udah gak ngomongan sama Rach, Hanna, Jessy dan Grace, trus gue harus ngomong sama siapa di kelas? Masa cuma sama Leah doang?!"

"Akhirnya gue jadi ga punya temen sama sekali. Bagus banget, Ray. Karena kebodohan lo akhirnya kehidupan di sekolah lo jadi begini. Bagus, Ray. Bagus banget."

"Dik, kita udah nyampe," kata Mas Yono. Perkataan Mas Yono membuat Ray agak terkejut. Ia pun segera turun dari sepeda motor dan bergegas menuju ke kantin, tempat dimana Leah menunggunya. Ia tidak percaya akhirnya dia sampai di tempat yang telah membuatnya kehilangan pikiran selama beberapa hari terakhir ini. Sambil menundukkan kepalanya, ia berjalan menyusuri lorong-lorong kecil di sekolahnya yang dapat segera membawanya menuju kantin.

Sesampainya di kantin, ia melihat Leah yang sedang duduk sendirian. Entah bagaimana Leah langsung menyadari keberadaan Ray dan dengan segera menghampirinya.

"Ray, lo gapapa, kan?"

"Gapapa, Li. Ehm, kita langsung naik aja, yuk?"

"Oke. Siapin mental yang kuat, ya, Ray. Firasat gue, sih, semuanya akan baik-baik aja, kok. Jangan khawatir, oke?"

"Semoga."

Mereka pun berjalan bersama ke kelas. Namun, Leah menyadari ada yang berbeda dengan Ray. Tidak seperti biasanya, seorang Ray Utomo berjalan dengan kepala tertunduk, sangat berbeda dengan Ray yang ia kenal selama ini. Merasa kurang nyaman dengan sikap Ray, Leah pun berkata, "Keep your chin up, girl! Lo bukan tersangka dan gak ngelakuin kesalahan apapun, okay? Don't let them divine you!" Mendengar perkataan Leah membuat Ray merasa jauh lebih lega. Ia pun perlahan-lahan mengangkat kepalanya dan berusaha tersenyum kepada Leah.

Kelas sudah ramai saat mereka tiba. Semua orang tampak sedang sibuk sendiri. Ada yang sedang mengobrol dan bercanda, ada anak-anak barisan depan yang sibuk dengan buku-buku bacaan mereka, dan lain sebagainya. Merasa tak ada satupun anak-anak yang terlihat bergunjing tentang dirinya membuat Ray merasa sangat lega. Ternyata semua itu hanya pikiran-pikirannya, ternyata teman-teman sekelasnya tidak seburuk yang ia duga. Namun ia tahu, meskipun tak tampak olehnya orang-orang bergosip mengenai dirinya, mereka pasti sudah tahu apa yang sedang beredar di sosial media dan mungkin hanya berusaha untuk tidak membahas hal tesebut di kelas.

Ray memutuskan untuk duduk dengan Leah. Ia masih merasa canggung dengan Rachel karena kejadian tersebut. Begitu juga dengan Hanna, Jessy, dan Grace. Rachel dan Hanna tampak melihat ke arah Ray dan hendak mengajaknya berbicara. Menyadari hal tersebut, Ray segera memalingkan pandangannya dan berpura-pura tidak menyadari keberadaan mereka.

*****

APRILWhere stories live. Discover now