Another Day, Another Mess

2 0 0
                                    

Pukul sepuluh pagi. Terdengar suara burung-burung berkicau. Kamar Ray yang sejak kemarin gelap gulita, kini mulai ditembus oleh sinar mentari pagi. Ia berusaha membuka matanya, namun penglihatannya lebih kabur dari biasanya dan matanya terasa sangat berat. Dengan malas, ia pun bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju cermin besar di kamarnya. Ray sangat terkejut, karena ia melihat matanya begitu sembab, nyaris tidak terlihat, karena pada dasarnya mata Ray memang sudah tergolong sipit, wajahnya juga membengkak, dan hal lain yang tak kalah mengganggu adalah tubuhnya yang begitu bau. Ia baru teringat bahwa ia tidak sempat membersihkan tubuhnya sejak ia pulang sekolah sebelum akhirnya tertidur kemarin. Karena merasa tidak tahan melihat kondisi dirinya sendiri, ia pun segera membuka pintu kamarnya dan langsung menuju kamar mandi.

Hari ini hari Sabtu. Ia lupa bahwa biasanya mamanya akan berangkat ke kantor lebih lama dari biasanya. Jiwanya yang belum sepenuhnya berkumpul di tubuhnya tidak membantu sama sekali untuk memperbaiki pikiran dan perasaannya yang masih kalut. Ray yang tidak cukup beruntung itu pun akhirnya bertemu dengan mamanya yang baru saja akan berangkat kerja.

"Kamu gak mandi dari kemarin, Ray? Badan kamu bau banget,"

"I, Iya, Ma. Ray lupa,"

"Kok bisa, sih, kamu lupa mandi? Kamu itu habis berkeringat di sekolah dan di jalanan itu banyak banget polusinya, tahu gak, sih, itu jorok banget? Buruan mandi sana!"

"Iya, Ma, ini Ray baru mau mandi,"

"Kok bisa ada anak gadis sekotor itu? Siapa yang mau denganmu nanti? Entah mau jadi apa kamu," kata mamanya dan kemudian pergi.

Ray berusaha tidak menangis saat membersihkan tubuhnya di kamar mandi. Ia mulai menyikat giginya dan mengusap tubuhnya dengan sabun. Namun, saat hendak akan menyalakan air hangat di shower-nya, bukannya air hangat yang keluar, malahan air dingin yang langsung menyembur ke tubuh Ray. Merasa kaget, kedinginan, dan kesal, membuatnya tak kuasa lagi menahan air mata. Tapi, ia hanya dapat menangis secara diam-diam karena tidak ingin menarik perhatian orang-orang di rumahnya. Saat itu, ia benar-benar berharap lebih baik Tuhan mencabut nyawanya saja.

Setelah selesai mandi, ia pun kembali menuju kamarnya. Bibinya yang melihat Ray yang berjalan dengan ekspresi kosong itupun langsung memanggilnya, "Ray, sarapan dulu, yuk." Ray kemudian menoleh ke bibinya, lalu tersenyum, "Ehm, nggak deh, Bi. Ray gak laper." Sontak, bibi Ray langsung meraih tangannya dan menyuruh Ray duduk di meja makan. Ray kaget, karena tidak biasanya bibinya seperti itu, namun ia tidak melawan.

"Makan, Ray. Bibi belum lihat kamu makan sedikit pun dari kemarin. Kamu mau jatuh sakit?" Ray terkejut mendengar perkataan bibinya, sehingga ia terdiam sesaat. Tidak biasanya bibinya itu berbicara setegas itu.

"Ray, makan, ya?" tanya bibi Ray sekali lagi. Sebenarnya, meski tanpa disuruh, Ray sudah makan tanpa sepengetahuan siapapun. Namun ia tidak ingin berdebat panjang lebar dengan bibinya yang sudah pasti akan semakin curiga dengan sikapnya itu. Sehingga, mau tidak mau, ia pun menuruti kata bibinya dan segera melahap sarapannya.

Setelah menghabiskan sarapannya, Ray merasa sedikit lebih baik. Kepalanya mulai dapat berpikir lebih jernih dibandingkan sebelumnya. Ia baru teringat dengan ponselnya yang tidak ia sentuh sama sekali sejak pulang sekolah kemarin. Ia pun kemudian menyalakannya. Begitu menyala, ratusan pesan masuk begitu saja dan membuat ponsel nya tidak berhenti berdering. Akhirnya, dering ponsel tersebut pun berhenti dan Ray mulai membaca pesan-pesan yang masuk.

Bukan hanya pesan, ternyata ada juga puluhan panggilan tidak terjawab. Tangan Ray mulai dingin, ia khawatir tentang apa yang mungkin telah terjadi di dunia maya mengenai kejadian kemarin. Ia pun mulai membuka satu per satu pesan tersebut. Terlihat ratusan pesan masuk yang berasal dari multi chat yang entah sejak kapan membuat Ray tergabung di dalamnya.

APRILWhere stories live. Discover now