07 : Exhausted

890 108 11
                                    

Hanbin menengok jam tangannya. Sudah jam 1 lewat dan Jennie belum datang juga. Apakah dia harus mulai cemas jika sudah seperti ini? Atau haruskah dia memarahi Jennie karena datang terlambat?

Hanbin memanggil pemimpin para kuli dan bertanya dimana keberadaan rekan kerjanya yang cantik dan dingin itu. Namun apa yang dapat diharapkan dari seorang pemimpin Kuli? Dia tidak tahu, pemimpin Kuli itu menggeleng diakhiri senyuman canggung. Hanbin baru saja akan berteriak untuk melanjutkan lagi pekerjaan tanpa kehadiran Jennie, tapi sang pemilik nama yang sedari tadi dipertanyakan keberadaan batang hidungnya sedang berjalan cepat kearah Hanbin.

"Maaf aku ter---" Jennie tak mampu melanjutkan kalimat yang tergantung dibibirnya. Entah mengapa saat ini kepalanya terasa berputar-putar. Dan tanpa dirasa kakinya sudah lemas. Dia hampir terjatuh jika Hanbin tidak sigap menahan massa tubuhnya.

"Ada apa? Kau baik-baik saja?" Tanya Hanbin cepat begitu dia memastikan cengkraman jemarinya pada lengan Jennie kuat dan sekaligus tidak menyakiti sang empunya. Jennie menekan pelipisnya. Lalu kemudian dia mendongak keatas kearah wajah atau lebih tepatnya mata Hanbin. Baru sadar jika saat ini dia sedang berada dalam pelukan Hanbin.

Dengan satu sentakan cepat Jennie melepas kedua tangan Hanbin yang sedari tadi seakan memenjara dirinya. Namun tarikan itu terlalu cepat dan dapat dengan mudah menciptakan kesalah pahaman. Terlalu cepat hingga diotak Hanbin timbul pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik hati kecilnya. Apakah Jennie membenci dirinya ? Punya salah apa dia dengan gadis kecil dihadapannya itu ? Apakah dia pernah berbuat dosa padanya dimasa lalu ? . Terdengar konyol

Hanbin menatap lekat-lekat Jennie yang memaksa untuk  melepaskan tangannya. Mata tajamnya terlihat sayu. Semua orang pasti bisa menebak jika gadis didepannya ini sedang sakit, tapi yang diucapkan Hanbin selanjutnya berbeda

"Kau belum makan?" Tanyanya menyelidik. Arah matanya tak bergeser dari bola mata Jennie. Memastikan jika dia tidak mendengar kebohongan. Karena kata orang mata itu jendela hati. Jennie diam pertanyaan itu tepat sasaran tentunya mengingat pertemuannya dengan Wendy. Jennie tak berani menatap mata itu, mata yang sedari tadi menatap lurus dirinya. Takut jika ketahuan melewatkan makan siang. Tapi kenapa dia harus takut? Hanbin tidak punya hak untuk mengatur gaya hidupnya. Dia juga tidak punya hak untuk melarang Jennie jika itu berkaitan dengan kehidupan pribadi miliknya.

Tanpa seutas kata terucap Hanbin hengkang. Entah kemana dia pergi, dan Jennie memilih untuk mendudukkan dirinya dibangku yang letaknya dibawah pohon yang rindang. Mungkin sebentar lagi pohon itu akan ditebang pikirnya.

Jennie menyandarkan punggungnya. Dia hanya diam. Menikmati angin serta perutnya yang dirasa semakin sakit. Kalau dipikir-pikir dulu dia selalu seperti ini.

Jennie tersentak begitu melihat Hanbin berdiri tegap didepannya. Baru saja Jennie berpikir untuk berdiri tapi kardus persegi panjang sudah lebih dulu ditempatkan dipangkuannya. Jennie merasakan kehangatan menjalar dari kardus itu.

"Bukalah dan makan semuanya, aku tidak tau kau suka donat rasa apa jadi aku membeli semua rasa" Ucap Hanbin sambil menggaruk pipinya.

"Terimakasih" Kata Jennie. Dia menatap sekilas bola mata Hanbin.

"Ini minumnya" Hanbin meletakkan minuman yang tadi juga Ia beli untuk Jennie disisi bangku. Hanbin hanya membeli air mineral, Dia tidak tau Jennie suka minuman apa jadi lebih baik dia membelikan air mineral saja. Siapa yang tidak suka air mineral? Tidak ada.

Hanbin memperhatikan gerakan-gerakan kecil yang dilakukan Jennie untuk membuka kotak donat dipangkuannya. Sepertinya Jennie tersenyum tipis, sangat tipis hingga Hanbin memicingkan matanya untuk memastikan. Setelah memastikan senyumnya itu nyata dan bukan dusta entah kenapa sudut bibirnya berelaksasi. Hanbin kembali menengok jam tangannya.

"Kau makan dan istirahat saja, aku akan kembali kerja" Ucap Hanbin. Dia mewanti-wanti jika saja Jennie berkeinginan untuk melanjutkan kerja. Setelah melihat anggukan Jennie dia segera hengkang. Bukan karena terburu-buru hendak melanjutkan pekerjaan tapi karena wajah imut Jennie. Pipinya terlihat makin mengembang dan itu membuatnya sangat gemas dan tidak tahan untuk mencubit. Karena itu Hanbin segera berbalik sebelum keinginannya meracuni kinerja otak.

Sesuai yang dia katakan, Hanbin kembali melanjutkan pekerjaannya. Sekali-kali dia mencuri pandang kearah Jennie. Eh, bukan sekali-kali tapi seringkali. Melihat Jennie yang makan dengan lahap terbukti pemikirannya benar. Gadis itu belum makan, entah pergi kemana dia tadi saat jam istirahat.

Saat pekerjaannya sudah hampir selesai Hanbin menengok lagi kearah Jennie. Sepertinya dia sudah menyelesaikan acara makan siang. Hanbin segera melangkah dengan pasti kearah Jennie. Kakinya yang panjang membuat jarak yang tadi terasa jauh berkurang dengan cepat. Wajah Jennie yang tadinya terlihat sangat kecil sekarang sudah terpampang nyata di depannya.

Jennie duduk manis menunggu rentetan kata yang akan diucapkan Hanbin. Nafasnya juga teratur keluar masuk dari paru-parunya. Tidak lama hingga dia mendengar dengan jelas untaian kata yang baru saja terluncur dari bibir Hanbin.

"Apa Kau membenciku?"









______________________________________


Saat lidah dan bibir tak lagi mampu berkoordinasi untuk berucap kata
Mata akan menjelaskan segalanya


🍓🍓🍓




Hola,
Maaf ya Author telat update
Kira-kira Jennie benci Hanbin apa ga ya?

ㅋㅋㅋ

See you in the next chapter~

Len adeknya Jennie🍓

DESTINED AUTUMN [JENBIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang