Selamat Membaca!!!
Semoga Suka.***
Keramaian lorong rumah sakit menjadi pemandangan buat mata Alya yang berjalan disisi suaminya. Banyak pasien dan perawat yang berlalu lalang, kadang Alya bergedik sendiri melihat pasien-pasien yang tengah di tangani oleh para perawat. Bukan, ini bukan rumah sakit biasa yang memiliki pasian dengan sakit fisik, namun ini adalah rumah sakit kejiwaan yang merawat mereka-mereka yang memiliki masalah kejiwaannya.
Ini bukan pertama kalinya Alya pergi menginjakan kakinya disini bersama Dimas, namun ini adalah pertama kalinya setelah empat tahun berlalu. Apa tujuan mereka kesini? Jawabannya adalah untuk mengunjungi seorang wanita yang tengah berada di ruangan melati nomor 16. Sosok wanita yang selama ini selaku merasa tersakiti dan terabaikan.
Perlahan Dimas membuka pintu ruangan tersebut dengan hati-hati. Pandangan pertama yang Dimas tangkap adalah seorang perawat tengah membantu wanita penghuni ruangan tersebut memakan obatnya. Kala perhatian sang perawat tertuju padanya saat itu pula Dimas dan Alya mendapat sambutan senyum manis.
"Selamat sore mas Dimas, mbak Alya." sapa Nani perawat yang biasa merawat wanita itu.
"Sore sus." balas Alya disertai senyuman.
"Bagaimana kondisi mama sus?" tanya Dimas sambil menghampiri ranjang pasien.
Ya, yang berada di sana adalah Ambarwati, ibunda Dimas. Beliau dirawat disana semenjak Dimas kuliah, dia mengalami gangguan kejiwaan diakibatkan banyaknya tekanan batin yang ia alami atau bahasa dokternya adalah PTSD. Masa itu Dimas yang selalu dikekang ayahnya memilih untuk keluar meninggalkan rumah menyusahkan ibunya yang selalu kepikiran dan mencemaskannya.
"Beliau baik mas, hanya saja masih seperti terakhir mas kesini tidak ada peningkatan selama 4 tahun ini." terang suster yang berawat bu Ambar sedih.
Dimas menghela nafas lelahnya memikirkan kondisi sang mama. Mungkin ini adalah pilihan yang tepat untuk saat ini. Dimas ingin mencoba untuk merawat mamanya langsung, semalam selesai makan malan Dimas membahas masalah ini dengan Alya yang dengan semangat di setujui oleh istri tercinta. Dimas beruntung memiliki istri yang selalu mendukungnya.
"Ma... Ini Dimas sama Istri Dimas, Alya... Mama ingat kan?" Dimas menatap sendu sang mama sambil mengelus punggung tangannya lembut.
"Dimas?" ucap bu Ambar memastikan.
"Iya ma ini Dimas anak mama."
"Dimaaaasss..." seketika tangis bu Ambar pecah sambil memeluk erat putranya.
"Dimasss sayang jangan tanggalin mama lagi nak!" kata bu Ambar disela isakanna.
"Enggak ma... Dimas gak akan ninggalin mama lagi, Dimas kesini mau jemput mama, kita pulang ya ma?" Dimas merenggangkan pelukannya.
Bu Ambar tak hentinya menangis sambil membelai wajah tampan anaknya. Di mas pun tak merasakan kalau air matanya juga ikut menetes kala melihat genangan air di pipi ibunya itu. Dalam haru Alya memandang pemandangan yang mengundang air mata tersebut.
"Sayang..." panggil Dimas meminta Alya mendekat dengan gerakan tangannya.
"Ma... Mama masih ingat Alya kan? Dia istri Dimas." lanjut Dinas pada ibunya dengan lembut.
"Alya? Mantu mama?" bu Ambar memandang lekat wajah Alya.
"Iya ma... Ini Alya mampu mama." Alya mencium punggung tangan bu Ambar dan melemparkan senyum manis terbaik yang ia punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle
General Fiction5/02/2019 #rank 67 in anak. Warning!! Cerita mengandung beberapa adegan Dewasa. Harap Menjadi Pembaca Bijak! --------------------------- Haruskah hidup kami selalu diataur mereka? Haruskah kami selalu menjadi wayang dalam hidup kami sendiri? Ha...