Segelas susu dan roti tawar selai strowberry sudah tersaji diatas meja makan. Namun, kali ini Elang mengabaikan kedua menu favoritnya itu dengan terus menatap kearah dapur. Pria yang kemarin resmi menjadi seorang suami itu memilih duduk dengan menopang dagu dengan sebelah tangan, sembari menatap punggung wanita yang resmi dinikahinya kemarin itu.
Elang sendiri tak menyangka, Tuhan memang benar bisa membolak-balikkan hati seseorang. Begitupun dirinya, kalau boleh jujur Ariani sama sekali tak pernah masuk dalam kategori gadis idamanya, Elang menyukai gadis yang kekinian. Tapi itu dulu, jauh sebelum Elang mengenal Ariani. Tapi sekarang, tidak lagi. Elang telah merubah kriteria gadis idamannya. Ia suka kesederhanaan gadis itu.
Apalagi pagi ini, gadis yang sudah menjadi wanita seutuhnya itu nampak cantik alami dengan daster tanpa lengan berwarna hitam yang begitu kontras dengan kulit putihnya.
Ariani yang sedang fokus memasak nasi goreng untuk suaminya itu sama sekali tak menyadari, jika sedari tadi pria dingin yang sifatnya sudah mulai melunak itu sedari tadi memperhatikannya.
Dan saat sepasang tangan kokoh melingkari pinggangnya, mau tak mau Ariani tersentak. Bahkan ia sampai menhentikan gerakannya mengaduk-aduk nasi goreng diatas wajan.
Namun ketika merasakan aroma maskulin dari Elang, wanita itu tersenyum.
"Jangan digangguin dong mas."
Ucapnya lembut Elang yang mendengar penolakan halus istrinya tak ambil pusing, bahkan pria tampan berumur 22 tahun itu semakin mengeratkan pelukannya.
Merasa tak diindahkan, Ariani berbalik kemudian berkata " Kalau mas Elang gini terus gimana saya bisa mas....."
Mata Ariani melotot lebar kala merasakan Elang sudah membungkam bibirnya dengan sebuah ciuman. Jantungnya seolah akan melompat saat ini juga. Tapi yang dilakukannya hanya memejamkan mata. Kemudian tangan kecilnya bergerak meremas kaos putih yang dikenakan suaminya.
Namun saat tiba-tiba keduanya mencium aroma gosong, sontak Ariani melepaskan tautan bibir mereka dan menatap prihatin nasi goreng yang sudah gosong itu.
Sementara Elang dibelakang hanya terkekeh ringan tak ambil pusing. Tadinya ia hanya ingin mengagetkan istri cantiknya, tapi bibir tipis berwarna pink alami itu bak magnet yang membuatnya lupa diri.
"Ini gimana dong mas."
Ariani mematikan kompor, kemudian berbalik lagi menatap suaminya yang masih bisa tersenyum lebar itu.
"Nggak apa-apa. Kita bisa delivery." Jawabnya santai.
Ariani yang mendengar itu mencebikkan bibirnya kesal. Bisa-bisanya pria ini masih bisa santai padahal ia belum makan apapun.
"Mas, jangan buang-buang uanglah. Saya kan masih bisa masak buat mas."
Elang yang mendengar itu, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak habis fikir dengan pemikiran istrinya. Bahkan mau seribu kali pun Elang memesan makanan online, hartanya bahkan tidak akan habis 7 turunan. Bukannya Elang sombong, tapi memang kenyataannya seperti itu.
Menghela nafas pelan, Elang memegang kedua bahu istrinya hingga mata mereka bersitatap "Ariani, kamu dengerin aku. Aku bukannya nggak nganggap kamu. Tapi Morning kiss bagi aku lebih penting dari nasi goreng itu."
Ariani yang mendengar itu merasakan banyaknya kupu-kupu beterbangan di perutnya. Ternyata dibalik sikap dingin suaminya, tersimpan keromantisan.
"Dan satu lagi." Ucap Elang membuat dahi Ariani berkerut bingung.
"Jangan lagi make bahasa formal kamu itu. Masa suami istri nggak punya panggilan sayang."
"Jadi harusnya apa mas?." Ariani bertanya dengan wajah polos.
"Ya terserah kamu asal jangan pake kata "saya" itu lagi."
Mau tak mau Ariani mengangguk, membuat Elang tak bisa menahan tangannya untuk tak mengacak pelan rambut istrinya.
****
Elang menghela nafas kasar. Kalau tahu akan semelelahkan ini jadinya, ia lebih memilih menonaktifkan handphonenya ketimbang mengurusi perusahaan. Bagaimana tidak?'Elang masih betah bermanja-manjaan di rumah bersama Ariani, Wijaya sudah menelfonnya untuk ke kantor.
Mau tak mau Elang kesana, dengan tidak rela ia meninggalkan istrinya di rumah demi mengurus berkas sialan didepannya ini. Padahal kan ini baru 2 hari setelah pernikahannya. Kalau perlu, harusnya Wijaya memberinya libur 1 minggu. Tapi itu hanya impian Elang, karena kenyataannya Wijaya sedang sakit dan Radit pulang ke paris untuk mengurus kendala yang dialami perusahaannya disana. Jadi tak ada yang bisa mengurus perusahaan selain dirinya.
"Tahu begini lebih baik gue ngajak Ariani kesini supaya gue nggak bosen." Gerutunya, sambil membuka tumpukan dokumen didepannya. Elang menoleh ke arah pintu, saat mendengar suara ketukan.
"Masuk." Perintahnya.
Tak lama, Rani sebagai sekretarisnya masuk dengan terlebih dulu membungkuk sopan. Mengenal Elang sebagai direktur baru di kantor ini, mereka cukup tahu bahwa sang direktur muda yang memiliki pesona bak dewa yunani itu tidaklah semenarik sifatnya. Karena yang mereka tahu, Elang sangatlah tegas dan pelit senyum.
"Ada yang mau bertemu dengan bapak diluar."
Elang yang sedari tadi sibuk menandatangani dokumen didepannya mendongak.
"Siapa?." Tanyanya.
"Katanya teman lama bapak dikampus."
Meski Elang merasa ada yang aneh, ia tetap menyuruh sang sekretaris membiarkan sang tamu masuk.
Dan disnilah Elang berada, duduk di sofa panjang diruangannya. Menatap sosok wanita yang kini menunduk itu dengan tatapan mencemooh. Meja kaca kecil menjadi penghalang bagi mereka.
"Ngapain lo kesini?." Elang berucap, memecah keheningan yang tercipta. Ia menatap sinis ke arah wanita yang hampir membuatnya menyesal dirundung penyesalan itu.
Sherin mendongak, menatap takut kearah sang mantan kekasih yang kini menatapnya tajam. Sungguh, kalau waktu bisa diulang kembali, Sherin tak akan menghianati pria ini demi Arsa. Tatapan Elang yang dulu menatapnya lembut sudah berubah.
"Aku kesini mau minta maaf sama kamu."
Elang yang mendengarnya bersidekap dada. Sambil berdecih, ia kontan berdiri. Menunjuk ke arah pintu luar sehingga Sherin terkejut.
"Pintu keluarnya disana." Ucapnya dingin, sedingin es.
Sherin ikut berdiri, tangannya hendak menyentuh lengan pria yang masih dicintainya itu. Tapi dengan cepat Elang menepis tangan Sherin. Ia tak akan sudi membuat dirinya disentuh oleh wanita iblis didepannya ini.
"Elang aku mohon. Aku cuma mau minta maaf sama kamu." Mata Sherin berkaca-kaca tapi sama sekali tak membuat pria yang memakai setelan jas abu-abu didepannya ini iba. Justru tatapan muak yang ia dapatkan.
"Gue udah maafin lo. Mending lo cepetan keluar sekarang. Gue sibuk, dan satu lagi." Elang menatap Sherin dengan datar, membuat Sherin merasa suasananya semakin mencekam saja.
"Jangan pernah muncul dihadapan gue lagi." Usai mengatakan itu Elang berbalik, melangkah kembali ke kursi kebesarannya. Tujuannya cuma satu, ingin cepat menyelesaikan pekerjaan nya dan pulang bertemu sang istri.
Sherin yang melihat sikap Elang yang memang sudah sangat membencinya itu tak bisa berbuat apa-apa. Wanita yang perutnya semakin membuncit itu segera pergi dari ruangan Elang dengan perasaan sakit hati. Ia menyesal, sudah menghianati Elang. Dan yang lebih menyakitkan lagi, pria yang dulu pernah mencintainya itu tak lagi mau melihat dirinya lama-lama.
Sungguh, karma memang ada. Dan Sherin sekarang merasakannya. Ayah dari anak yang dikandungnya di penjara. Ia kehilangan cintanya. Dan yang lebih miris, sampai sekarang papanya tidak pernah mau mengajaknya bicara. Beliau sudah terlanjur kecewa dengan kelakuan Sherin yang sudah mencoreng nama baik keluarga besarnya.
Sherin sungguh ingin mati sekarang juga. Tak ada alasan baginya untuk hidup. Tapi ketika ia menatap perutnya, wanita yang pernah menempuh pendidikan di negeri paman sam Amerika itu menangis.
"Maafkan mama nak, mama janji akan menjaga kamu sampai kapanpun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Takdir
Teen FictionAriani Melodia, gadis cantik nan sederhana yang baru saja dihianati sang kekasih dihadapkan dengan pilihan sulit, kala wanita paruh baya yang ia tolong dalam kecelakaan memintanya untuk menikahi putra semata wayangnya sebelum ia meninggal. Lantas ap...