Sedikit rasa berawal luka

2.3K 85 0
                                    


"Mas Elang?."

Cicit Ariani terkejut melihat Elang yang sudah berdiri menjulang didepannya.

Sejak kapan mas Elang disini? Apa dia mendengar semuanya?

Entah kenapa, Ariani tiba-tiba merasa takut kalau Elang salah paham dengannya. Ariani bahkan kesulitan menelan ludah melihat tatapan Elang yang tidak seperti biasanya.

"Mas Elang, ak...."

Ariani merasa tangannya ditarik secara tiba-tiba. Dan didetik itu juga matanya melotot mendapati Elang sudah merengkuh tubuhnya dalam sebuah pelukan. Ariani memejamkan mata, membiarkan air matanya menetes didetik itu juga. Isakan kecil yang baru pertama kali ini diperlihatkannya didepan pria ini tak ia pedulikan. Ariani merasa bingung, kenapa ia mau menunjukkan kelemahannya didepan pria yang membuatnya begitu nyaman dalam rengkuhannya itu.

Elang menepuk pelan bahu Ariani, berusaha menenangkan gadis yang kini bergetar kuat seiring isak tangisannya yang menyayat hati.

"Udah tenang?." Bisiknya disela-sela pelukannya. Ariani mengangguk, melerai pelukan mereka.

Mata Elang menatap tepat manik mata gadis itu. Ada sorot kesedihan disana. Dan Elang tak cukup tahu apa itu. Tapi satu hal yang pasti, tatapan terluka begitu mendominasi dan anehnya itu membuat Elang memejamkan mata menahan gelegak amarahnya. Ia tak suka melihat gadis ini menangis didepannya.

Banyak dari diri Ariani yang tak Elang tahu, tapi melihat gadis itu yang terlihat sedih, Elang tak ingin mengungkitnya. Biarlah ia seakan-akan tak tahu. Yang terpenting baginya menenangkan gadis yang menangis ini lebih utama.

"Ayo kita pulang." Elang merangkul gadis itu menuju parkiran.

Sesampainya dirumah, Elang mematikan mesin mobil kemudian melepas seatbelth, ia kemudian menoleh. "Udah nyampe, ayo tur...."

Perkataan Elang terjeda melihat gadis itu tengah tertidur begitu damai. Ada bekas air mata yang sudah mengering dipipinya, tapi itu sama sekali tak mengurangi kecantikan Ariani yang bodohnya baru Elang sadari. Cukup lama Elang hanya berdiam diri sambil menatap gadis yang kini tertidur begitu damai disampingnya. Elang jadi mengingat pertemuan pertama mereka dirumah sakit, dan waktu itu ia mengira Ariani adalah gadis licik yang mengincar simpati ibunya, tapi ternyata tidak. Bahkan gadis ini setuju memikah dengannya meski sikap Elang begitu dingin.

"Maafin gue Ariani."

****

Ariani terbangun dari tidurnya, mengerjap beberapa kali guna memperjelas penglihatannya. Gadis itu mengernyit, mendapati dirinya tertidur dikamarnya. Seingatnya, kemarin dia berada dimobil Elang kemudian dia tertidur.

Apa Elang yang membawanya kesini?

"Aku minta kamu dengerin aku dulu sayang."

"Apalagi yang mau kamu jelasin ha?."

Suara itu berasal dari ruang tamu. Seketika Ariani beranjak dari tidurnya, membuka pintu kamar dan mendapati Elang dan Sherin tengah bertengkar.

"Aku mohon dengarin penjelasan aku dulu sayang." Elang mencoba menjelaskan, pria itu bahkan sudah memegang kedua tangan Sherin berharap gadis itu mau mendengarkan perihal alasan pernikahannya dengan Ariani.

Sherin yang melihat Ariani berdiri tak jauh darinya itu kemudian tersulut emosi. Dengan langkah lebar, ia melangkah ke gadis itu. Ariani yang tak tahu apa-apa sontak merasakan pipinya memanas kala Sherin menamparnya.

Elang yang melihat itu sontak saja lansung menghampiri mereka.

"Apa yang kamu lakukan Sher?." Bentak Elang kepada Sherin yang membuat gadis itu menatap Elang tak percaya. Selama berpacaran dengan Elang, tak pernah sekalipun pria itu membentaknya. Tapi sekarang, Elang melakukannya hanya karena gadis miskin itu.

"Oh, jadi sekarang kamu belain dia dibanding aku? Sherin menunjuk Ariani dengan tatapan benci. Sama sekali tidak ada raut bersalah darinya. Elang memejamkan mata, meredakan gejolak emosi yang muncul.

" Aku mohon kamu dengerin aku." Elang memegang kedua bahu Sherin bermaksud meredakan emosi Sherin.

"Mau dengerin apa ha? Dengerin kamu yang bilang sudah menikah dibelakang aku? Aku benci sama kamu Elang. Aku benci."

Sherin menangis tersedu-sedu. Gadis itu bahkan sudah memukul-mukul dada Elang berulang kali. Sherin cukup terkejut ketika menginap diapartemen Arsa, pria itu mengatakan bahwa Elang sudah menikah. Jelas saja Sherin merasakan amarahnya berada dipuncak ubun-ubun. Untung saja, Arsa menghiburnya dengan alkohol. Jadinya gadis itu tak telalu sedih. Sementara itu, Elang hanya diam, membiarkan gadis ini melampiaskan emosinya. Memang disini ialah yang bersalah.

"Kamu menghianati aku. Kamu menikah dibelakang aku. Hiks.....akh...." tiba-tiba Sherin memegang perutnya sambil meringis kesakitan. Elang maupun Ariani sama-sama terkejut.

"Kamu kenapa Sher?." Tanya Elang khawatir. Ia ikut berjongkok didepan Sherin yang tengah meringis sambil memegang perutnya.

"Perut aku sakit Elang. Sakit...." lirihnya.

"Kita kerumah sakit ayo." Dengan sigap, Elang menggendong Sherin menuju mobil. Saking paniknya, Elang bahkan tak seidikitpun menoleh melihat Ariani yang bahkan hanya bisa melihatnya perlahan menjauh termakan jarak.

Tanpa sadar, air mata Ariani menetes. Hatinya sakit, menyadari jika Elang begitu mencintai Sherin.

"Buang perasaanmu jauh-jauh Ariani."

Bukan Salah TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang