Harapan yang terkabul

2.5K 78 0
                                    

Ariani yang sedang duduk dengan mata fokus memandang foto pernikahannya dengan sang mantan suami yang berada di genggaman tangganya itu tersentak ketika mendengar pintunya diketuk dari luar. Bahkan saking tidak sabarannya, Ariani merasa jika pintu rumahnya yang sudah reot itu akan roboh jika ia tak bergegas untuk membukanya.

Ariani berjengit samar menatap Sherin didepannya. Satu bulan tak bertemu dengan calon istri dari mantan suaminya itu membuat perubahan signifikan pada wanita itu. Ariani menyadari jika tubuh Sherin sedikit berisi dan juga perutnya sudah mulai membuncit. Ariani tersenyum miris, menatap perut Sherin yang mana didalamnya terdapat anak dari Elang.

"Silahkan masuk mbak." Ucap Ariani mempersilahkan wanita yang sebentar lagi akan menggantikan posisinya itu kedalam rumah.

"Ada perlu apa yah, mbak?."

"Nggak perlu basa-basi yah. Kedatangan gue kesini cuman mau ngasih sesuatu sama lo." Sherin tersenyum lebar, kemudian merogoh tas mahalnya guna mengeluarkan sebuah undangan berwarna merah jambu yang dihiasi pita disisi kanannya.

Ariani yang sedari tadi memperhatikan keantusiasan dari wanita hamil didepannya ini menegang kaku kala Sherin menyodorkan undangan itu untuknya. Ariani jelas tahu, kemana arah pembicaraan Sherin.

"Ini undangan pernikahan gue sama Elang. Pernikahannya besok, dan gue harap lo turut hadir dihari bahagia gue dan juga Elang." ucap Sherin dengan menekankan nama pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya itu. Kembali mempertegas bahwa Elang bukan lagi milik Ariani melainkan miliknya.

Ariani hanya mampu tersenyum paksa menerima undangan itu. Sebentar lagi Elang akan menjadi suami dari Sherin.
Mendadak Ariani kesulitan menelan ludah. Jantungnya mendadak lumpuh mendengar sebentar lagi Elang akan bahagia dengan wanita lain.

Kenapa rasanya sakit sekali?

"Mbak tenang saja. Saya pasti akan datang." Lirihnya hampir seperti bisikan.

Sherin yang duduk berseberangan dengan Ariani tentu saja sangat senang, melihat ekspresi dari gadis yang paling ia benci ini mendadak pucat karena undangan pernikahannya. Sherin sungguh tak sabar menunggu besok. Pasti akan sangat menyenangkan melihat wajah terluka Ariani ketika ia dan Elang akhirnya bersanding dipelaminan.

"Oh iya, bagaimana kabar mas Elang?."

Ariani bertanya, ingin menjawab keingintahuannya mengenai keadaan pria yang sangat dicintainya itu. Pasalnya setelah mereka bercerai, Ariani maupun Elang tak pernah lagi saling mengabari. Bukan karena Elang melupakannya, hanya saja Ariani sengaja mengganti nomor telfonnya guna menghindari pria itu.

Ariani sadar betul. Jika seharusnya ia tak lagi berhubungan dengan mantan suaminya itu.

"Elang baik, justru sekarang dia terlihat lebih bahagia." Ucap Sherin bernada bangga. Seakan menyindir Ariani kalau Elang sangat bahagia usai mereka berpisah. "Lagipula semenjak anak diperut gue ini mulai aktif, Elang menjadi sosok yang lebih siaga. Katanya gue nggak boleh terlalu capek." Sherin kembali berceloteh, dibarengi dengan gerakan tangannya yang mengusap lembut perutnya.

Ariani tersenyum miris melihat itu. Apa lagi setelah mendengar penuturan Sherin tentang kebahagiaan Elang, Ariani merasa hatinya hancur berkeping-keping.

Secepat itu mas Elang melupakannya?

Sementara Sherin yang sibuk memperhatikan raut wajah Ariani bersorak riang dalam hati. Karangan bebas yang diceritakannya itu benar-benar ditelan mentah-mentah oleh gadis kampungan itu. Buktinya saja, Sherin melihat mata Ariani sudah berkaca-kaca.

"Oh iya, gue pergi dulu yah. Pasti Elang udah nungguin gue dirumah." Sherin berdiri, kemudian melenggang pergi usai mendapat anggukan dari Ariani.

Saat punggung Sherin hilang dibalik pintu, Ariani yang  semula duduk itu kini merosot dilantai dengan tatapan kosong. Satu tetes air mata menjadi bukti mutlak, akan kesakitan hatinya saat ini.

 Satu tetes air mata menjadi bukti mutlak, akan kesakitan hatinya saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


****

Disebuah gedung mewah yang telah didekor dengan begitu indah itu dimeriahkan oleh para tamu undangan yang rata-rata merupakan kolega bisnis dari Wijaya. Tak ketinggalan para keluarga Sherin yang juga berasal dari keluarga terpandang seperti Elang. Sorot kamera terus saja mengintai menjelang acara pernikahan yang sebentar lagi akan dilaksanakan oleh Sherin Malaika dan Elang Perwira itu.

Ada banyak beragam komentar dari para tamu undangan yang hadir, ada yang mengagumi kecantikan pengantin wanita yang sedari tadi sudah digiring masuk oleh ibunya. Bahkan banyak pula komentar nyinyir mengenai pernikahan dadakan Elang setelah 1 bulan bercerai dari mantan istrinya.

Tapi bagai anjing menggonggong kafilah berlalu, Sherin tak memusingkan komentar itu. Yang terpenting sebentar lagi ia akan menyandang status Nyonya Elang Perwira. Dan yang terpenting anaknya bisa mendapat pengakuan.

Sementara itu, disebuah ruangan masih didalam gedung yang sama, Elang sudah rapi dengan setelan tuxedo nya. Tak ada senyum yang menghiasi wajah rupawan bak dewa yunani itu. Bahkan Elang berharap, ada gempa dadakan yang menghantam tempat ini sehingga ia batal menikah.

Tapi itu terlalu imaginasi

Elang mengusap wajahnya frustasi, masa bodoh dengan para sanak keluarganya yang bergantian memanggilnya untuk segera keluar, karena sebentar lagi ijab kabul akan segera diadakan.

"Elang, kamu masih disini? Orang-orang udah pada nungguin kamu loh."

Laras yang menggendong putri kecilnya sudah berdiri diambang pintu. Elang tersenyum, sangat dipaksakan.

"Apa nggak bisa pernikahan ini dibatalin kak.?"

Ucapnya menatap kakak sepupu yang sudah ikut duduk ditepi ranjang disampingnya. Dengan lembut, Laras menepuk pelan bahu kokoh sepupunya itu. "Kakak tahu kamu tidak menginginkan ini terjadi. Tapi kamu juga nggak mungkin kan lari dari masalah ini?."

Elang menghela nafas pelan, sembari berfikir matanya fokus menatap seraut wajah mungil digendongan kakak sepupunya yang sedari tadi tersenyum menggemaskan.

Mengangguk pelan, Elang akhirnya melangkahkan kakinya dengan begitu berat ketempat dimana sebentar lagi ia akan menjadi milik Sherin selamanya.

Elang menatap Sherin yang sudah lebih dulu duduk ditempat yang disediakan. Wanita itu begitu antusias dengan pernikahan ini. Bahkan semua dekorasi yang ada digedung ini adalah idenya. Elang tak pernah ikut andil, karena sedari awal ia memang tak menginginkan pernikahan ini.

Tiba-tiba Elang memikirkan Ariani. Bagaimana keadaan dari gadis itu? Apa suatu saat nanti ia juga akan siap melihat mantan istri yang sangat dicintainya itu bersanding dipelaminan dengan laki-laki lain?

"Bagaimana pak, bisa kita mulai acaranya?."

Elang tersentak, kemudian menatap penghulu yang bertanya kepada Wijaya selalu orang yang ditertuakan dikeluarga besar Perwira. Hanya sebuah anggukan sebagai jawaban dari pria paruh baya yang nampak tidak selera menghadiri pernikahan ini.

"Saya nikahkan dan kawinkan Engkau saudara Elang Perwira binti Adam Perwira dengan Ananda Sherin Malaika binti Gunawan Ali dengan mas kawin perhiasan emas dan kitab suci al-quran dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan....."

"TUNGGU......"




Bukan Salah TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang