Musuh Bebuyutan

2.5K 85 1
                                    

"Lo punya pembantu cakep begitu kok nggak bilang-bilang sih Lang." Ucap Andreas sambil sesekali melirik Ariani yang tengah membereskan meja makan. Mereka baru saja makan siang, mines Sherin. Karena gadis itu buru-buru pulang karena ada urusan mendadak.

Mata Elang fokus memainkan game di smartphonenya, tapi tetap menimpali ucapan sahabatnya. "Sejak kapan gue harus laporan sama lo?." Ucapnya, acuh. Andreas mendengus, sembari mencemot kue keju didalam toples.

"Udah punya pacar belum nggak Lang?."

Elang yang mendengarnya menoleh, menatap tajam sahabatnya setajam silet. Meski ia tidak menyukai Ariani, tapi tetap saja gadis itu adalah istrinya.

"Jangan macam-macam yah Ndre. Dia itu nggak pantes sama playboy kayak lo." Sembur Elang tak suka. Andreas yang mendapat semburan bernada pedas itu sontak memicing menatap Elang. Selama mengenal Elang, tak sekalipun sahabatnya itu mengurusi kisah cintanya, apalagi sampai melarangnya untuk medekati seorang gadis.

"Jangan bilang, lo juga suka lagi sama Ariani?."

Elang yang mendengar itu sontak memalingkan wajahnya dari tatapan menyelidik Andreas. "Apaan sih lo. Mana mungkin gue suka sama pembantu kayak dia. Lo lihat dong, mana bisa gue berpaling dari Sherin ke Ariani. Hahaha ada-ada aja lo Ndre!." Usai mengatakan itu ia kemudian tertawa. Mana mungkin dia menyukai gadis dengan tampilan seperti Ariani.

Dan Elang tak menyadari, ada sepasang telinga yang mendengar perkataannya itu cuma bisa tersenyum kecut menyadari posisinya yang bukan siapa-siapa.

"Syukurlah kalau lo nggak suka. Berarti nggak ada rintangan buat gue ngedeketin dia." Ucap Andreas tersenyum senang. Dia menyukai Ariani yang polos dan sederhana. Padahal, kalau dibandingkan dengan para mantannya yang aduhai, Ariani tidak ada apa-apanya. Tapi serasa ada sesuatu dalam diri gadis itu yang membuatnya berbeda dan yang pasti lebih istimewa dari semua jenis wanita yang pernah dipacari Andreas.

Sementara itu, Elang yang mendengar penuturan Andreas hanya mengendikkan bahu acuh. Tak perduli jika Andreas mau mendekati Ariani, yang pastinya akan ia sesali suatu saat nanti.

****

Ariani yang sedang menyiapkan sarapan pagi menoleh menatap Elang yang terlihat menuruni anak tangga. Kamar mereka memang berbeda, Elang dilantai atas sementara Ariani dilantai bawah.

Sedari awal, keduanya memang sudah sepakat, jika pernikahan mereka hanya sekedar status belaka. Meski begitu, Ariani tetap melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.

SREKK

Bunyi decitan kursi yang ditarik Elang menjadi bukti bahwa pria itu sudah selesai memakan nasi goreng buatan Ariani. Setelahnya, ia meraih segelas susu disampingnya dan meneguknya sekali hingga tandas. Diam-diam, Ariani yang menyaksikan itu hanya mampu menahan tawa melihat tingkah Elang yang menggemaskan itu.

Satu minggu tinggal bersama Elang, Ariani baru tahu jika pria yang sedang melap mulutnya dengan tisu itu memiliki hobi minum susu di pagi hari.

"Gue pergi dulu." Ucapnya menatap Ariani sekilas yang hanya dibalas anggukan dari gadis itu. Tak ada kecupan, seperti yang sering dilakukan suami istri pada umunya. Keduanya begitu asing satu sama lain. Serasa ada dinding kokoh yang membatasi keduanya.

Ariani kemudian mengikuti Elang sampai didepan pintu. Ketika pria itu sudah berdiri disamping mobilnya, spontan Ariani berseru. "Hati-hati."

Elang yang mendengarnya berbalik. Menatap datar gadis yang selalu saja tersenyum kepadanya itu. Ada perasaan hangat menjalar di hatinya ketika kembali mendapat wejangan serupa seperti yang kerap dilakukan almarhum ibunya semasih hidup dulu.

🍊🍊🍊

Seorang pria terlihat tengah mengepulkan asap rokok dibalik kemudi mobilnya. Sesekali ia memejamkan mata sambil menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan mengikuti alunan lagu yang diputar diradio mobilnya. Tapi seketika aktivitasnya itu terhenti kala ia menatap mobil hitam yang baru saja terparkir di samping mobilnya.

Ketika Elang perwira, keluar dari mobilnya sontak saja pria yang tengah mengepulkan asap rokoknya itu keluar dari mobilnya.

"Wetssss, ternyata idola dari kampus kita tercinta ini baru saja berduka cita." Sindirnya membuat Elang yang berjalan mendahuluinya berbalik dengan tatapan  tajam. Tapi pria yang masih bersidekap dada didepan mobilnya itu hanya tersenyum miring kemudian kembali berujar "Perlu dirayain dimana?." Ucapnya membuat Elang yang sedari tadi menahan emosi memberikan satu pukulan telak diwajahnya.

Sontak saja, kejadian itu memancing perhatian dari para mahasiswa-mahasiswi dikampus. Ketika dua orang yang sudah dari dulunya menjadi musuh bebuyutan itu kembali beradu fisik.

Baru saja Elang kembali ingin memukuli wajah pria itu yang kini terkapar dilantai, sebuah tangan menghentikan aksinya. "Lang apa-apaan sih lo. Pagi-pagi udah mukulin anak orang." Ucap Andreas melerai pertikaian itu.

"Kalau dia nggak ngehina nyokab gue mana mau gue ngeladenin orang nggak penting kayak dia." Ucap Elang sembari menatap penuh benci kearah pria itu.

Andreas yang mendengar itu menghela nafas kasar. Ia tak menyalahkan Elang, karena kalau dia berada diposisi Elang pastinya dia juga akan melakukan hal yang sama ketika ibunya dihina. Apalagi ibu Elang baru saja meninggal.

"Sebaiknya kalau lo nggak suka sama Elang jangan nyari gara-gara mulu lah Arsa." Andreas menasihati pria yang hanya menyeringai menatap kemarahan Elang itu.

"Ayo Lang. Kita cabut." Andreas kemudian menarik tangan Elang menjauh dari musuh bebuyutannya itu.
Sementara pria yang dipanggil Arsa itu hanya mampu mengepalkan tangan kuat, kemudian bibir yang semula terkatup rapat itu menyunggingkan seringaian licik yang pastinya akan membuat orang yang melihatnya menjadi takut.

"Tunggu pembalasan gue Elang perwira."

Bukan Salah TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang