Terlambat menyadari

2.2K 69 3
                                    


Hening

Hanya ada keheningan yang menemani ketiga orang yang masih bertahan dalam posisi berdirinya itu. Setelah Sherin memutuskan pergi setelah membuat kekacauan dengan berita kehamilannya, tak membuat ketiga orang itu beranjak dari posisinya.

"Sebenarnya ada hubungan apa diantara kalian berdua?."

Andreas memecah kebisuan yang ada. Merasa hatinya ada yang janggal melihat Ariani yang kini hanya menatap lurus dengan tatapan kosong. Apa pembantu harus bersikap terluka atas perbuatan majikannya seperti itu?

"Kami suami istri. Maafin gue Ndre."  Bukan Ariani yang menjawab, tapi Elang.

Andreas merasa hatinya berdenyut sakit didetik ini. Kenapa ia harus mencintai istri dari sahabatnya sendiri. Matanya kontan menatap Elang. Ada kejujuran dibaliknya, dan itu semakin membuat Andreas serasa ditampar kenyataan.

"BANGSAT."

Lagi, Andreas memukul wajah Elang hingga pria itu tersungkur ke lantai. Puncak kemarahan Andreas berada dilevel ini. Ariani yang melihat itu memekik, kemudian menghampiri Elang.

Andreas memejamkan mata, menahan kecemburuan dan rasa marah didasar hatinya. Andreas bukan orang bodoh yang tak menyadari, jika Ariani memiliki cinta yang lebih kepada Elang.

"Kenapa dari awal lo nggak bilang Lang? Lo bilang ke gue kalau Ariani pembantu lo. Tanpa sadar, lo udah menyakiti dua hati Lang."

Usai menagatakan itu Andreas memilih pergi, membawa patah hati teramat sangat yang menikam dasar hatinya. Sungguh, sebagai seorang playboy yang malang melintang dengan banyak perempuan, tak pernah sekalipun pria bermata sipit itu merasakan patah hati seperti ini.

Sementara itu, Elang dan Ariani sama-sama terdiam. Elang yang merasa menjadi orang yang paling jahat disini merasakan penyesalan. Andai ia bisa memutar waktu, ia mungkin akan menolak ajakan Sherin malam itu, dan juga tak menyakiti hati sahabatnya. Sementara itu, Ariani yang berada disamping Elang, hanya mampu menatap kepergian Andreas dengan penuh tanda tanya.

Menyakiti dua hati? Apa maksudnya?

Ariani kemudian berdiri, tapi terhenti karena cengkraman Elang di lengannya.

"Gue mohon percaya sama gue Ariani. Gue ngerasa nggak per...."

"Sudah cukup mas." Ariani menatap Elang dengan raut lelah. Menegaskan pada pria itu kalau sudah vukup selama ini ia bertahan dengan situasi seperti ini. Biarlah Ariani berkorban dan menyakiti perasaan nya sendiri, ia masih punya hati untuk tak membiarkan bayi tak berdosa yang dikandung Sherin terabaikan dan tak diakui oleh ayahnya sendiri.

"Mungkin memang kita harus mengakhiri pernikahan ini mas."

Bodoh, mulutnya berkata sekuat itu tapi hatinya bertolak belakang. Elang yang mendengar itu menggeleng. Pria itu menangis. Ariani sempat terkejut melihat itu. Lantas memilih pergi meninggalkan Elang yang masih terpaku di posisinya.

Seumur hidup, Elang hanya pernah menangis setelah kepergian ibunya. Tapi kali ini ia kembali menangis karena sosok gadis yang kini berstatus istrinya itu.

Kenapa dia baru menyadari akan perasaannya sekarang?

"Apa lo akan percaya, kalau gue bilang sejujurnya kalau gue udah mulai mencintai lo, Ariani?."

Elang berteriak lepas menyuarakan suara terdalam dari hati yang selama ini coba ia abaikan. Ariani berhenti melangkah, ada perasaan hangat menjalari hatinya mendengar seorang Elang Perwira, yang selama ini tak pernah menganggapnya mengutarakan cinta kepadanya.

Tapi kenapa baru sekarang?

"Kamu terlambat mas. Terlambat." Lirih Ariani dengan suara bergetar hebat. Meyakinkan keputusan yang diambilnya sudah tepat, gadis itu memilih berlalu kekamar. Menutup pintu dengan keras, menguncinya. Kemudian menghempaskan diri ke ranjang king size nya dengan suara isakan tertahan yang begitu menyayat hati.

****

"Kamu memang hebat Sher. Akting kamu mumpuni. Buktinya aja Ariani sampai menyuruh Elang buat nikahin kamu. Pastinya setelah mereka bercerai." Arsa tertawa puas, menenggak kembali gelas alkohol yang tinggal sedikit itu.

Rasanya ada kepuasan tersendiri baginya mendengar cerita dari Sherin kalau rencananya berhasil. Sungguh, Arsa menginginkan hari perceraian Elang dan Ariani tiba. Dengan begitu, ia akan leluasa mendapatkan kembali hati Ariani.

Sherin yang mulai kehilangan kesadaran karena alkohol itu sontak tertawa, kemudian menyuruh pelayan untuk kembali mengambilkannya alkohol.

"Siapa dulu dong." Sherin menepuk-nepuk dadanya bangga. Sama seperti Arsa, ia juga ingin segera menunggu hari dimana ia dan Elang segera menikah. Dengan begitu, ia bisa memiliki pria itu selamanya, dan anak yang dikandungnya juga bisa memiliki Ayah.

"Yaudah, sekarang kita pulang. Sebelum kamu benar-benar pingsan disini." Arsa kemudian merangkul bahu Sherin, menggiring wanita itu menuju parkiran.

Bagi mereka, tak ada yang lebih bahagia ketika seseorang yang kita cintai bisa kembali kita miliki, meski jalan yang diperoleh itu salah.

Bukan Salah TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang