Wijaya menatap kedua pasangan pengantin baru yang duduk berdampingan didepannya. Meja kaca yang berada ditengah menjadi jarak pemisah bagi baginya dengan kedua pasangan itu. Ariani yang merasa kikuk sebab sedari tadi tangan Elang merangkul bahunya. Ariani faham, jika Elang dan dirinya harus bersandiwara didepan kakak dari almarhuma ibu Elang ini.
"Apa Elang memperlakukan mu dengan baik Ariani?."
Ariani yang mendapat pertanyaan seperti itu kontan menoleh. Didapatinya sorot mata Elang yang menatapnya dengan senyum teramat manis. Ariani merasa jantungnya akan meledak saat ini juga. Ariani merasa aneh dengan akhir-akhir ini. Apalagi saat kedua pasang mata tajam milik Elang menatapnya, hatinya seolah dialiri listrik.
Elang semakin mengeratkan rangkulannya dibahu istrinya. Mengikis jarak diantara mereka sehingga semakin lengket. Bahkan tangannya sudah berpindah memeluk pinggang Ariani yang membuat gadis mungil itu seketika menegang kaku. Elang memang pandai bersandiwara, Ariani mungkin harus memberinya penghargaan sebagai aktor terbaik. Rio Dewanto, Joe Taslim, bahkan Leonardo Decaprio lewat. Terbukti dari senyum yang terukir semakin lebar dari wajah pria paruh baya didepan mereka saat ini.
"Mas Elang baik kok om. Dia sosok suami yang sangat pengertian."
Elang terperangah, tak menyangka Ariani akan memuji dirinya setinggi itu. Wijaya mengangguk-nganggukkan kepalanya, kemudian menyeruput teh yang tersaji diatas meja. Ia merasa kedua pasangan pengantin ini memang sudah saling mencintai. Ada perasaan lega tersendiri dalam hatinya.
"Syukurlah. Om sangat lega mendengarnya. Oh iya, kedatangan om kesini mau mengundang kamu menghadiri ulang tahun perusahaan. Disana om juga akan mengumumkan kepada semua orang kalau kamu yang akan memimpin perusahaan itu Elang."
"Tapi om, pengetahuan Elang masih sangat minim. Takutnya, perusahaan justru akan terpuruk dalam kendali Elang." Ujar Elang dengan mimik serius. Sewaktu ibunya masih hidup, dia memang sudah mengatakan kepada Elang bahwa perusahaan itu akan menjadi miliknya. Tapi Elang merasa belum siap. Ia takut, kalau perusahaan yang dirintis oleh almarhum papanya itu hancur karena dirinya.
Wijaya tersenyum menenangkan. "Kamu tenang saja, om sudah bilang ke Radit kalau dia akan membantu kamu sampai kamu bisa. Lagipula kamu akan wisuda sebentar lagi."
Kalau sudah seperti ini tak ada yang bisa dilakukan Elang selain mengangguk. "Oh iya, kamu juga harus datang Ariani. Om akan memperkenalkan kamu disana."
Ariani kontan terkejut. Ingin menolak, takut pria paruh baya didepannya tersinggung. Tapi kalau ia datang, apa Elang tak akan malu mengakuinya sebagai istri di depan umum?
Genggaman lembut ditangannya membuat Ariani terkesiap. "Om tenang saja. Kita berdua pasti akan datang kesana. Iyakan sayang?."
Demi tuhan, Ariani merasa pasokan oksigennya menipis didetik ini. Tak habis fikir, bagaimana pria dingin yang berstatus suaminya itu bisa bersandiwara semeyakinkan ini. Tak tahukah dia kalau jantung Ariani seakan ingin melompat saat ini juga?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Takdir
Novela JuvenilAriani Melodia, gadis cantik nan sederhana yang baru saja dihianati sang kekasih dihadapkan dengan pilihan sulit, kala wanita paruh baya yang ia tolong dalam kecelakaan memintanya untuk menikahi putra semata wayangnya sebelum ia meninggal. Lantas ap...