(2) Bertemu

1.3K 152 15
                                    

89:15:28:36

Pengar.

Itu hal yang pertama kali Derana rasakan saat ia tersadar dari tidurnya. Hal keduanya?

Sunyi.

Ketiga?

Kebas.

Gue... gak meninggal, kan? tanyanya dalam hati. Sumpah, Rana ga berani buka mata. Takut kalau buka mata ternyata dia ada di Surga.

Eh, ga deh. Ada di neraka.

Tubuh Rana langsung terduduk tegap. Masih dengan mata tertutup, gadis itu merapatkan kedua tangannya dan berdoa.

"Tuhan, maafin Rana kalo selama ini Rana masih suka bandel, jarang doa, jarang berbuat baik ke sesama, masih suka ga nurut orang tua. Tapi please... Rana gamau masuk ke neraka. Ke Surga aja, ya? Dapet rumah paling jelek juga gapapa deh, yang penting ga ke neraka. Ya? Maafin Rana, Tuhan..."

"...lo ngapain?"

"Lah, Tuhan, Rana di Surga? Kok Rana bisa denger suara Tuhan?"

Javier yang tengah tertidur terpaksa mengangkat kepalanya lalu berdecak kesal saat melihat gadis itu menutup mata. "Makanya, itu mata di buka dulu baru ngomong. Mata masih nutup gitu malah ngarepin ke Surga. Baru juga kemaren minum-minum."

Mata Rana langsung terbelalak tapi kemudian menyipit, menghindari cahaya matahari yang langsung memasuuki matanya. Jadi, dia ga di Surga? Lalu dimana?

Perlahan matanya bisa menyesuaikan dengan cahaya di ruangan itu. Rana berusaha mengingat tempat yang ia tempati sekarang. Nampak asing, tapi familier.

"Gue dimana?" tanya Rana sembari melihat ke sekeliling.

"Lo masih di bar yang kemarin."

Dalam satu detik gadis itu langsung menengok ke arah sumber suara. Suara yang berat, namun bisa melelehkan siapapun yang mendengarnya.

Seseorang dengan kemeja hitam lengan panjang sedang merebahkan kepalanya persis di seberang Rana. Perawakannya lumayan, bisa dibilang diatas rata-rata.

"Lo...siapa?"

Javier mengangkat kepalanya, memandang gadis itu, lalu mengelus kepala Rana. "Gue masih ngantuk, tidur lagi, gih!" ucap Javier lalu kembali merebahkan kepalanya.

Rana membatu. Pria itu baru saja mengelus kepalanya?  Siapa ngana berani pegang-pegang pala ko?!

Eh, buka itu yang terpenting.

Rana menggoyangkan tangan pria di hadapannya. "Weh, gue nanya loh. Lo siapa? Kenapa lo tidur depan gue?"

Javier mengangkat kepalanya lagi, memandang Rana dengan mata setengah terbuka. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan untuk menyegarkan mukanya. "Gue Javier. Gue tidur karena gue ngantuk."

"Lorisa mana?" tanya Rana lagi.

Javier mengerang kesal. "Kenapa sih lo harus berisik banget sepagi ini?!" omelnya.

"Gue kan kemaren kesini bareng Lorisa. Sekarang Lorisanya mana?" tanya Rana memaksa. Bodo amat. Dia harus tau segalanya.

Javier akhirnya menyerah. "Lorisa? Temen lo yang duduk bareng lo?"

Rana mengangguk kecil.

"Semalem dia balik, katanya ada urusan, jadi lo dititipin ke gue. Katanya lo bakal bangun terus pulang sendiri tapi lo gak bangun-bangun, jadi gue ketiduran karena nungguin lo bangun," terang Javier.

Kurang ajar emang punya temen kayak gini, runtuk Rana dalam hati.

Rana menarik nafasnya lalu membereskan semua barang yang ia bawa dan berdiri. "Gue mau balik."

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang