(9) Berenda

942 134 5
                                    

77:02:35:53

Javier menaruh Rana dengan hati-hati di atas kasurnya lalu menutupi gadis itu dengan selimut.

Setelah mengecek apakah Rana tembus atau tidak, yang ternyata tidak tembus, Javier dan Davin bisa bernafas lega, tapi di sisi lain mereka khawatir karena Rana masih kesakitan. Ringisan wajahnya saat gadis itu tertidur menandakan bahwa ia masih merasa sakit.

Javier terjatuh di samping ranjang  lalu menekuk lututnya. Keringat bercucuran dari keningnya. Saat ini, otaknya tidak bisa berpikir jernih. Apa yang harus ia lakukan? Kenapa 'dapet' bisa sesakit ini? Apa Rana akan sakit selama seminggu?

"Jav, lo gak apa-apa?" tanya Davin yang juga masih berusaha mencerna kejadian beberapa menit sebelumnya.

Rana berteriak, bilang kalau dia dapet, pingsan, dibawa ke kamar.

Javier menarik nafas untuk menenangkan kepanikannya. Saat ini, ia harus berpikir rasional, bukan malah ikutan panik. "Kompres. Perut Rana harus di kompres," bisik Javier.

Davin mengangguk mengerti. "Gue aja yang siapin air panas," aju Davin. "Sembari gue masak air, kayaknya lebih baik lo hapus make up Rana dulu deh. Gak akan nyaman tidur kayak gitu," saran Davin yang sudah mulai agak tenang.

Javier berdiri dari tempatnya lalu mengambil beberapa lembar uang 20 ribu yang ia tinggalkan di nakas meja. "Gue beli dulu ke indomaret," pamit pria itu, tapi langsung dihadang oleh Davin.

"Gak usah. Ambil aja micellar water di kamar gue," suruh Davin.

Javier memandang temannya itu sesaat. "Kenapa lo punya hapusan make up?" tanya Javier bingung.

"Jav, jaman sekarang, semua cowok itu dandan. Minimal pake moisturizer  sama sun block. Itu biar bersih kalau habis keluar rumah."

"Dasar cewek," ejek Javier dengan senyum kecil di wajahnya. Javier sudah lebih tenang sekarang.

Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Davin yang memasak air panas untuk kompres dan sisanya dimasukkan ke dalam termos untuk membuat susu hangat saat Rana bangun, sedangkan Javier mulai membersihkan wajah Rana dengan kapas dan segala skin care yang dimiliki Davin.

Wajah Rana lebih tenang sekarang setelah Javier dan Davin mengkompres perut Rana dengan handuk hangat.

"Bajunya basah," terang Javier karena mereka mengkompres Rana dari luar baju.

Yakali dibuka. Nanti bahaya.

"Gue ambil baju ganti dulu, deh," ujar Javier lalu membuka lemari yang hanya berjarak beberapa langkah dari ranjangnya. Ia membongkar isi lemarinya lalu mengambil sebuah baju paling kecil yang ia punya dan sebuah boxer hadiah dari temannya yang salah ukuran.

"Lo kenapa punya boxer berenda gitu?" tanya Davin saat melihat Javier membawa boxer berenda di tangannya. Boxer berwarna merah dengan renda putih diujungnya.

"Temen gue mau ngerjain gue, tapi malah salah beli ukuran. Jadi gak pernah gue pake," jawab Javier.

"Dasar cewek," ejek Davin, membalas dendam akan perlakuan pria itu dan langsung dibalas dengan pukulan oleh Javier.

"Jav..."

Suara rintihan Rana memberhentikan aksi gebuk-menggebuk mereka.

"Vin, bikinin susu hangat, buruan!" suruh Javier lalu duduk di sisi ranjang, di samping Rana. "Ran, lo gak apa-apa?" tanya Javier panik.

Rana tersenyum kecil lalu menggeleng. "Gue gak apa-apa, kok!"

"Gak apa-apa tapi pingsan," sindir Javier.

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang