(11) Berhitung

848 124 15
                                    

68:09:02:13

Javier menekan klakson berkali-kali, berusaha membuat mobil di depannya berjalan lebih cepat atau setidaknya menyingkir, tapi tidak ngefek. Mobilnya terjebak diantara kemacetan jam pulang kerja.

Sialan.

Ia sudah terjebak kurang lebih 30 menit di tempat yang sama. Tidak ada pergerakan sama sekali. Ada apa deh sampe maju satu sentipun engga?

Gak bisa kayak gini. Kasian Rana nungguin di lobby apartemen. Tapi siapa yang bisa ia hubungi? Javier berpikir keras.

Davin.

Eh, gak bisa. Davin lagi pergi sama temennya, baru balik malem. Siapa lagi?

"Elah, masa gue harus minta tolong Janice?!" desah Javier malas, tapi hanya itu satu-satunya nama yang tersisa di otaknya. Tidak ada lagi.

Bodo amat, deh!

Javier memencet nomor telfon Janice dan menempelkan benda mungil itu di telinga.

"Woi, lo dimana?" tanya Javier tanpa basa basi.

"Posesif amat sih jadi abang? Gue baru nyampe apartemen lo. Kenapa?" balas Janice kesal. Baru juga nyampe udah ditanyain.

"Lo liat ada cewek lagi duduk di lobby apartemen ga?"

Janice memandangi satu-satunya wanita yang sedang duduk termenung di pojok kursi. Rambut hitamnya terurai dan menutupi wajahnya, dress yang digunakan berwarna putih dan menutupi hingga ke bagian lututnya.

Bulu kuduk Janice langsung merinding disko.

"Bang, gue kayaknya punya indra ke enam, deh," bisik Janice, takut kedengeran yang lain.

"Hah? Kenapa, sih?" tanya Javier tidak sabar.

"Masa gue bisa liat mbak kunti, Bang?"

"Lo seriusan, dah."

"Ya masa gue bercanda? Mbak kuntinya lagi duduk di pojok ruangan gitu, Bang! Sumpah, gue ngeri..."

"Hadeh.. Mana? Coba fotoin terus kirim ke Abang," suruh Javier kesal. Di suruh cari satu orang aja susahnya setengah mati. Salah nelpon orang kayaknya.

Janice memotret wanita diujung ruangan itu dengan tangan gemetar lalu mengirim foto itu ke Abangnya.

"Tuh, Bang! Ketangkep kamera!"

Javier terbelalak saat melihat foto yang dikirimkan Janice.

"Itu temen Abang, astaga! Buruan suruh naik ke apart!" jerit Javier kesal.

"Tapi, Bang-"

"Gak ada tapi-tapian!" potong Javier. "Buruan suruh naik, suguhin minum, suruh tunggu Abang pulang. Awas aja kalo dia sampe kabur," titah Javier lalu mematikan telponnya secara sepihak.

This is gonna be a long day.

***

68:08:32:56

Rana meneguk segelas air putih di tangannya sampai habis. Setelah melewati momen yang sangat-sangat canggung dengan seseorang yang memperkenalkan dirinya sebagai adik Javier, Rana berhasil masuk ke apartemen pria itu. Tapi sampai sekarang, Javier masih belum sampai.

Janice sudah pamit masuk ke dalam kamar beberapa menit yang lalu dan membiarkan Rana sendirian di ruang tamu karena ingin beristirahat.

Ngapain ya? Bobo enak kayaknya.

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang