77:03:12:10
Javier menarik rem tangan mobilnya lalu mematikan mesin mobil yang ia kendarai. Setelah berdebat cukup lama, Rana dan Javier memutuskan untuk memesan pizza dan memakannya di apartemen Javier karena waktu sudah cukup malam dan Rana sudah sangat lapar.
Saat ini, mereka sudah sampai di apartemen Javier. Di basement lebih tepatnya.
"Sudah sampai," ucap Javier memecah lamunan Rana yang masih tidak percaya dengan mobil Javier.
"Lo punya mobil," bisik Rana kagum.
Javier tertawa kecil sembari menggeleng. "Bukan punya gue. Punya bokap gue," jelas pria itu entah keberapa kali. "Udah, yuk, turun!" ajak Javier.
"Gak, gak. Gue masih gak terima," balas Rana, menolak percaya. "Terus kenapa selama ini lo naik motor?"
"Karena Jakarta macet."
Sesimple itu. Mobil dianggurin karena Jakarta macet.
"Terus kenapa lo pake mobil hari ini?" tanya Rana lagi.
"Karena gue mau jemput lo. Ya kali tuan putri naik motor," lagi-lagi pertanyaan Rana hanya dijawab dalam hitungan detik. Halus banget itu mulut.
"Apartemennya lo beli?" tanya Rana, masih tidak percaya Javier tinggal di apartemen sebagus ini.
"Sewa doang kok. Bayar perbulan aja kayak kos-kosan," jawab Javier.
Gila. Javier sekaya apa?!
"Gue gak kayak, Ran," kata Javier seakan bisa mendengar isi pikiran Rana. "Ini semua punya bokap gue, bukan gue. Uang gue mah belom sekaya ini, Ran."
"Tetep aja kaya," gumam Rana. "Cewek yang bakal jadi jodoh lo beruntung banget kayaknya," ucap Rana lagi. Kali ini agak keras agar Javier bisa mendengar.
"Kenapa begitu?" tanya Javier penasaran. Rasanya ia ingin segera memberitahu Rana kalau dia bakal jadi jodoh buat Javier, tapi Javier harus tetap merahasiakannya.
"Lo baik, ganteng, kaya, perhatian, asik diajak ngobrol, romantis, pria idaman wanita banget deh!" terang Rana semangat. "Kalo gue belom punya cowok, mungkin gue udah naksir lo."
"Gue ganteng?" ulang Javier dengan senyuman lebar di wajahnya.
"Dari sekian banyak yang gue sebutin, yang lo denger cuman satu?!" tanya Rana kesal.
"Tapi gue ganteng, kan?"
"Bodo amat."
"Iya, kan??" goda Javier lagi.
"Iyain aja biar cepet," jawab Rana. "Ayo makan! Gue laper banget nih." Rana berusaha mengalihkan pembicaraan mereka dari 'Javier Ganteng'. Anak itu bakal besar kepala kalo dijabanin terus.
"Ayo naik!"
Rana akhirnya keluar dari dalam mobil dan memasuki lift apartemen Javier. Javier menempelkan kartu akses apartemen lalu menekan angka 17.
"For your information, gue punya temen satu apartemen." Javier berusaha memperingatkan Rana sebelum gadis itu memasuki rawa buaya.
"Terus?"
"Dia agak-agak aneh kelakuannya, jadi tolong dimaklumin aja, ya," jelas Javier.
Ting!
Pintu lift mereka terbuka. Javier berjalan di depan Rana, memimpin jalan menuju apartemen dua kamar miliknya. Eh salah. Milik ayahnya. Javier memasukkan 4 digit kunci keamanan apartemen itu dan membuka pintunya.
"Selamat datang di rumah gue."
Ekspektasi dan realita yang Rana lihat sekarang jauh berbeda. Gadis itu berekspektasi setiap apartemen cowok berantakan, tapi yang ia lihat malah kebalikannya. Rapi, lebih rapi daripada kamar Rana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Derana
Teen FictionKehidupan Derana berubah saat jam di tangan kirinya berdetak. 90:23:59:36. Konon katanya saat angka menyentuh 00:00:00:00, Rana akan menemukan siapa jodohnya, yang akan bersamanya seumur hidup. Mungkin Leander, kekasihnya selama 4 tahun, atau mungki...