(3) Bertahan

1.2K 156 38
                                    

88:13:53:24

Rana berlari memasuki Vintage Cafe dengan nafas terengah-engah. Ia baru selesai kelas jam 10.53, dan jarak dari kampus ke cafe cukup jauh dengan jalan kaki. Rana berhasil sampai di cafe pukul...

...Rana mengecek jam di pergelangan tangannya...

11.07

Mata Rana memindai seluruh isi ruangan. Pandangannya terhenti kepada seseorang yang duduk diujung cafe dekat jendela, sedang memunggunginya. Buru-buru gadis itu mendekat lalu menepuk pundak pria itu.

"Balikin jaket gue!" ucap Rana setengah memaksa.

Orang yang ditepuk pundaknya oleh Rana langsung menengok dan ternyata bukan orang yang kemarin.

"Woi, lo ngapain?" tanya seseorang dari belakang gadis itu. Rana buru-buru memutar kepalanya. Di belakangnya berdirilah Javier dengan celemek coklat melingkar disekeliling tubuhnya.

Ganteng.

Eh. Kalo yang di belakangnya Javier, yang di depan Rana....

Rana buru-buru memutar kepalanya dan menemukan orang yang tidak ia kenal sedang menatapnya bingung. Mampus salah orang, batin Rana.

Javier memegang kedua pundak Rana sambil menyengir. "Maaf, pak. Sepertinya pacar saya salah orang...

Pacar?!!

...emang penglihatannya agak kabur tapi bandel banget gak mau pake kacamata. Maaf ya, pak! Saya akan belikan kue sebagai permintaan maaf saya. Permisi."

Javier menarik Rana menjauh dari pelanggan itu dan membawanya ke ruang karyawan yang berisi loker-loker milik pekerja sana. Sepanjang perjalanan Rana hanya bisa pasrah.

"Lo ngapain, sih?" tanya Javier kesal. Rana hanya bisa terdiam. Serem woi.

"Kalo gak tau jangan asal nepok. Ngerti?"

Rana tertunduk diam. "Iya, maaf..."

Javier menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya. Tiba-tiba Javier menyodorkan tangannya di hadapan Rana.

Kali ini Rana mengangkat kepalanya dan menatap bingung.

Javier yang mengerti pandangan itu hanya tersenyum licik. "20 ribu. Buat beliin bapak tadi kue."

"Lah, kok gue yang bayar? Kan lo yang nawarin kue.."

Javier menyentil kening Rana. "Lo yang salah, kok gue yang bayar?"

Rana mendengus kesal lalu mengorek tasnya dan mengeluarkan selembar uang 50 ribu. "Nih," ucapnya sembari menyodorkan uang itu rela tak rela.

Dadah 50 ribuku....

Javier mengambil uang itu sambil tersenyum lalu mencubit pipi Rana. "Gitu dong. Anak pinter. Gih sana tunggu gue di depan, gue kerja dulu."

Rana memilih untuk menurut dan duduk di salah satu kursi. Udah cukup satu masalah. Rana gak mau buat masalah lagi.

Rana mengeluarkan buku yang sedang dibacanya dari dalam tas sembari menunggu. Bukan buku pelajaran. Rana gak serajin itu. Rana bukan Maudy Ayunda yang suka belajar dan seneng kalo ada ujian. Belakangan ini ia tertarik dengan hal-hal aneh.

Buku puisi.

Ih aneh kan?

Drinking to forget someone else's name
But eventually forgot my own.

Rana mengambil handphonenya dari atas meja dan mengecek notifikasi aplikasinya. Beberapa teman SMAnya yang ngajakin ketemuan tapi Rana tau cuman wacana, orang minta follow back, sampai aplikasi belanja online.

Tidak ada satupun yang berasal dari Leander. Rana membuka chat mereka.

Last seen today at 11:01

Baru beberapa menit yang lalu. Rana buru-buru mengetik pesan untuk kekasihnya.

Derana: kamu abis kelas kemana?

Masih ga dibalas. Sibuk kali ya? Tapi masa sibuk sih? Kan ga lagi ujian, lagi kelas biasa. Tugas jurusan IT bukan biasanya coding doang?

Suara piring yang ditaruh diatas meja kembali menyadarkan Rana dari pikirannya. Sebuah red velvet cake dan ice coffee latte.

"Buat lo." Javier menarik kursi di hadapan Rana dan mempersilahkan dirinya untuk duduk.

"Tapi kan gue gak pesen-"

"Hadiah dari gue. Karena lo udah mau minta maaf ke bapak-bapak tadi," ucap Javier sambil tersenyum.

Senyum yang bikin hati setiap orang bisa meleleh.

Kali ini Javier hanya mengenakan kaos lengan panjang yang digulung hingga siku. Di tangan sebelah kirinya terdapat perban yang melilit lengannya, tempat "jam-jam" itu berada.

Javier memangku kepalanya diatas tangan seakan tidak ada apa-apa.

"Tangan lo patah?" tanya Rana khawatir. Seingat Rana, tangan Javier tidak diperban saat terakhir mereka bertemu.

Atau mungkin karena tertutup kemeja?

Javier tersenyum kecil lalu menggeleng. "Tangan gue gak kenapa-napa, kok!"

"Terus itu kenapa diperban?"

"Biar gue gak tau sama jam gue," terang Javier seakan tidak ada beban. "Gue ngerasa harus waswas setiap kali gue liat jam ini, ngeliatin semua cewek dan mikir dia jodoh gue bukan ya. Aneh aja gitu. Gue ngerasa lebih baik kalo gatau sama sekali."

"Tapi lo gak penasaran? Penasaran berapa lama lagi bakal ketemu jodoh lo?"

Javier menggeleng. "Buat apa? Toh juga bakal ketemu sejauh apapun gue menghindar. Percaya aja sama sang pencipta," ucap Javier sembari terkekeh kecil.

Rana memandangi jamnya yang terus berdetak. Jam yang berdetak tanpa permisi. Jam yang beberapa hari ini menghantui pikirannya.

"Gue takut, Jav," bisik Rana. "Gue takut cowok yang gue pacarin sekarang malah bukan jodoh gue."

Jav melirik sedikit ke jam di tangan Rana.

88:13:22:09

88 hari lagi.

"Terus kalo dia bukan jodoh lo, lo mau ngapain?" tanya Javier.

"Gak tau. Putus, mungkin? Atau gue break the rules aja kali? Tetep bareng dia.."

"Terus gimana sama cewek yang seharusnya jadi ceweknya cowok lo itu? Dia ngejomblo, gitu?" Javier tersenyum kecil. "Ran, kalo sampe lo break the rules , pasti perbuatan lo bakal ngefek ke semua orang dan lo pasti bakal ngancurin semuanya."

"Tapi bukannya mereka jadi bisa milih jodoh mereka sendiri?"

"Sesuatu diciptakan pasti ada alasannya. Percuma dong kalo lo nikah sama orang yang lo sayang, tapi ternyata bukan jodoh lo? Nanti hidup lo ga akan bahagia, Ran," jelas Javier. "Nikah itu termasuk 2/3 dari hidup lo, loh. Lo mau tersiksa 40 tahun lebih?"

"Ya kan kalo ga kuat, bisa cerai aja."

Javier otomatis menjitak kepala Rana. "Sembarangan! Di kata nikah kayak pacaran kali. Ngomong cerai lancar bener kayak mesen cilor."

Rana terkekeh. "Kaga, lah. Kalo gue gak kuat, ya gue tahan-tahanin."

"Emang sanggup, 40 tahun tersiksa? Cinderella aja cuman berapa tahun, lo seumur hidup."

Rana tertegun. Apa ia sanggup hidup 40 tahun bersama dengan Leander? Rana mengecek handphonenya lagi. Ada sebuah notifikasi dari Leander, 5 menit yang lalu, membuat senyum Rana mengembang.

Boyfie: gak kemana-mana. Mau makan?

"Sanggup," jawab Rana sambil tersenyum. Mungkin.

***

[a/n]

8 Mei 2018
14:08
Pas Davia lagi kelas.

AKHIRNYA CHAPTER INI KELAR DEMI APAPUN. AKU LELAH.

DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang