Tama melompat keluar sekolah, lewat tembok belakang sekolah. Nekat memang. Ia lalu berlari sekencang mungkin menuju pinggir jalan.
Tak lama sebuah motor berhenti didepannya, "atas nama Seulgi Pratama?"
"Iya pak," jawab Tama lalu melompat naik ke motor tersebut.
"Tolong ngebut ya pak, saya buru-buru" pinta Tama.
"Siap mas"
"Waduh mas, macet banget ini, bisa lama kayaknya"
"Terobos nggak bisa pak?"
"Kalo seramai ini saya nggak berani mas,"
"Bandara masih jauh nggak pak?"
"Lumayan sih mas, satu kilo kayaknya ada"
"Ya udah saya turun disini aja, ini uangnya pak"
"Aduh nggak usah deh mas, kan saya nggak nganter sampe bandara."
"Nggak papa pak, sampe sini aja saya udah puas"
"Duh, makasih banyak mas. Nggak enak saya jadinya,"
"Nggak papa pak, saya pergi dulu ya."
"Hati-hati mas"
Tama kira lari sejauh satu kilo nggak bakal secapek ini. Soalnya dia sering olahraga.
Tapi begitu sampai bandara, dia ngos-ngosan banget. Setelah istirahat sepuluh menit, dia berdiri lagi.
Ia menekan ponselnya, mencoba menghubungi seseorang.
Tuut tuuut tuu—
"Halo?"
"...."
"Halo? Maaf ini siapa ya?"
"...."
"Halo? Ada yang bisa saya bantu?"
"...."
"Maaf, jika tidak ada kepentingan saya tutup telponnya,"
"Dita..."
"Iya saya sendiri, ini siapa ya?"
"Ini Tama,"
"...."
"...."
"O-oh, kenapa Tam?"
"Elo marah sama gue?"
"E-eh?"
"Elo marah sama gue Dit?"
"Nggak, aku nggak marah"
"Elo kesel gara-gara gue jajan sama Krystal?"
"Nggak Tam, nggak. aku nggak kesel"
"Terus kenapa elo tadi ninggalin gue?"
"A-ah itu, tadi mau beli sandwich bu Ani, takut kehabisan makanya ninggalin kamu"
"Ohh, gue kira elo marah sama gue"
"Nggak kok. E-eh udah ya, pak Kris udah masuk ntar aku dimarahin lagi"
"Elo lagi dikelas sekarang?"
"Ya iyalah Tam, mau dimana lagi emangnya?"
"Berarti yang didepan gue ini bukan elo ya?"
"E-eh?"
Dita membalikkan badannya.
"Halo Dita."
"Jadi, elo mau pergi gitu aja tanpa ngasih tahu gue?"
Kepala Dita tertunduk, takut menatap Tama, "maaf Tam"
Tama menghela napas, "kenapa elo nggak mau ngasih tahu gue?"
"Nggak gitu Tam, aku sebenernya mau ngasih tahu kamu. Tapi—"
"Tapi?"
"Aku nggak bisa"
"kenapa? Gue ada salah sama elo?"
Dita menggeleng, "ini rumit Tama"
Tama menghela napas, "elo yang bikin ini jadi rumit Dit. kenyataannya nggak serumit itu, elo tinggal bilang kenapa elo nggak bisa kasih tahu gue"
"Andai segampang itu alesan gue nggak bilang ke elo, pasti elo udah gue kasih tahu dari lama Tama"
baru saja Tama ingin membalas ucapan Dita, kedua orang tua Dita datang menghampiri mereka. Mereka bilang Dita harus masuk sekarang, biar nggak ketinggalan pesawat.
mau nggak mau mereka harus berpisah disini, Dita mulai berjalan meninggalkan Tama.
Namun belum sampai seratus meter, Dita membalikkan badan. Berlari menuju Tama lalu memeluk sahabatnya itu.
Sebelum melepas pelukan mereka, Dita berbisik pelan.
"alasan aku nggak bisa kasih tahu kamu ada dibuku harian aku. Tadi disekolah udah aku titipin Nanda, aku harap kamu mau baca buku itu"
btw biar gak pada bingung, itu si Tama nelpon bukan pakai nomer buat LINE ataupun WA. gampangnya dia punya dua nomor telpon, nah Dita tahunya cuma yang buat LINE sama WA aja. hehe
See u again
KAMU SEDANG MEMBACA
Radio
FanfictionHanya sebuah kisah seorang Seulgi Pratama sebagai penyiar radio. Namun apa yang terjadi jika salah seorang pendengar membuatnya terkenang? Local AU! Started : 1/12/2019 End : 18/01/2020