14 - Luluh

117 6 0
                                    

Akhirnyaaaa balik lagi sma ceritaa baal ini kwkw

Biar cepet2 kelar deh yaaa msh dilanjut terussss

Y
U
K
S
S


Pahami aku,
Aku tak mampu kehilanganmu, wanita terhebatku.

Alin menghentikan langkahnya tepat didepan pintu bercat biru telur asin ini. Menatapi pintu itu sebentar dengan nafas yang sedikit tercekat karena kejadian kemarin masih terus berlalu-lalang dikepala Alin, kemudian ia mengambil nafasnya dalam-dalam untuk ia hembuskan secara perlahan. Barulah Alin memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah Jodi. Itupun masih dengan rasa tak enak tercampur rasa takut.

Tidak ada jawaban.

Alin mencoba sekali lagi, lagi, dan lagi. Hasilnya tetap sama. Kemudian Alin mengeluarkan handphone dari tas hitam kecilnya. Mencoba untuk menelfon Jodi tapi tidak diangkat. Tidak habis akal, Alin pun juga mencoba untuk menelfon Dinda, adik perempuannya Jodi.

"Iya Kak, kenapa?"

Ah, ternyata diangkat.

"Din, aku udah didepan rumah. Bisa minta tolong bukain pintunya gak?"

"Dinda lagi dikampus Kak, hari ini Dinda ada mata kuliah pagi."

Alin langsung lemas saat mendengarnya.

"Kakak kalo mau masuk, masuk aja gapapa. Kuncinya ada didalem pot yang ada diatas meja. Soalnya Ibu lagi pergi." Kata Dinda yang seakan mengerti dari diamnya Alin.

"Pergi kemana, Din?" tanya Alin cepat.

"Nganterin Tante Iren sama Om Indra pulang ke Jogja, Kak. Sekalian nginep disana dulu kata Ibu soalnya Ibu penasaran sama yang namanya Jogja." Jelas Dinda dan terdengar ada suara tertawa kecil disebrang sana.

Mulut Alin hanya membentuk seperti huruf 'O' tapi tak bersuara. "Tapi Kak Odi ada didalem, Din?" tanya Alin lagi, mengalihkan ke topik pembicaraan mereka.

"Ada Kak. Jam segini mah Kak Odi masih tidur. Bangunin aja Kak, kalo perlu siram pake air segayung biar langsung bangun." Jawab Dinda sedikit dengan candaan.

Alin tersenyum mendengarnya. "Berarti gapapa nih kalo aku masuk kerumah?" tanyanya memastikan.

"Gapapa Kak, yaampun. Rumah Dinda kan, rumah Kakak juga." Jawab Dinda yang berhasil membuat Alin kini tersenyum menyimpan rasa bahagia. "Nanti kuncinya kasih ke Kak Odi aja ya, Kak. Dinda mau lanjut kuliah dulu, Kak."

"Eh," Alin tersadar dari lamunan kecilnya. "Iya Din, semoga hasilnya memuaskan ya. Amin." Ucap Alin diselingi dengan senyum.

"Iya Kak, amin. Makasih ya Kak. Kalo mau makan, aku udah masak kok. Ada diatas meja ya Kak, didapur."

Setelah itu telfon mereka berakhir.

Alin menyimpan handphonenya terlebih dahulu didalam tas hitam selempangnya. Barulah ia melirik kearah pot yang dimaksud oleh Dinda. Melirik sebentar kedalam pot untuk melihat apakah ada kunci didalam sana atau tidak, dan ternyata ada. Untung saja, itu hanya pot pajangan. Kalau pot yang berisikan tanaman hidup, pasti tangan Alin sudah kotor.

Pintu rumah Jodi Alin buka pelan-pelan. Menutup pintu rumahnya saat ia sudah masuk kedalam rumah yang sederhana ini. Melihat-lihat keadaan didalam rumah yang tampak sangat sepi tapi terlihat sudah rapih. Pasti Dinda yang membereskan semuanya. Mengingat, Dinda memang tipe perempuan yang sangat rajin. Berbanding jauh sekali dengan Alin yang terkadang masih agak malas.

Break! (Terimakasih Tuhan, dia begitu indah) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang