Yuk, dilanjut
Semua tokoh, pemain, tempat, kejadian, alur cerita hanyalah fiktif belaka.
(*)
"Cantik."
Gilang langsung menlock ponselnya dan saat ia mendongakkan kepalanya ke sebelah kiri, sudah ada Abangnya yang sedang berdiri sambil melihat kearah ponselnya.
"Ngagetin aja lu." Gilang.
Ghanni tersenyum sambil berjalan untuk duduk dikursi disamping kanan adiknya.
"Namanya siapa?"
"Siapa?" Gilang bertanya balik. Pura-pura tidak tahu.
"Itu—cewek yang daritadi lu liatin foto nya di hape lu, Lang." Jawab Ghanni memperjelas.
Gilang tertawa kecil. "Alin."
"Udah lama?"
"Engga. Tapi deketnya udah lama sih. Belum lama gue putus sama Laura, gue udah deket sama dia. Tapi baru bisa jadiannya sekarang." Jawab Gilang sedikit menjelaskan.
"Oh, dulu masih belum bisa move on dari Laura." Ledek Ghanni.
"Apaansih!" Gilang terkekeh pelan. "Gue udah biasa aja Bang sama Laura."
"Sekarang sama yang ini masih biasa juga?"
"Kok lu kepo banget sih?"
Ghanni tertawa sebentar. "Emang kenapa sih? Gue kan Abang lu, Lang. Yaa—gue harus care dong sama adek gue sendiri. Gue salah?"
"Yaa—enggasih, tapi—gimana ya, nanti gue kenalin deh kalo lu main ke Jakarta."
"Gitu dong!" Ghanni menepuk-nepuk bahu kanan adiknya.
"Tapi lu biasa aja ya kalo ketemu sama Alin. soalnya-"
"Soalnya kenapa?"
"Soalnya Alin sempet kepo gitu sama lu, Bang, pas liat foto keluarga kita." Jawab Gilang dengan nada suaranya yang terdengar tidak enak.
Gilang memang sedang berusaha untuk tidak cemburu pada Abang nya sendiri.
Dan itu malah membuat Ghanni menjadi tertawa kencang.
"Ghan!" suara Nadine berteriak dari dalam kamar.
Ghanni langsung menutup mulutnya untuk tidak tertawa lagi. "Kok dia bisa kepo sama gue?" tanyanya dengan suara sedikit berbisik.
"Lu kan Dokter. Nah, Alin ini perawat."
Mulut Ghanni hanya membulat membentuk huruf 'O'.
"Gue juga lebih ganteng sih daripada lu, Lang." Ledek Ghanni dengan menahan tawanya karena melihat wajah Gilang yang langsung berubah menjadi tak enak.
"Karena dulu gue anak penerbangan aja makanya kulit gue agak eksotis." Celetuk Gilang.
Setidaknya Gilang sedikit sadar diri. Karena memang itu faktanya. Ghanni memang lebih tampan dibanding Gilang juga bersih. Gilang benar. Mungkin karena dulu dia anak penerbangan, dan Ghanni anak kedokteran. Jadinya mereka agak berbeda gitu dari segi penampilan. Ghanni terlihat lebih rapih dan agak diam. berbeda sekali dengan Gilang yang terlihat sedikit berantakan dan urakan.
Tapi itu dulu, bukan sekarang.
Makin kesini, Gilang mulai bisa merawat diri menjadi lebih rapih dan tidak urakan lagi.
"Emangnya udah dibawa kerumah?" Ghanni bertanya lagi.
"Udah. Mamah juga suka sama Alin." jawab Gilang dengan seuntai senyum kecilnya.
"Papah?"
Gilang mengangguk pelan. "Gue capek main-main, Bang. Gue mau serius."
Ghanni diam mendengar ucapan adiknya. Mendengar ucapan Gilang barusan, memberatkan hati Ghanni untuk berbicara sesuatu pada adiknya.
"Kalo emang dikasih jalan sih, nanti gue mau minta tunangan dulu. Jadi pas Alin wisuda, gue bisa langsung dateng kerumahnya buat ngelamar dia."
Sesaat Ghanni masih diam. sangat tidak disangka, adiknya sudah mempunyai pikiran sejauh itu pada perempuannya. Adik laki-laki satu-satunya, yang ia tahu dulu sangat urakan dan nakal dengan pergaulannya, sekarang bisa berkata seserius ini.
Seperti bukan Gilang yang selama ini Ghanni kenal.
"Emangnya lu udah yakin sama dia, Lang? Nikah itu seumur hidup sekali loh.. kalian kan masih baru."
"Gue sih sayang Bang sama dia dari dulu. Kalo buat serius sih, ya—gue ada. Cuma gatau sih di Alin nya gimana. Gue juga gamaksa kalo emang dia gamau. Tapi nanti kan bisa di omongin lagi."
"Yaudah, lu lamar dia sekarang aja, Lang."
Gilang langsung menoleh kearah abangnya. Hanya kaget saja mendengar Abangnya berkata seperti itu secara tiba-tiba.
"Soalnya temen gue nawarin ke gue, ada posisi pilot yang kosong di maskapai yang lu mau dari dulu." ucap Ghanni akhirnya.
Gilang diam.
"Dulu lu sendiri kan yang cerita ke gue kalo lu mau banget jadi pilot di maskapai itu. Biar bisa jadi pilot yang sukses? Dan sekarang, lu bisa langsung masuk ke maskapai itu, Lang. Karena kabar bahagia nya, bokapnya temen gue itu, ternyata Manager utama di perusahaan maskapai itu." Jelas Ghanni dengan senyumnya yang merekah indah pada adiknya.
Gilang masih diam.
"Kalo emang lu mau, nanti tinggal gue kabarin ke temen gue. Nanti lu bisa langsung masuk. Yaa—paling nanti sekolah lagi sih, tapi paling Cuma sebentar. Gimana?"
"Buat disini?" Gilang bertanya balik.
"Yaa iyalah. Kan maskapai nya Cuma ada disini. Nanti kalo emang lu jenuh di maskapai ini, lu kan bisa ke maskapai yang lain, Lang. Ke Dubai juga bisa." Balas Ghanni masih dengan semangat 45-nya.
"Pengensih-"
"Lu di kontrak berapa lama di maskapai lu yang sekarang?"
"Bentar lagi gue juga mau tanda tangan kontrak sih, Bang."
"Nah, yaudah, nanti lu gausah tanda tangan biar nanti lu disini aja. Nanti tinggal dirumah gue."
Gilang diam lagi.
Pikirannya daritadi langsung tertuju pada Alin.
Bagaimana bisa Gilang meninggalkan Alin seorang diri di Jakarta?
Mengingat, Jodi masih terus saja mengganggu Alin.
"Lang?"
"Nanti gue pikirin lagi."
"Lu berat sama cewek lu?" Ghanni langsung bisa menebak.
Dan benar. Gilang mengangguk.
Ghanni mengerti bagaimana perasaan adiknya sekarang. "Yaudah, nanti pas pulang, lu langsung omongin ini aja ke Mamah dulu, baru nanti ke cewek lu. Gue sih gamaksa, tapi gue Cuma mau ngebantu lu aja. Ini kan maskapai yang lu penginin banget dari dulu. selagi ada kesempatan emas, Lang." Katanya menjelaskan.
Sebisa mungkin Ghanni mencoba untuk mengerti posisi Gilang sekarang, walaupun didalam hatinya, ia sangat ingin adik satu-satunya itu mengiyakan penawarannya agar mereka bisa tinggal bersama. Ini memang keinginan Gilang dari dulu, tapi selain itu, Ghanni juga rindu tinggal bersama dengan adik satu-satunya juga keluarganya.
"Nanti gue coba pikirin ini semua baik-baik, Bang."
Dan Gilang hanya takut, kalau ia meninggalkan Alin seorang diri di Jakarta, kekasihnya itu akan digoda oleh Jodi lagi untuk balik pada mantan kekasihnya.
Hanya itu yang Gilang takutkan.
Sungguh, Gilang tidak ingin kehilangan Alin lagi.
Sekalipun Alin masih menyayangi mantan kekasihnya. Gilang sama sekali tidak perduli. Sumpah.
(*)
Sorry for typo
KAMU SEDANG MEMBACA
Break! (Terimakasih Tuhan, dia begitu indah)
RomanceSampai akhirnya lelaki itu datang kembali ke dalam kehidupannya masih dengan perasaan yang sama dan untuk seseorang yang sama juga tentunya. Lelaki itu seakan membawa hidup yang baru lagi untuk Alin. Seakan lelaki itu seperti dewa penolong yang mamp...