Part 40

4.3K 223 7
                                    

Saat aku mulai melangkahkan kaki untuk pergi, tiba-tiba engkau hadir. Mengapa engkau hadir jika dikala hatimu sudah ada nama yang lain?

~Kebahagiaan Untuk Zahra~

««•••»»

Malam di Jerman begitu indah, sangat indah dimata Zahra. Lampu-lampu berterangan dimana-mana, suasananya pun tenang, tidak seramai di kota tempat tinggalnya. Angin seolah-olah membisikkan sesuatu pada Zahra, berkata bahwa keberadaanya akan selalu membuat dia nyaman dan betah disini. Akan tetapi Zahra menolak dengan bisikan itu, dia bertentangan dengan sang angin, dia tidak bisa berlama-lama disini, cukup sampai disini dan semuanya selesai. Sudah jelas kan? Bahwa kedatangan Zahra kesini hanya ingin bertemu Fandi, bukan menjenguk sebagai teman?

Bahkan ketika mendengar soal perjodohan itu, hati Zahra remuk dan hancur lebur. Seperti disambar petir di siang hari saat ia mendengar percakapan itu. Apakah seperti ini rasanya berharap pada seseorang? Zahra mengusap wajahnya berulang kali ia mengucapkan istighfar. Sudah saatnya dia melepas semua, sudah tidak ada gunanya lagi untuk mengharapkan bahwa Fandi adalah jodohnya. Zahra masuk ke dalam kamarnya, dia membuka lemari pakaian. Satu persatu baju yang terlipat rapi ia masukkan ke dalam sebuah koper besar. Ya, dia akan pulang sekarang!

"Zahra? Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Farah tiba-tiba membuat Zahra kaget. Zahra sengaja tidak menutup pintu kamar.

Zahra menghentikan aktivitasnya dan duduk di bibir kasur, diikuti oleh Farah. Zahra tampak mengehela nafas panjang, "Aku mau pulang saja." ucapnya enteng, membuat Farah membelalakkan matanya.

"Apa yang kamu maksud? Bukannya kamu akan menemani Fandi? Kasihan dia jika kamu pulang. Siapa yang akan menjaganya disana?" tanya Farah. Farah tahu jika sudah ada kedua orangtua Fandi disana, tapi Farah leboh tahu jika Zahra juga ingin berada disana.

"Aku mau pulang sendiri saja, biar Arsyad disini dan dia yang akan menjaganya." Zahra melanjutkan aktivitasnya yaitu memasukkan baju-baju nya ke dalam koper.

Tiba-tiba Farah mencegah tangannya untuk tidak melakukanya lagi, dia memegang tangan Zahra dan menatapnya dengan intens, Zahra pun menatap pandangan Farah dan mengangkat satu alisnya, "Ada apa?" tanya Zahra.

"Apa kamu tidak merasa jika itu akan terkesan egois?"

Pertanyaan yang sungguh membuat hati Zahra bertambah hancur, egois? Dia egois? Farah baru saja mengatakan dia egois? Oh ralat, Farah hanya mengatakan jika ia pulang itu akan terkesan egois. Zahra memang merasa seperti itu, dia akan egois. Arsyad sudah mau mengantarkan agar ia bertemu Fandi, dan sekarang balasannya adalah Zahra meninggalkan Arsyad dan menyuruhnya untuk menjaga Fandi?

Zahra menunduk, matanya sudah siap menumpahkan kaca-kaca yang akan pecah, "Aku tidak tahu, aku hanya ingin pulang." ucapnya sambil menahan isak tangis.

Farah memeluknya, hangat. Itulah yang dirasakan Zahra, mungkin jika itu adalah Zabrina, ia akan menumpahkan segalanya dan kekesalannya di pundak Zabrina. Dia rindu Zabrina. Farah mengusap punggung Zahra lembut.

"Menangislah jika kamu lelah. Tak apa menangislah," ucap Farah.

"Aku hanya ingin pulang." kata Zahra bersama dengan isak tangisnya. Farah nampak kasihan kepada Zahra, mungkin ia salah jika harus bertanya seperti tadi, dia salah jika harus mengatakan Zahra egois. Farah tahu diri, mungkin Zahra lelah dan ingin segera pulang bertemu keluarganya.

***

Pagi yang begitu cerah, namun salju masih bertebaran dimana-mana. Arsyad melajukan mobilnya membelah jalanan yang dipenuhi dengan salju tebal, ia harus berhati-hati. Saat sudah sampai di depan rumah sakit, ia pun masuk ke dalam dan menjenguk sang sahabat yang sebentar lagi akan segera pulih dari sakitnya. Dia masuk kedalam ruangan dengan mengucapkan salam, lalu ia meletakkan mantelnya di sofa dalam ruangan itu.

Arsyad mendekat ke ranjang Fandi yang kini tengah mengupas apel merah, "Dimana Abi dan Ummi?" tanya Arsyad, ia sudah terbiasa memanggil dengan sebutan Abi dan Ummi semenjak ia di pesantren.

Fandi menyodorkan sepotong apel yang sudah dikupas kulitnnya kepada Arsyad.

"Nggak usah, Fan." Arsyad menolak lembut, kemudian Fandi memakan apel tersebut sampai yang dikunyah selesai ia baru bicara.

"Mereka sedang di ruang administrasi."

Arsyad hanya manggut-manggut dengan mulutnya yang membentuk huruf O. Kemudian Arsyad mengambil ponselnya dan membuka aplikasi WA. Yang pertama kali ia buka adalah pesan dari Farah.

From Farah:

Zahra pengen pulang, tadi malam nangis.

Sontak Arsyad terkejut membaca pesan dari Farah. Zahra tadi malam menangis minta pulang? Ada senyuman kecil yang terpampang di wajah Arsyad. Seperti anak kecil saja, batin Arsyad. Baginya Zahra itu lucu, untuk apa malam-malam menangis hanya untuk minta pulang. Karena sadar sedari tadi Arsyad mengetik pesan sambil tersenyum, Fandi yang melihat kejadian itu ikut melihat ponsel Arsyad.

"Pesan dari siapa sih? Kok dari tadi senyam-senyum sendiri?"

"Ini dari Farah."

"Lha terus kenapa dari Farah? Ohh kamu suka ya sama Farah?" Fandi hanya menggoda Arsyad sambil tertawa.

"Ish, bukan. Ini Farah ngabarin kalau Zahra minta pulang, tadi malam nangis katanya." ucap Arsyad cekikikan.

Ada rasa tidak suka dan khawatir dengan apa yang barusan dikatakan oleh Arsyad. Fandi tidak ingin Zahra pulang dan menangis karena dirinya, atau mungkin ini adalah karena kemarin dia mendengar rencana perjodohan Fandi dengan Maira, padahal tidak ada yang setuju di perjodohan tersebut, baik Fandi maupun Maira. Dulu ketika ia sudah mengucapkan sumpah dokter dan resmi menjadi seseorang yang menyandang gelar dokter, Abi memintanya untuk menikah, dan hal itu membuat Fandi tidak mau tentunya.

Akan tetapi Abinya tetap keukeh akan menjododohkan dia dengan Maira-anak santri di pesantren milik Abinya. Bahkan ketika tanggal pernikahan itu sudah ditetapkan, Fandi malah tidak pernah pulang ke rumah. Dia takut jika di rumah, dia akan diatanyai berbagai hal oleh anak santri laki-laki disana, karena Fandi sangat dekat dengan mereka. Dan akhirnya ketika ia ditugaskan di Jerman, dia sangat beruntung bisa menghindari perjodohan itu. Di Jerman Fandi tidak henti-hentinya bekerja siang malam dengan cuaca yang sangat dingin, dia terkena demam tinggi hingga ia harus masuk rumah sakit. Fandi tidak mau mengabari soal ini kepada kedua orangtuanya, dia hanya tidak ingin merepotkan keduanya. Fandi hanya mengabari Arsyad dan Arsyad pun bersedia untuk menjenguknya bahkan mengajak Zahra. Mungkin karena mereka sepupu. Itulah yang dipikirkan Fandi ketika melihat Zahra disini. Padahal ada alasan dibalik itu semua.

Keesokan harinya, Zahra sudah bersiap-siap untuk pulang ke Indonesia, dia memang benar-benar ingin pulang, padahal dalam hati yang paling dalam, Zahra hanya ingin menghidar dari semuanya. Arsyad pun hanya mengiyakan saja, dia juga ikut pulang, toh Fandi juga sebentar lagi akan pulang bersama kedua orangtuanya, mungkin besok atau lusa.

"Mari kita makan dulu, makanannya masih hangat lho," ucap Paman Husein. Arsyad dan Zahra mengangguk, mereka menuju ke ruang makan dan makan bersama disana.

Selesai makan, Zahra menyeret tas kopernya untuk keluar dan dimasukkan ke dalam mobil, hari ini mereka akan diantar oleh Paman Husein ke bandara. Zahra sempat berpelukan dan berbicara sebentar dengan Farah.

"Aku bakal rindu berat sama kamu, Ra. Kamu hati-hati ya, nanti kapan-kapan kembalilah," pinta Farah.

Zahra tersenyum, "Aku akan kembali, Insyaa Allah. Nanti aku akan kabari kamu saat aku sudah sampai di Indonesia. Kapan-kapan kamu juga kesana ya? Disana aku punya keponakan lucu, namanya Raiqa." katanya sambil memperkenalkan Raiqa.

"Iya, Insyaa Allah."

"Zahra, kamu sudah siap?" tanya Arsyad. Zahra mengangguk, kemudian ia menyalimi tangan ibu Farah, kemudian berpelukan. Begitupun dengan Farah.

Saat Zahra akan masuk ke dalam mobil, ada mobil berhenti di depannya, dia melihat ke arah mobil tersebut, dia mempertajam penglihatannya​ bahwa yang ia lihat memang benar-benar ada.

"Uztazah Aminah?"

🍁🍁🍁

Assalamualaikum warahmatullah semuanya.
Jangan lupa vote dan komen.
Ada apa ya tiba-tiba Uztazah Aminah datang saat Zahra mau pergi?
Jazakumullahu khairan katsiran💐

Kebahagiaan untuk Zahra [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang