Pagi, dunia!

2.5K 222 38
                                    

Suara ayam berkokok dari ponselku membuatku terpanjat bangun. Reflek tanganku terulur meraih ponsel di atas meja dan mematikan alarm yang cerewet ini. Melihat ke arah jendela yang tertutup tirai abu muda aku menyadari jika hari sudah pagi. Hari yang baru telah dimulai.

Sial.

Aku tidak pernah memiliki semangat di awal hari. Oh ayolah. Hari-hariku selalu sama saja.

Bangun pagi, pergi ke pantry untuk menyiapkan roti di atas panggangan lalu pergi kamar mandi untuk BAB dan mandi, kemudian kembali ke pantry lagi dan mendapati roti buatanku sudah gosong. Hey! Ini selalu terjadi. Aku biasa makan roti yang gosong itu, iya aku tahu ini pahit tapi aku tetap menikmatinya. Apa boleh buat.

Fuck!

Jam di dinding ruang tengah menunjukkan pukul 8. Aku bergegas pergi ke kamar, menanggalkan handuk yang menutup bagian bawah tubuhku lalu mengenakan pakaian kerja yang sudah menggantung di gantungan pakaian, pakaian kerja yang aku kenakan kemarin. Kita harus hidup efisien. Terlalu sering berganti baju menyebabkan harus sering-sering mencuci dan itu menyebabkan banyak semakin air terbuang dan itu menyebabkan tagihan air ku membengkak. Tidak. Hiduplah dengan efisien.

Aku berdiri di depan cermin dan menyisir rambut hitamku setelahnya menepuk-nepuk pipiku yang empuk dan kenyal dan halus seperti pantat bayi. Oke nggak penting.

BRAK BRAK BRAK

Suara berisik itu berasal dari luar sana membuat ku melongok ke arah pintu. Sudah bisa dipastikan saat ini orang-orang kurang kerjaan sedang membongkar pintu unit kosong di sampingku. Orang-orang kurang kerjaan itu menamai diri mereka pengusir hantu dan tidak pernah absen setiap hari kamis datang ke unit kosong itu untuk mengusir hantu yang selalu membuat calon pembeli unit menggagalkan transaksi jual beli. Omong kosong dengan hantu disana, kenyataannya hampir setahun aku bertetangga dengan hantu itu dia tidak menggangguku.

"Bu hantunya minta mahar yang lebih baru mau pergi," ujar laki-laki gondrong berpakaian serba hitam.

Aku yang sedang mengunci pintu kamarku hanya bisa mengernyit bingung. Ini sudah ke 9 kalinya hantu itu ngelunjak minta mahar yang lebih. Oh terpujilah kamu hantu, apapun permintaanmu selalu diberikan.

Aku melenggang pergi tidak mau ambil pusing dengan hal itu. Seperti biasa pergi ke kantor aku harus turun ke lantai dasar bangunan apartemen dengan melewati tangga darurat karena waktu menunggu elevator disini cukup untuk mengawinkan cupang hingga melahirkan sampai ke generasi 39. Membosankan.

Meninggalkan apartemen aku pergi ke kantor berjalan sampai ujung jalan untuk menunggu bus di halte. Dan seperti biasanya anjing galak milik security mengejarku sampai ke ujung jalan. Sialan! Apa masalah anjing itu denganku? Dia sudah mengenal bauku tapi masih saja mengejarku.

Dan setiap hari di dalam bus aku duduk di samping wanita gempal yang selalu duduk merapat denganku. Oh ya Tuhan, apa dia tidak berfikir legannya yang sebesar paha membuatku sesak bernafas?!

Penderitaan ku berakhir setelah 15menit perjalanan. Hey, pagi ini aku sudah berlari 5menit lebih cepat dari sebelumnya tapi kenapa masih saja...

"JAR! KAMU TERLAMBAT LAGI, JAR!" serius aku sudah berusaha lari lebih cepat. Tapi Bos pasti tidak mau tahu. Yang dia tahu aku terlambat.

"Maaf Koh," ucapku sambil berhenti berjalan di lorong antara meja kubikel.

"Apa lagi? Air mati? Panggangan roti konslet? Pengusir setan di samping rumah kamu memenuhi selasar unit sampai kamu nggak bisa lewat? Elevator macet? Anjing security keracunan? Wanita di dalam bus menghalangi pintu keluar?"  cerocos laki-laki yang bersilang tangan di depanku. Sial, sebenarnya berapa IQ nya? Kenapa alasan-alasan ku yang tidak penting diingatnya dengan sangat baik?

"Saya..."

"Segera pergi ke mejamu. Kerjakan laporan yang diminta Pak Tantowi," ujar laki-laki itu datar.

Aku mengangguk. "Terimakasih, Koh."

Aku kembali berjalan ke arah meja milik ku dan terlihat tiga laki-laki terkekeh dengan nista saat melihat ke arahku.

"Whoa! Adik-adik manis, kalian selalu bahagia ya?!" seruku pada mereka yang masih tertawa. Tentu saja menertawakanku, apalagi.

"Jar, udah kramas sama potong rambut?" laki-laki tinggi yang mejanya berada di belakangku bertanya.

Aku memutar kursi kerja untuk berbalik pada Jonatan si oknum yang bertanya.

"Kenapa?" tanyaku bingung.

"Ya biar buang sial!" sahut si pipi bakpau, Kevin. Tiga laki-laki ini kembali tergelak dengan nista membuatku tidak bisa menahan diri menyumpal mulut ketiganya dengan onde-onde di atas meja Anthony.

Sekarang mereka misuh.

Rasakan itu.

"Jar, udah saatnya lo cari pendamping. Biar hidup lo lebih teratur," ujar Anthony perhatian.

"Lo aja yang dampingin gue gimana?"

BRAK

Seperti banteng yang menyeruduk mangsanya, Jonatan langsung berdiri dan berjalan ke arahku.

"Punya gue, bro! Ya gue tahu temen makan temen baru kekinian tapi gak usah Onik gue juga!" Jonatan, manusia paling overprotective peringkat pertama di dunia dan terbucin sepanjang sejarah peradaban manusia.

"Hoamm. Pagi, dunia!" gumamku sambil menggeliat membetulkan persendianku yang semakin hari semakin tidak karuan. Jonatan terlihat semakin kesal karena aku mengabaikannya.

×××

Republish

The Boy Next Door | FajRi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang