Chapter ini ditulis oleh ibuk buretae
dan author terkedjot terheran heran karena ndak tau knpa alurnya mendadak dibuat begini sama ibuk tapi leh ugha wkwk 😂😂***
Sejak semalam aku sengaja tidak tidur. Bagaimana aku bisa tidur? Tetangga di sampingku sedang sakit, bagaimana jika saat aku tidur pulas dia butuh bantuan? Atau malah butuh pelukan? Err, gak. Aku hanya bercanda.
Setiap mendengar suara dari luar unit aku bergegas keluar. Bukan takut maling datang. Sekali lagi, aku hanya takut kalau itu suara Rian yang akan pergi atau mungkin butuh seseorang membantunya.
Serius. Kenapa aku harus berlebihan seperti ini khawatir pada Rian? Apa yang salah denganku? Atau apa ada yang salah dengan otak ku? Aku sangat tahu, memikirkan Rian hanya membuat hidupku tidak efisien. Waktu tidurku tidak efisien. Waktu bangun pagiku tidak efisien. Waktu makanku tidak efisien. Kenapa aku ini, hah?!
Aku rasa akan jauh lebih baik jika aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Karena mungkin jika aku sama sekali tidak tahu hatiku akan baik-baik saja, tidak rapuh seperti hape buatan cina yang rawan remuk seperti sekarang ini.
Aku cukup lama berdiri di halte. Sesekali mendongak ke atas berharap bisa mendapati sosok Rian berjalan di selasar yang lantai 2. Bus yang seharusnya membawaku bahkan sudah pergi. Dengan begitu aku harus menunggu bus 15menit lagi. Benar-benar Rian membuat hidupku tidak efisien.
Heuh.
Aku menghela nafas pendek untuk ke sekian kalinya sampai membuat ibu-ibu di sampingku melirik dengan raut jengah.
Jalanan di depan ku benar-benar padat pagi ini. Apalagi mobil-mobil yang keluar masuk kawasan aprtemen membuat kemacetan benar-benar tidak bergerak. Ah sial, dengan keadaan jalan yang seperti ini aku bisa saja terlambat tiba di kantor dan lagi-lagi Ko Marcus memberiku surat peringatan. Bodohnya, aku membiarkan bus ku pergi begitu saja hanya karena aku belum tenang karena belum melihat Rian sejak pagi.
Suara-suara berisik dari deru mesin kendaraan dan bunyi klakson panjang dari kendaraan orang-orang tidak sabaran membuatku semakin bosan dengan situasi ini. Ckk. Masa bodo apa yang terjadi dengan Rian. Aku harus pergi ke kantor segera.
Aku mulai berjalan untuk mencari taxi mangkal di daerah sini. Tidak ada jalan lain. Mau tidak mau aku harus merogoh kantong lebih dalam demi membayar taxi daripada waktuku semakin terbuang. Benar-benar Rian membuat semuanya tidak efisien.
Kendaran yang ada di jalan ini semakin berisik. Bukan lagi hanya bunyi klakson dan deru mesin sekarang tapi bertambah dengan suara nyaring sirine ambulance yang menembus kemacetan untuk memasuki area apartemen.
Sebentar.
AMBULANCE DI APARTEMENKU??!!
RIAAANNNN!!!
Aku berbalik untuk kembali ke apartemenku. Entah kekuatan darimana aku merasa tubuhku begitu ringan dan bisa berlari dengan sangat cepat.
Dan di depan sana samar terlihat orang-orang berkeremun di lobby apartemen dengan beberapa petugas keamanan membantu 2 perawat laki-laki membawa tandu dengan seseorang yang tergolek di atasnya bertutupkan kain putih.
Ya Tuhan. Tidak.
Tulang-tulang mendadak terasa lemah membuatku langkahku limbung dan hampir jatuh.
"...MAS...!!" Aku menjerit sambil memaksa sepasang kaki ku tetap berlari ke arah ambulance.
Mungkin aku terlihat sangat payah, orang-orang melihatku dengan aneh.
Aku langsung memeluk Rian yang sudah ditandu dan ditutupi dengan kain putih. Aku menangis sejadinya, aku tidak peduli orang-orang mencibir apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boy Next Door | FajRi ✔
Fiksi PenggemarKetika orang asing tinggal di samping rumahmu Ketika orang asing memasuki harimu. Ketika orang asing menjadi bagian dari harimu. Ketika orang asing itu menjengkelkan karena sangat berbeda denganmu Ketika orang asing diam-diam peduli padamu Dan ketik...