A boy from Pluto!

1.3K 218 72
                                    

HY!
SYA GA NYANGKA LHO KLO BUKU KAPAL LOKAL PERDANA SY BAKAL ADA YG VOMENT HUHUHU
AWALNYA SY GA YAKIN MAU NULIS KAPAL LOKAL TAKUT DIKIRA MUSIMAN TAPI ENTAHLAH SY LANGSUNG BANTING SETIR KE LOKAL SEMENJAK LIHAT KEUWUAN BROMANCE FAJRI 😢😢
TERIMAKASIH UNTUK SEMUA YG SDH MEMBACA. TERIMAKASIH JUGA IBUK buretae YG BANTU SAYA NULIS BOOK INI HEHE

***

TIT TIT... TIT TIT... TIT TIT

Itu suara ponselku, btw.

Aku yang sedang berdiri bosan di halte karena si kakek kampret tidak pernah mau mengalah berbagi bangku denganku akhirnya bereaksi melihat pada layar ponsel.

"Oi. Abah!" aku terpanjat melihat foto laki-laki paruh baya berewokan beruban yang terpampang nyata di layar ponselku.

"Naon, Abah?"

["Naon Abah! Naon Abah! Yang bener maneh kasih salam!"] Reflek aku menjauhkan ponsel dari telingaku setelah mendengar sambaran Abah yang sudah seperti gledek.

"Assalamualaikum, Abah," ralatku segera sebelum aku dikutuk menjadi Lee Yong Dae alias Pak CEO ganteng blasteran Korsel-Jaksel.

["Wa'alaikum salam. Pajar, tanggal berapa ini, Pajar?!"] Otomatis aku membuang nafas kasar.

"Abah minta transferan? Bah, Fajar belum gajian Bah tolong." ujarku kesal.

["Transferan naon, Pajar?!"]sahut Abah melengking. Aduh, Gusti! Lama-lama bocor ini gendang telinga.

"Ya terus apa, Abah? Kenapa Abah tanya tanggal?! Ambu telat datang bulan?" tanyaku bingung.

["E sontoloyo! Ini udah tanggal 20, Jar! Mana neng geulis yang mau Pajar bawa pulang? mana?!"]

"Mohon maaf Bapak salah sambung. Kami agen asuransi." Aku memutus panggilan Abah begitu saja tanpa salam penutup yang baik dan benar. Bagaimanapun obrolan semacam itu tadi harus dihindari. Pamali diteruskan.

Apa Abah tidak berfikir kalau sebagian besar waktu yang aku miliki adalah berada di kantor, bertemu dengan orang-orang rusuh, mengerjakan laporan dari bagian finance ke atasan yang mana pekerjaan itu selalu membuatku sering pusing dan mendadak mual, kalaupun bisa pulang awal dan tidak terjebak lembur lagi-lagi aku menghabiskan waktu nongkrong di luar bersama Jonatan, Bayu dan Koh Marcus. Serius? Apa Abah berfikir aku harus memacari salah satu dari mereka?

Dan setelah pagi yang buruk, kini sore yang buruk sudah terlewati. Haish. Ayolah, kenapa tidak ada satu kali saja hari baik untuk ku?

***

Lagi-lagi ayam berkokok membuatku terpanjat bangun pagi ini. Namun sialnya untuk apa aku memasang alarm di hari Minggu. Ya ampun.

Aku memaksa mataku kembali memejam tapi tidak bisa lagi. Aku akhirnya beranjak dari tempat tidurku dan berjalan ke pantry untuk membuat kopi.

Kopi habis?

Ini sudah ke dua puluh delapan kali nya aku kehabisan kopi di hari Minggu. Oke, tidak masalah. Air galon lebih sehat. Aku membawa air dalam gelas itu keluar unit, berdiri di balkon kamar dan melihat pemandangan di sekitar apartemen sampai akhirnya aku menyadari pintu balkon unit di sebelahku terbuka.

Hey, apakah rombongan pengusir setan yang datang kemarin lupa menutup pintu balkon? Ckk, sangat teledor.

Aku menaruh cangkirku pagar pinggiran apartemen lalu memanjat pagar itu dan merayap di pinggirannya seperti siluman laba-laba. Kedua tanganku mencengkram kuat-kuat pinggiran dinding dan berjalan perlahan ke balkon unit sebelah. Semoga orang yang melihat tidak berfikir kalau aku adalah pencuri, aku hanya ingin berbudi pekerti baik asal kalian tahu.

JENG JENG

Aku tersenyum berbangga hati akhirnya aku berhasil sampai di balkon unit sebelahku.

BRAKK

Namun aku terjerembab jatuh saat turun. Sial, pendaratan yang gagal. Aku segera bangkit sebelum ada yang melihat aksi heroik ku yang payah.

Saat aku bermaksud menutup pintu balkon tatapanku malah malah menangkap sekelebat sosok tinggi berbaju putih. Ya Ampun, ini terlalu pagi untuk hantu mulai beroprasional! Tidak, tidak. Aku hanya belum terlalu bangun.

Aku mengucek mataku. Pasti itu tadi hanya salah lihat. Tentu saja. Mana ada hantu berkeliaran pagi-pagi?!

Aku menarik pintu balkon unit itu namun tiba-tiba pintu macet.

Oh bukan. Bukan macet. Seseorang menarik pintunya dari dalam. Maksudku, si setan menarik pintuya dari dalam.

Kaki kananku kini bertumpu pada daun pintu berharap aku lebih kuat daripada si hantu. Tapi tidak, hantu ini terlalu kuat sampai dia yang lebih berhasil menarik pintu dan tubuhku terpelanting masuk ke dalam unit.

"Apa kamu gila berani mencuri pagi-pagi?!" tuduh sosok yang ada di depanku. Sebentar, kaki nya menapak ke lantai berarti dia manusia.

Ah syukurlah.

Aku akhirnya mengangkat kepala dan melihat pada lawan bicaraku.

Aku terdiam. Ya ampun, untuk ukuran seorang laki-laki kulitnya terlalu bagus. Jari-jari tangannya terlalu lentik. Bulu matanya terlalu bagus. Apakah dia berasal dari pluto sampai bisa memiliki kulit sebagus itu? kalian tahukan planet pluto adalah planet yang terjauh dari matahari. Tentu saja kulitnya tidak pernah terpapar sinar matahari seperti para penghuni planet bumi.

Hey, dia bisa saja menjadi brand ambasador produk kecantikan ataupun aktor, bukan malah menjadi pawang setan seperti ini.

"Saya yang tinggal di sebelah. Saya melihat pintu balkon terbuka dan saya hanya bermaksud menutup pintunya. Saya nggak tahu kalau sedang ada aktifitas pengusiran hantu disini. Nggak biasanya pawang setan datang hari Minggu."

"Pawang setan?" laki-laki di depan ku bertanya dengan dahi mengernyit.

"Mas pawang setan yang baru ya?" aku memastikan.

Dia memutar bola mata dengan wajah jengah. "Saya Rian. Saya yang tinggal di unit ini sekarang."

Aku cukup terkejut. Mungkin Mas Mas bernama Rian ini menangkap raut terkejutku juga.

Whoa! Akhirnya unitku tidak jomblo lagi karena unit di sebelah sudah dihuni. Ya, meskipun aku selalu berharap penghuni unit ini suatu saat adalah perempuan sih.

Tapi tidak masalah. Setidaknya aku tidak bertetangga dengan setan.

"Mas bisa pergi kan?" Aku terpanjat saat laki-laki itu mengajak kh berbicara.

"Oh ya, saya mau pulang. Ngg, kalau butuh bantuan saya ada di sebelah. Nama saja Fajar. Pake 'F'," ujarku.

Dia mengangguk dengan tatapan dingin. Ckk sombong sekali. Aku kembali berjalan ke arah balkon untuk kembali ke balkon ku dengan aksi ala-ala spiderman lagi.

"Mas!"

Gerakanku yang sudah nangkring di atas pagar lantas terhenti saat seseorang di belakangku memanggil.

"Mas kan bisa lewat pintu di depan. Mas mau diteriakin maling?"

"Oh, ya... hehe. Oke." Aku mengacungkan jempol pada laki-laki itu.

***

Republish

The Boy Next Door | FajRi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang