Terjebak

831 154 44
                                    

Tidak ada aroma terbakar dari roti yang aku panggang lagi pagi ini artinya aku tiba di kantor tepat waktu, tidak terlambat. Tapi hampir saja terlambat karena Ma'am Wid menahanku beberapa saat tadi.

Tiba di kantor aku membanting tas kerja milik ku, beberapa orang langsung melihat ke arahku dengan kaget. Aku mengabaikan tatapan bingung mereka dan berlalu ke dapur karyawan untuk membuat kopi.

Serius, tetangga baru itu benar-benar membuat moodku rusak, ckk parah.

"Kenapa mukanya ditekuk bro?" tanya seseorang yang saat ini berdiri di dekatku menuang air panas ke dalam cangkir yang sudah berisi kopi hitam dan gula.

"Jo, lo inget kemarin gue ceritain tetangga baru? Cari mati dia!"

"Kenapa lagi?" Jonatan bertanya dengan raut jengah.

"Masa dia sebarin hoax. Yakali gue mau gagahin dia! Padahal gue cuma bantu rawat dia pas dia sakit! Tahu gitu gue biarin aja dia mampus di lorong! Argh!" Kan, aku menjad uring-uringan kan?

"Ya lo kenapa ngegasnya sama gue bambang!"

"Ya tadi lo tanya gue kenapa! Ini gue jawab anying!"

"Anying anying mata lo anying!"

"Geezz.. acu!" aku menggeram pada Jonatan yang berlalu dengan raut sok kalemnya.

Memang salah besar kalau punya temen curhat maca orang-orang di kantor ini. Nemu jalan keluar kagak, tambah emosi iya.

"YAIIKK! JANCOK! PANAS!" Aku terpekik saat merasa lidahku seperti terbakar setelah menyruput kopi di dalam cangkirku. Dan fakk, aku lupa menambahkan gula!

Dan pada detik itu juga aku mendengar gelak tawa dari orang-orang di ruang kerja.

Argh!
Gara-gara tetangga baru itu hidupku menjadi nggak efisien lagi kan?! Kopi gagal ini akhirnya terbuang sia-sia ke westafel dan harus membuat kopi baru.

***



"Jarr... sstt sstt..." Kepala Kevin menyembul dari skat meja kubikel kami berdua.

Aku pura-pura fokus mengetik laporan yang harus segera aku email ke Pak Owi besok pagi.

"Jjaaaarr..." kali ini Kevin merengek. Aku mengangkat kepalaku sebentar dan melihat bocah sableng itu yang sedang nyengir kuda.

Sawan ni bocah!

Aku kembali fokus pada pekerjaanku dan tidak berapa lama terdengar suara berisik dari bocah sableng itu yang menggeser kursi kerja miliknya untuk merapat ke meja ku.

"Jar gue kasih tahu!" ujar Kevin setengeh berbisik sambil tangannya menarik-narik lengan kemeja ku.

"Hm?" sahutku.

"Ya lihat gue!"

"Apa sih Vin?" tambah bikin emosi ini bocah.

"Sinian gue bisikin!"

"Yailah Vin ribet banget deh ah!" rutuk ku kesal, tapi aku tetap mengikuti perintah Kevin untuk merapat dengannya.

Kevin mendekatkan wajahnya lalu membisik kan sesuatu di telingaku yang membuaku membeku seketika.

"Lo serius?" tanyaku tidak percaya.

"Ho.oh. Ya Jar, temenin gue ya. Habisnya gue takut," Kevin memasang wajah gundah gulana nestapa.

"Terus gue disuruh ngapain?"

"Ya temenin gue aja Jar. Ya?"

"Giliran gue minta tolong kalian aja pada ribet!!" menyuarakan isi hati tidak ada salahnya.

The Boy Next Door | FajRi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang