Sebuah kompromi

786 148 62
                                    

Aku diam mengamati sejenak tumpukan pakaian yang biasanya menggantung sembarangan kini tertata rapi di dalam almariku. Mustahil jika hantu melakukan pekerjaan rumah tangga seperti ini. Apakah aku boleh besar kepala menganggap kalau yang merapikan kamarku dan melipat baju di almari adalah seseorang yang menginap kemarin. Saat dia sadar dari mabuknya dia melakukan semua pekerjaan ini. Itu sangat masuk akal kan? Tentu saja.

Mendengar suara pintu terbuka dari unit di sampingku membuatku beregas menyingkir dari depan almari untuk melihat keadaan di luar. Mungkin Rian akan pergi turun membeli makanan atau membeli beer lagi. Berpura-pura membeli makanan di cafetaria atau pergi ke supermarket aku rasa bisa menjadi alasan untuk ku bisa ikut dengan dia dan berterimakasih pada Rian karena sudah merapikan kamarku.

Ah sial. Kenapa jantungku berdegup cepat sekali?

Jar, slow Jar.. Aku berbicara pada diriku sendiri.

Aku menarik nafasku panjang lalu menormalkan ekspresiku. Jangan terlihat gugup atau bertingkah tidak masuk akal atau apapun yang membuatnya merasa aneh denganku.

Pintu kamarku terbuka dan setelah mengumpulkan rasa berani perlahan aku menapak kan kaki ku melewati batas pintu unit dengan perasaan yang tidak jelas.

BINGOO!!

Rian saat ini sedang bersama perempuan. Dia perempuan yang sama yang Rian bawa ke restoran Chinese food beberapa waktu lalu. Artinya, perempuan itu adalah mantan pacar Rian.

Apa yang akan aku lakukan sekarang? Diam? Atau kabur?

Aku tersenyum kecil apda Rian bahkan mungkin senyum ku terlihat aneh. Rian membalas singkat lalu kembali fokus pada pacarnya.

Dan tebak apa yang mereka lakukan saat ini?

Perempuan itu mendekatkan wajahnya ke arah dada Rian. Mungkin mereka melakukan pelukan setelahnya. Ntahlah. Bukan urusanku. Aku sudah meninggalkan tempat dengan membawa sepasang kakiku yang terasa lemas.

***

"Pak Aji!! Sutra mana Sutra?!" Aku tiba di kelontong Pak Haji setelah tadi sempat kebingungan kemana aku akan pergi. Bahkan aku tadi tidak sadar kenapa harus berjalan sejauh ini? Entahlah aku hanya merasa ingin pergi.

"Jar, Sutra sekarang baru demen keluyuran. Baru birahi dia, minta kawin," jelas Pak Haji Mali sambil berjalan mengampiriku yang sudah duduk di kursi pelanggan warung yang ditata di bahu jalan. "Kopi Jar," Pak Haji baik hati ini hafal betul setiap aku pergi kemari pasti memesan kopi.

"Makasih Pak," sambutku.

"Gimana kerjaan Jar? Lancar? Ada sekretaris baru yang bisa kamu pepet belum?"

Aku mendengus "Kerjaan si lancar. Tapi kalo masalah pepet pepetan belom Pak."

"Yah kapan sih Jar kamu mau nikah? Saya nggak sabar pengen bawa istri baru saya kondangan."

"Elah Pak Aji! Kirain mau ngapain ternyata mau pamer bini baru?!"

Pak Haji Mali nyengir lebar lalu menaik turunkan alisnya dengan menyebalkan.

Sebuah suara yang muncul dari kalung Sutra terdengar bersamaan si gendut putih itu berlari ke arahku. Dia mendekat lalu duduk di bawah kaki ku. Segera saja aku mengangkat Sutra dan menimangnya seperti menimang bayiku.

Pak Mali tersenyum lalu beranjak pergi seperti sengaja memberi aku dan Sutra kesempatan untuk melepas rindu.

"Su..." panggilku pada si gembul. Sutra ya bukan Asu. -_-

"Twinnya Pak Lee Young Dae kangen," ujarku pada Sutra. Sutra adalah satu-satunya pendengar setia yang tidak pernah protes. Coba saja kalau aku mengatkan ini di depan Kevin, Jonatan atau Bayu. Mereka pasti sudah mengumpat habis-habisan.

The Boy Next Door | FajRi ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang