Dua Belas🍁

124 17 17
                                    

Bunyi kucuran air tampak terdengar samar hingga persekian detik sampai suara tersebut menjadi senyap. Bersamaan dengan suara knop pintu yang terbuka dan menampilkan seorang perempuan berkaus putih dengan balutan handuk di kepalanya. Tetesan air jatuh dari ujung poninya, serta uap harum yang berasal dari tubuhnya.

Etia tampak menghembuskan nafas, sebelum tubuhnya mendarat pada ranjang yang berderit.

Tubuh itu menggeliat, lantas mencari posisi yang bisa membuatnya terlelap. Ia bahkan merasa sangat malas untuk mengeringkan rambut, juga melepas handuk yang bersemayam di kepala.

Pikirannya berputar-putar tentang hari ini. Banyak hal yang tidak terduga telah terjadi, dan mungkin mulai besok... hidupnya tidak akan setenang, dulu.

"Duh pusing," Etia mengerang dalam bantal. "Datang, kerjakan, terus lupakan."

Hampir saja Etia jatuh tertidur jika suara ketukan pintu tidak terdengar di telinganya.

Etia menjawabnya dengan gumaman.

"Woi, makan malem. Cepet turun, kalau enggak, gausah makan sekalian!" itu suara Vierra. Etia menggerutu, ia bahkan sudah hafal banyak suara di sini. Oh, kecuali untuk suara Ayena-pemilik kosan Matha.

"Ho.oh," aku nggak laper, mau langsung tidur.

Etia kembali menutup mukanya dengan bantal. Pandangannya menggelap.

***

"Kayaknya dia udah ngebo."

Vierra sudah duduk di kursinya, lantas asik memakan hidangan kali ini. Sepasang lobster besar dan hidangan seafood lainnya.

Ikhsan yang mendengar ucapan itu menyangga dagu. "Mungkin Tia kecapekan. Sayang banget, padahal malem ini makanannya enak-enak buat ngerayain kepulangan Bang Acit."

Rasit sendiri tersedak saat namanya dibawa-bawa.

"Apaan. Emangnya aku diculik?"

Semua kompak mengangguk.

"Sama wewe gombel. Makanya lupa jalan pulang."

Terdengar suara decihan dari mulut Rasit. "Masih aja punya pemikiran nggak berkembang, dari jaman bahula pun yang namanya diculik setan mah kagak ada, adanya diculik manusia serupa setan!" Rasit sok menggurui saat ini.

Dari arah samping, Vierra memukul kepala Rasit. "Dasar anak dosen. Mulutnya udah kayak copy-an buku sarkasme."

"Kau nggak punya kaca ya di toilet? Mending pakai layar kaca hp tergelap deh biar sadar. Nggak kau, nggak dia, hobinya kok jadi generasi kingkong," balas Rasit sambil menggigit daging cumi-cumi.

"SIAPA YANG KINGKONG!?"

Rasit yang melihat tatapan menusuk dari Vierra langsung ciut dan geleng-geleng kepala. "Pemain sumo."

Hantar menatap pertengkaran itu sambil menyembunyikan senyum. Sudah lama satu kosan tidak makan bersama seperti hari ini. Dahulu pasti ada saja yang tidak hadir atau sengaja ingin makan sendiri.

"Yang dimaksud dia siapa?" tanya Hantar, tangannya menggaruk-garuk dagu.

Pertanyaannya lalu disaut oleh Geya, membuat Rasit mengode dengan pelototan agar Geya diam.

MathaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang