Tiga Belas🍁

118 17 13
                                    

Nafas Etia terdengar tidak beraturan. Keringat bercucuran melewati leher dan punggungnya. Ah sial! Baunya bakalan kecut kalau begini caranya.

Etia terus berlari, dan berlari. Bagaimana ia bisa lupa dengan hari ini!? Oh astaga, padahal tadi malam Etia sudah menyiapkan semuanya tanpa terkecuali. Seragam, buku, alat tulis, serta peralatan penting atau tidak penting sekaligus.

Hari ini adalah hari pertamanya sekolah menjadi anak baru, tetapi apa yang sudah Etia perbuat? Lagi-lagi ia tidak beruntung!

Oke baiklah, tidak ada waktu untuk memikirkan kesialan beruntunnya dari hari ke hari. Etia harus fokus, tersisa semenit untuknya bisa melewati gerbang yang akan segera ditutup.

Tepat dengan perkiraan. Etia kembali mempercepat langkah saat matanya sudah melihat gerbang sekolah yang setengah tertutup. Jaraknya lumayan jauh, membuat jantungnya serasa ditendang. Antara ia tidak bisa melewati gerbang, atau tubuhnya akan tersangkut karena memaksa masuk.

"T-tunggu Pak! Jangan ditutup!!!" gawat, satpamnya pura-pura tuli. Keringat dingin mulai keluar di seluruh tubuhnya. Ia tidak boleh dihukum, ia kan anak baru, Etia tidak ingin dianggap anak nakal. Karena itu akan membuatnya menjadi menonjol. Kalau ia terkenal dikalangan guru bimbingan konseling, yang susah adalah dirinya sendiri.

"PAK SATPAM GERBANGNYA JANGAN DI TUTUP!!!" Etia berteriak dengan kencang sambil terus mempercepat lari. Sampai-sampai Etia tidak sadar bahwa dirinya sudah melewati gerbang dan hampir menabrak satpam yang melotot kaget.

"Akh!" terdengar bunyi berdebuk.

Etia tidak jadi menabrak satpam, tergantikan menjadi dirinya yang menabrak dinding tempat pos satpam berjaga.

Etia memegang keningnya yang berdenyut merah. Kakinya menghentakkan tanah menahan ngilu. Saat terbentur tadi ia sampai mendengar suara retakan antara keningnya dan dinding. Semoga suara tersebut hanya berhalusinasinya.

"Aah ..."

Etia berjingkok, tangannya yang gemetar menangkup jidatnya sambil meringis. Sepertinya mata Etia sudah berkaca-kaca saat ini. Ia tidak bohong, rasanya jidatnya ini terasa dibolongi dari dalam. Semoga saja tidak ada bekas lebam saat nanti ia berkaca.

"Permisi," suara tepukan tangan mengalihkan perhatian Etia dari rasa sakit di kepalanya. Seorang perempuan dengan seragam yang sama sepertinya berjalan mendekatinya. Etia mendongak saat uluran tangan tersebut ditujukan untuknya. "Kenapa kamu nggak masuk ke dalam kelas?"

Etia membalas uluran tersebut dengan gerakan patah-patah, dirinya tersenyum canggung. "S-saya bakalan dihukum?"

Bagaimana ia tidak berpikiran seperti itu. Melirik kebelakang saja Etia sudah tahu bahwa ada beberapa anak di balik gerbang yang memohon-mohon dibukakan pintu oleh satpam. Dan pastinya mereka bakal dihukum, tidak terkecuali Etia. Entah itu disuruh membersihkan lapangan, terkena point pelanggaran, ataupun berjemur di bawah matahari. Andai saja yang dihukum memiliki keturunan darah barat, pasti bakal seneng-seneng aja. Masalahnya ia itu orang asia, yang meskipun kebal sama panas, namun ya kelabakan kalau sengaja dijemur.

"Kamu masuk sekolah bener-bener tepat waktu, sedetik sebelum bel berbunyi. Jadi buat apa di hukum?" mendengar itu membuat Etia menghembuskan nafas lega.

"Oh ... "

Perempuan itu menaikkan alis saat Etia belum beranjak dari tempatnya. "Kenapa diem aja. Kamu mau bolos pelajaran pertama? Sana masuk kelas!"

MathaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang