#1 Helm dan Kunci Motor

340 11 0
                                    

Bunyi jam weker membangunkannya. Matanya masih enggan untuk dibuka. Namun, tangannya sudah menjulur ke weker itu dan mematikannya.

Dengan sedikit dipaksa akhirnya mata yang telah terpejam semalam, kembali membuka katupnya. Badan yang hampir tak bergerak di atas ranjang, mulai beranjak meninggalkan pembaringan.

Kedua kakinya melangkah ke kamar mandi. Menapaki ubin demi ubin sembari melakukan peregangan otot lengan. Rasa kantuk itu masih sangat terasa. Namun, apalah daya dirinya harus bersiap menjalani aktivitas sehari-harinya.

Sekolah.

Namanya Artha. Lebih lengkapnya Artha Samudra. Anak dari pasangan Arrif Majaya dan Kartika Himalaya yang masih harus menempuh pendidikan di bangku kelas sebelas SMA.

Bola adalah temannya sehari-hari. Ia memiliki bakat mengolah si kulit bundar. Waktu SD, ia pernah berkecimpung di dunia sepak bola. Namun, ia tidak melanjutkan olahraga bola besar itu lantaran beberapa kendala.

Kini usai menapakkan kakinya di SMA, ia mulai mengenal olahraga futsal yang notabene hampir mirip dengan sepak bola. Ia mencoba peruntungan di olahraga lima lawan lima itu.

***

Jam dinding menunjukkan pukul 06.30. Artha telah bersiap untuk pergi ke sekolah. Sepiring nasi telah ia lahap habis. Secolek Pomade juga telah ia usapkan ke rambut kepalanya.

Berbaju putih dan celana abu-abu. Lengkap dengan dasi abu-abu yang bergelantungan di depan dada menutupi kancing bajunya. Tak lupa jaket jeans hijau army yang selalu ia pakai menutupi seragam OSIS miliknya.

Hari itu adalah hari pertamanya masuk sekolah di kelas sebelas, setelah tiga minggu tak pernah menginjakkan kaki di sekolah.

Motor bebek keluaran tahun 2009 telah berada di depan rumah Artha. Artha menamainya “Gata”. Gata ini diambil dari bahasa Melayu. Berasal dari kata “Pergata” yang artinya kapal kecil yang cepat. Gata lah yang menjadi alat transportasi Artha saat bepergian, termasuk ke sekolah.


Artha keluar dari pintu rumah berbarengan dengan Dinar Nautika, adiknya, yang berpakaian merah putih rapi serta tas berwarna merah jambu yang ia gendong di punggung.

Sepeda milik Dinar terparkir di sebelah Gata. Kakak beradik ini berpamitan dengan Kartika yang sedang menjemur pakaian di teras rumah.

“Bapak mana Bu?” tanya Artha dengan menata rambutnya di depan kaca spion Gata.

“Bapak udah berangkat dari tadi Artha,” jawab Kartika.

“Oalah ya udah Bu, Artha berangkat dulu ya,” Artha menghampiri keberadaan Kartika sambil mencium tangannya.

“Iya, hati-hati di jalan ya, jangan ngebut!” seru Kartika.

“Bunda, Dinar juga pamit ke sekolah ya,” ucap Dinar sembari menjulurkan tangannya ke tangan Kartika.

“Iya sayang, belajar yang pinter ya di sekolah,” jawab Kartika sambil mencium kening Dinar.

Klakson Gata berbunyi. Menandakan Artha telah memulai perjalanannya ke sekolah. Gata mulai membelah jalan raya dengan kecepatan sedang.

Enam kilometer harus ditempuh Artha untuk sampai ke sekolah. Jalan demi jalan ia lewati. Ratusan motor berlalu lalang menghalangi.

Artha : Ksatria Penawar LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang