3: Bertemu Teman

97.4K 3.3K 63
                                    

---

Kedatangan Claritta ke Indonesia karena tawaran kerja dengan posisi yang sangat menggiurkan. Hal ini disampaikan oleh papinya minggu lalu, dan ia segera memberikan keputusan dengan kepulangan ini.

Tidak disangka, papinya malah melempar Claritta kembali kepada Azelf. Sesuatu yang tidak diinginkan olehnya, bahkan menjadi mimpi buruk.

Saat terbangun, pria itu sudah tak berada di sebelahnya. Mungkin telah pergi untuk bekerja. Ya, begitu dugaan Claritta.

Pada pagi ini, ia menuju kantor, di mana tawaran kerja itu datang dan disampaikan oleh papinya. Gedung bertingkat, menjulang tinggi di hadapan Claritta.

Rasa percaya diri meningkat kala orang-orang melihatnya dengan tatapan dan decakan kagum. Itu berarti, penampilannya tidak buruk, bahkan mendekati sempurna.

Dengan blus yang melekat di tubuh, dan rok ketat di atas lutut, serta sepatu berhak berwarna hitam mengkilap, Claritta melangkahkan kaki masuk ke lobi kantor.

Seorang perempuan melintas di depan Claritta, sembari menggerutu kesal, dengan langkah yang dientak keras.

"Sadina?" Tanpa ditahan, Claritta menyuarakan nama itu.

Perempuan tersebut berbalik, menatap Claritta dengan sangat instens. Dua detik kemudian pupil mata melebar, dengan mulut terbuka. Terkejut melihat Claritta berada di kantor ini.

"Claritta?" ujar Sadina.

"Sumpah, ini lo?" Claritta ikut terkejut, penampilan perempuan itu benar-benar berubah.

Mereka berpelukan erat, sebuah pelukan rindu sejak lulus dari SMA. Sepuluh tahun tidak bertemu, Sadina dan Claritta saling tatap, dan saling menilai penampilan.

"Sumpah, lo berubah banget, Ta!" pekik Sadina antusias.

"Sama, lo juga." Claritta menepuk lengan Sadina, pinggul, dan terakhir bokong. Hal itu dilakukannya untuk mengecek perubahan temannya itu. "Asem, udah berapa cowok yang lo taklukkan?"

"Dikit," jawab Sadina. "Lo ngapain di sini?"

"Gue dapet tawaran kerja di sini, makanya balik dari Canada. Sapa tahu jadi ladang rezeki buat gue." Claritta memang suka bekerja, apalagi saat sudah mendapatkan gaji. "Lo kerja di sini?"

Sadina mengangguk.

"Bagian mana?"

"Produksi." Sadina mendengkus kesal ketika menjawab. "Gue mau ke atas, lo juga?"

Claritta mengangguk ragu, seharusnya ia bertanya pada resepsionis di mana letak ruang CEO, karena papinya berpesan, saat sampai kantor, segera bertemu CEO.

Namun, Claritta sedang bersama Sadina, sahabat terdekatnya saat SMA. Maka ia akan tanyakan pada perempuan itu nanti, setelah acara nostalgia selesai.

"BTW, kita belum saling nanya kabar," ucap Sadina ketika mereka telah berada di depan lift.

"Baik banget, dan gue yakin lo juga baik. Sejahtera gini, hidup lo." Sekali lagi Claritta menatap kagum atas perubahan Sadina.

"Dilihat dari penampilan lo juga, kayak sejahtera banget."

Pintu lift terbuka, menampakkan seorang pria berdasi, memasukkan tangan ke dalam saku celana. Claritta terkejut, ia mengenal pria itu.

My CEO is My Husband (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang