10: Tolak

58.2K 2.2K 39
                                    

Claritta menghela napas pelan mendengarkan protes yang keluar dari mulut Sadina dan Diandra. Sudah berlangsung sepuluh menit, tetapi topik masih juga sama.

Sebenarnya ia pun ingin protes pada Satya yang menolak mentah-mentah desain kemasan makanan instan yang telah didesain oleh Sadina dan tim.

"Padahal ini udah sempurna di atas sempurna, udah tiga kali revisi pula, tapi tetap aja nggak diterima," geram Sadina, tangannya memukul meja, menciptakan tatapan kaget dari para anggota tim lain.

"Kita harus bicara ke Satya, sebenarnya apa mau dia permainkan kita kayak gini." Diandra tak kalah marah.

Claritta merasa euforia masa SMA kembali hadir, di mana ia dan ketiga temannya berencana untuk menyerang kelompok Azelf jika berbuat hal yang tidak mengenakkan hati pada Claritta dan teman-temannya.

Namun, sungguh kali ini ia tidak ingin cari ribut. Hanya pekerjaan ini yang Claritta punya, jika dipecat maka habislah riwayatnya. Apalagi orang tua sudah angkat tangan dengan kehidupannya.

"Cla! Ayo!" paksa Sadina menarik tangan Claritta.

"Eh, tunggu." Nyatanya tak diindahkan oleh kedua temannya itu. Claritta ditarik ke luar ruangan. "Tunggu, Guys, kita nggak boleh langsung ketemu. Harus nyusun kata-kata biar diterima."

Langkah kedua temannya terhenti, Sadina dan Diandra saling tatap beberapa detik, kemudian mengangguk dan mulai berpikir.

Dari dulu, keduanya sering dianggap kembar tidak identik, Claritta juga merasa memang begitu, karena mereka selalu bersama sejak masa anak-anak dan sampai sekarang.

"Kita cuma perlu protes, kasih tahu kalau ini udah berkali-kali revisi, kenapa malah ditolak?!" Seperti biasa, Sadina selalu emosi jika membahas tentang Satya.

"Bener," sahut Diandra. "Ayo, kita pergi!" Keduanya segera menuju lift.

Protes Claritta tertahan di tenggorokan kala Satya keluar dari lift khusus para eksekutif. Ia pasrah, sebentar lagi ada yang akan meledak.

"Satya!" geram Sadina, sudah melupakan tatakrama dalam dunia kerja. "Gue nggak peduli lo atasan gue, yang jelas kasih gue alasan kenapa lo nolak desain tim gue?"

Jantung Claritta hampir copot melihat kelakuan Sadina. Sebagai manajer di divisi produk, sudah pasti ia akan mempertanggungjawabkan kelakuan temannya itu.

"Oh, kalian," balas Satya terdengar santai. "Saya masih harus ketemu seseorang, nanti saja bicaranya."

"Heh, nggak bisa gitu, dong!" Sadina mencegah langkah Satya yang akan segera meninggalkan mereka. "Ini penting buat gue!"

Satya masih terlihat tenang meskipun perempuan di hadapannya sudah berapi-api. "Ini juga penting buat saya, ada cewek yang lagi nungguin saya di-"

"Nggak usah banyak alasan, gue tahu lo jomblo! Heleh, diminta bicara serius malah ngehalu!" sinis Sadina.

Claritta mematung di tempat, rasanya ingin pingsan. Setengah mati ia menurunkan sedikit egonya menghadapi Azelf, semua itu hanya karena tak ingin kehilangan pekerjaan.

Namun, nyatanya Sadina tak peduli dengan apa yang tengah Claritta pertahankan. Semua bisa diselesaikan dengan kepala dingin, tetapi teman-temannya tidak mengindahkan.

"Din, Din, udah." Claritta menarik pelan Sadina untuk menjauh dari Satya.

"Sama Satya nggak ada guna pakek cara halus, Cla, harus pakek urat!" Diandra malah mengompori. "Ini bukan yang pertama kali kita diginiin."

My CEO is My Husband (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang