Bersandar pada dinding sambil merasakan dinginnya lantai, Azelf kini tengah menikmati suara isak yang keluar dari mulut Claritta.
Perempuan itu belum juga bisa tenang, padahal darah yang keluar dari bibir sudah mengering sejak tadi.
Sekarang waktu sudah menunjukan pukul 20.05. Itu artinya, jam makan malam sudah lewat. Jadi, wajar saja jika saat ini Azelf merasakan lapar yang merambat di perutnya.
Suara tak asing dari perut mulai terdengar, itu malah membuat Claritta menoleh padanya.
"Wajar, gue belum makan malam," jawab Azelf dingin, ia tak ingin kesan maskulinnya ternodai hanya karena suara cacing di dalam perut tadi terdengar jelas.
Ia melepas jas hitam yang membalut tubuhnya, lalu memberikan pada Claritta. "Gue bakal keluar ruangan."
Hendak berdiri, tetapi tangannya ditarik oleh perempuan itu. "Lo gila? Kita bakal ketahuan berduaan di dalam sini."
Azelf menghela napas. "Terus kenapa? Ini kantor gue, terserah gue mau mengurung diri di dalam ruangan bareng siapa aja."
"Lo harus mikirin reputasi gue juga ... lo mau gue dicap wanita murahan? Rela berduaan bareng bos di dalam kantor sampe malam gini?"
Melengos. "Gue nggak tahu apa yang ada dalam pikiran lo. Mereka mau mikirin apa juga, kita berdua udah sah. Jadi nggak bakal terdengar fitnah entar."
Satu jitakan dirasakan Azelf pada kepalanya. "Itu yang gue takutin. Pas kita tertangkap basah berduaan, lo bakal nyebar ke orang-orang kalau kita udah sah sebagai suami-istri."
Tak menanggapi lagi, Azelf kemudian berdiri dari duduk, lalu berjalan ke arah kulkas yang ada di sudut ruangan.
Ia ingat sempat menyimpan beberapa potong roti lapis di sini. Setidaknya, ini bisa dipakai untuk mengganjal perut.
Azelf mengambil dua bungkus roti yang tersisa, lalu menarik sebotol air mineral.
"Kenapa nggak bilang dari tadi kalau di sana ada makanan?" sewot Claritta.
Tak memedulikan itu, Azelf datang untuk kembali duduk di samping Claritta. Ia meletakan botol air mineral tersebut di tengah mereka, lalu mulai membuka satu roti dari kemasannya. Azelf mulai melahap makanan tersebut.
"Lo nggak ada niat buat bagi ke gue?" Nada bertanya Claritta nampak kesal.
Azelf berdeham. "Hm, lo juga mau?"
"Ya, iyalah ...." Satu pukulan dihempaskan ke bahu Azelf. "Lo pikir lo doang yang hidup di sini?"
"Oh, lo nggak ngomong." Ia kemudian memberikan sebungkus roti.
Perempuan itu tak berucap lagi, Claritta mulai sibuk dengan roti sendiri. "Au!"
Azelf seketika menoleh. Istrinya itu merintih kesakitan, tetapi tetap memaksakan diri untuk memakan roti tersebut.
"Nggak apa-apa?" tanya Azelf yang hanya ingin mengecek keadaan Claritta, "rotinya jangan lewatin di bibir bawah."
Perempuan itu berhenti mengunyah. "Gimana caranya coba?" Azelf tak menjawab. "Au, sakit banget," keluh Claritta lebih pada diri sendiri, lalu melanjutkan mengunyah.
Azelf sudah selesai memakan rotinya, ia kemudian menarik botol air yang ada di antara mereka. Namun, di detik kemudian tindakannya tersebut terhenti.
"Gue dulu yang minum." Claritta menarik air mineral itu.
Tak ada perlawanan dari Azelf. Biarkan saja, Claritta sedang sakit. Tak usah ditunggu, istrinya tersebut kembali mengeluh karena bibir yang terasa sakit saat bersentuhan dengan mulut botol.
KAMU SEDANG MEMBACA
My CEO is My Husband (END)
RomansaClaritta Ainsley wanita kabur dari rumah setelah dinikahkan oleh orang tuanya, dengan seorang laki-laki yang sangat ia benci. Azelf namanya. Sepuluh tahun dalam pelarian ke Canada, Claritta kembali ke Indonesia untuk menerima tawaran kerja dari sang...