Mata Azelf kini beralih dari buku yang dibaca ke arah Claritta yang tengah mengitari ranjang dengan handuk membungkus rambut basah. Perempuan itu mengambil tempat di sisi sebelah.
Kembali berusaha memfokuskan diri ke buku yang ada di tangannya, tetapi kehadiran perempuan itu benar-benar menyita perhatiannya Azelf.
"Itu rambut lo keringin dulu pakek hair dryer," tegur Azelf, "entar bantal lo basah."
Detik berikutnya, suara bising terdengar dari Claritta. Rupanya, benda tersebut sudah ada di atas nakas samping perempuan itu tidur.
Azelf berdecak. Ia akan berakting berpura-pura risi agar Claritta mau menggubrisnya.
"Berisik. Lo bisa pakek ruang sebelah buat gunain barang itu. Lagian, tempatnya emang di sana, bukan di sini."
Tak ada jawaban dari istrinya tersebut. Entah karena Claritta tak mau ambil pusing atau memang tidak mendengar apa yang dikatakannya tadi.
"Gue lagi baca buku." Azelf kembali berucap. "Cla, Claritta."
Azelf menelan kekesalannya dalam-dalam. Kenapa malam ini perempuan itu susah sekali diajak bertengkar? Biasanya, Claritta adalah orang yang paling semangat adu bacot dengannya.
Akhirnya, suara bising itu berhenti juga. Claritta sudah selesai mengeringkan rambut.
"Lo kenapa, sih?" tanya Azelf, jelas terlihat perempuan itu sungguh berbeda dari malam-malam sebelumnya.
Apa karena ajakan makan siang? Keduanya ketahuan oleh teman-teman Claritta pergi bersama?
Azelf tersenyum dalam hati. Ini yang ia inginkan, hubungan mereka terbongkar, dan peperangan sejak masa remaja bisa berakhir damai.
"Lo kalau masih mau baca mending cari tempat lain, gue udah ngantuk," titah Claritta, "gue matiin lampu." Kemudian berdiri, dan menuju ke arah sakelar.
Azelf tak membantah, dibiarkannya perempuan itu melakukan sesuka hati, ia juga tidak ingin bertengkar untuk malam ini saja.
Seru juga melihat Claritta sedang galau seperti ini. Bagus. Azelf akan menyuruh Satya untuk terus merecoki teman-teman dari istrinya tersebut.
Lumayan, ia bisa terus mengajak Claritta makan siang bersama, sampai orang-orang di kantor tahu hubungan mereka.
Perempuan itu kembali ke tempat tidur. Claritta tak bicara lagi, dan mengambil posisi untuk memunggunginya.
Sudah sering dipunggungi, membuat Azelf harus terbiasa mencintai punggung bidadari tak bersayap tersebut.
"Lo kenapa, sih? Galau banget."
Menghela napas. "Mikirin tim desain, gue harus lakuin apalagi biar Satya mau terima desain mereka?"
Sekarang, Azelf yang galau. Ternyata, semua tak sesuai harapannya. Alasan kegalauan Claritta bukan karena ketahuan makan siang bersamanya.
"Kalau masalah itu, gue udah janji, 'kan, bakal ngomong sama Satya?" hibur Azelf, padahal di sini ia yang butuh hiburan.
"Apanya? Orang lo diam doang, kayak patung. Gue nggak liat lo bertindak, tahu!"
Azelf menghela napas. "Emang lo harus tahu di mana gue dan Satya ngobrol bareng?"
Perempuan itu seketika berbalik padanya. Ah, Azelf berhasil membuat sang istri tidak memunggunginya lagi.
"Terus, kata Satya apa?" tanya Claritta penasaran.
Azelf meletakkan buku ke atas nakas, lalu turun untuk masuk ke dalam selimut. Dipikirnya, perempuan itu akan kembali memunggungi, karena ia sekarang sedang memasang sinyal bahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My CEO is My Husband (END)
RomanceClaritta Ainsley wanita kabur dari rumah setelah dinikahkan oleh orang tuanya, dengan seorang laki-laki yang sangat ia benci. Azelf namanya. Sepuluh tahun dalam pelarian ke Canada, Claritta kembali ke Indonesia untuk menerima tawaran kerja dari sang...