5: Ruang Arsip

75.6K 3.3K 96
                                    

Mengetatkan dasi sambil melihat pantulan diri di cermin, Azelf mengoles sedikit minyak rambut agar terlihat lebih mengkilap.

Tujuannya di jam istirahat ini adalah untuk menemui Claritta. Siapa tahu perempuan itu mau diajak makan siang. Ya, Claritta tidak akan berani menolak karena Azelf adalah atasan di perusahaan ini.

Azelf keluar dari toilet saat memastikan semuanya aman. Di meja kerjanya, ada Satya yang tengah duduk sambil memutar globe kecil yang ada di sana.

"Kenapa yang dilingkari merah hanya Canada?" tanya Satya.

"Entah, tanyain ke bokap gue. Sebelumnya ruangan ini dia yang pakek," jawab Azelf kemudian melangkah ke arah pintu.

Ia menghindari percakapan berikutnya. Jangan sampai Azelf keceplosan dan mengaku bahwa ia yang melakukan hal tersebut.

"Oh, iya. Claritta tadi minta kunci ruang arsip ke gue."

Seketika langkah Azelf terhenti saat mendengar informasi itu keluar dari mulut Satya.

"Lo yakin, dia nggak bakal bikin kacau?" Pria itu bertanya lagi.

Azelf menggeleng. "Nggak, selama ada gue di sini, dia nggak bakal macem-macem. Lagian, kita udah sama-sama dewasa, nggak mungkin lagi berantem kayak masih remaja dulu." Kemudian membuka pintu yang ada di hadapannya.

Di luar, Kayana segera berdiri saat melihatnya. "Siang, Pak. Mau makan di-"

Azelf segera mengangkat tangan, menginterupsi perkataan Kayana. "Biar gue urus makan sendiri. Lo bareng Hara aja." Kemudian melangkah meninggalkan tempat tersebut.

Ia melenggang penuh percaya diri ke arah di mana lift berada. Tujuannya sekarang ke lantai lima gedung ini. Ruang Claritta ada di sana.

Tiba di pembelokan lorong menuju lift, tangan Azelf ditarik oleh seseorang. Meskipun sedikit terkejut, tetapi ia menyadari siapa yang kini berjalan di depannya dengan posisi membungkuk, tak lupa wajah ditutupi dengan beberapa berkas.

Claritta. Perempuan itu menarik tangan Azelf untuk terus mengikuti ke mana tempat yang akan dituju.

Tatapan Azelf hanya terfokus pada bokong Claritta, hingga lirikan beberapa karyawan yang mereka lewati tak diindahkannya.

Mereka berhenti di dekat pintu ruang arsip. Claritta menempel tubuh ke dinding demi menutupi wajahnya agar tak terlihat orang lain.

Lucu. Itulah pendapat Azelf tentang tingkah istrinya sekarang. Claritta pasti malu mengajaknya ke tempat sepi seperti ini untuk mengobrol.

Segera tangan perempuan itu membuka pintu ruang arsip. Azelf ditarik masuk ke dalam. Ah, berduaan lagi.

"Diam di situ," titah Claritta yang kini sedang mengawasi keadaan di luar ruangan.

Setelah merasa aman, perempuan itu kemudian menutup pintu, lalu menghadapkan tubuh ke arah Azelf.

"Gue mau bikin perhitungan sama lo," tegas Claritta.

Kening Azelf naik satu karena bingung dengan apa yang dimaksud istrinya tersebut. Daripada bikin perhitungan, lebih baik mereka bikin anak saja.

My CEO is My Husband (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang