Bagian 7

650 91 8
                                    

❨ Nami ❩
Nami nyaris saja menjatuhkan gelas anggur yang dibawanya ketika ia membaca bagian terakhir di halaman bertanggal empat belas Februari itu. Luffy… suaminya… berciuman dengan pria lain. Ia meletakkan gelas anggur di tangan kanannya secara perlahan di atas meja marmer di dapur rumahnya dan berusaha mengatur napas. Ia bahkan tak bisa mendeskripsikan perasaannya sekarang. Semuanya begitu campur aduk, marah, cemburu, kesal, penasaran, semuanya bercampur menjadi satu. Ia tahu pernikahan yang terjadi sepuluh tahun lalu itu hanya sandiwara, tapi…
'Toh wanita lain pasti juga pernah merasa begini ketika bertemu mantan pacar suaminya atau semacamnya,' pikir Nami. Mata nya menatap nanar ke tulisan rapi Law. Entah sejak kapan ia mulai membenci pemilik buku harian ini. Nami menghela napas. 'Tapi wanita lain belum pernah bertemu mantan suami dari suaminya kan? Apalagi membaca tentang masa lalu mereka seperti yang aku lakukan.'
Nami masih menatap buku harian itu lekat-lekat, penuh amarah. Ia sangat tidak menyukai Law, tanpa alasan yang jelas. Dan sudah berkali-kali ia menanamkan kebencian itu tiap ia membaca kata demi kata yang tertulis di buku harian. 'Semoga aku tidak pernah bertemu dengan Law ini.'
Nami membalik halaman buku harian itu, dan melanjutkan membaca.

Law's journal, March 1, 2009.
Seharusnya aku memberi judul Law and Luffy’s journal di awal jurnal ini, tapi entah kenapa aku juga mulai enggan dengan nama itu. Baru dua minggu aku tinggal bersama Luffy di apartemen tetapku (ya, sekarang aku sudah tidak nomaden lagi, Roger benar-benar sudah membuangku) tapi urat di pelipisku pasti selalu bereaksi negatif tiap kali mendengar nama pemuda kerdil itu disebut. Dia lebih menyebalkan daripada keseluruhan keluarga Gol D. digabungkan.
Tapi, sisi baiknya, ia cukup tahu diri kalau aku sedang latihan dan berusaha berkonsentrasi membaca partitur.
Dan setelah jurnal ini, aku tak yakin apa aku bisa menjalani hidup selama dua tahun ke depan. Itu bakal jadi dua tahun yang amat sangat panjang.

❨ Law ❩
GEDUBRAK!
Law memejamkan matanya, berusaha menahan emosi dan mengutuk dalam hati. Ia meletakkan penanya dan menutup buku partiturnya seraya bangkit berdiri dan segera keluar dari kamarnya. Suara berisik yang memecah konsentrasinya itu tadi pasti berasal dari suaminya tersayang.
"Apa yang kau lakukan?" sentak Law begitu mendapati Luffy jatuh terduduk di bawah rak buku, dengan buku-buku besar koleksi Law menjatuhi tubuhnya. Ia meringis tanpa dosa ke arah Law yang berdiri menjulang di atasnya dengan glare yang luar biasa.
"Ehehe…" cengirnya, berusaha bangkit berdiri, membuat buku-buku di atas tubuhnya kembali berjatuhan ke lantai dengan suara keras. Law memejamkan matanya habis sabar. Ia sudah sangat ingin sekali mengusir pemuda ini dari apartemennya kalau kontrak yang telah diucapkannya dua minggu lalu tidak menahannya. Selama ini ia berpikir Luffy-lah yang bakal tidak betah tinggal bersamanya mengingat Law adalah seorang perfeksionis dengan pribadi yang sangat bertolak belakang dengan Luffy. Tapi ternyata ia salah. Luffy telah mengacaukan aturan-aturan hidupnya dalam sekejap, dan sama sekali tidak merasa bersalah.
"Apa yang kau lakukan?" geram Law kali ini. Kedua tangannya telah terkepal di sisi tubuhnya, berusaha keras untuk tidak meninju Luffy.
Luffy menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal dan memandang Law takut-takut, masih nyengir salah tingkah. Law mengangkat sebelah alisnya, menunggu penjelasan yang rasional. Tapi…
"Guk!"
Suara tidak familiar itu membuat mata hitam Law melebar.
"Guk!"
Dan sebelum Law sempat berkomentar apapun, seekor anjing siberian husky setinggi paha Luffy telah muncul entah dari mana, dan menggonggong riang ke arahnya. Anjing itu mengelus-eluskan kepalanya ke paha Luffy dan Luffy membungkuk penuh tawa untuk balas mengelus dagu anjing itu dengan tangannya.
"Apa itu?" suara Law telah bergetar saking marahnya.
Luffy memandang Law tak mengerti. "Ini anjing, kan?" Luffy balik bertanya.
Law kembali meng-glare Luffy. "Aku tahu itu anjing, sialan," bentaknya kesal. "Maksudku, apa yang hewan itu lakukan di rumahku?"
Luffy tertawa dan memeluk anjingnya dengan sayang. "Kurasa terlalu sepi kalau cuma kita berdua di apartemen sebesar ini, jadi aku dan Usopp memutuskan untuk membeli Sunny."
Law menyipitkan mata memandang anjing berukuran medium dengan bulu yang sangat tebal dan halus berwarna hitam dan putih itu, heran dengan pemilihan nama yang mungkin berasal dari Usopp. "Dia yang menjatuhkan buku-bukuku?"
Luffy nyengir minta maaf. "Aku tadi ingin menunjukkan Sunny padamu, tapi dia malah lari-lari dan waktu aku mengejarnya, aku menabrak rak bukumu. Hehehe."
"Guk!"
Urat di pelipis Law menegang.
"Ayo, Sunny! Beri salam pada Torao!"
Twitch. Urat di pelipis Law bertambah satu.
"Guk!"
Luffy mengabaikan Law. "Lihat ini, Torao. Matanya persis punyaku ya?"
Mau tidak mau, Law melirik mata anjing yang dipanggil Sunny itu dan menyetujui dalam hati. Mata hitamnya sama persis dengan milik Luffy, sama-sama bulat.
"Guk!" Sunny menggonggong lagi, menjilati pipi Luffy. Luffy tertawa geli.
"Ayo, Sunny, jangan ganggu si Tuan menyebalkan itu. Kita main di halaman saja ya," ajak Luffy, bangkit berdiri dan menarik ban leher Sunny, membawa anjing itu ke halaman. Dan entah karena dorongan apa, Law mengikuti Luffy. Ia berdiri bersandar di ambang pintu melihat Luffy yang sedang sibuk bermain lempar tangkap sambil tertawa-tawa.
Law mengernyit. Ia sama sekali tidak menyukai hewan, apalagi anjing, karena menurutnya binatang itu berisik. Tapi kenapa tadi ia tidak meminta Luffy menyingkirkan anjing itu? Karena dia tidak tega? Alasan konyol. Ini rumahnya, ia berhak melakukan apapun. Law menggeleng pelan. Yang penting anjing itu sudah aman bermain-main di luar dan dia bisa melanjutkan pekerjaannya menggubah lagu lagi dengan tenang.
Law membalikkan badannya dan masuk lagi ke dalam rumah. Begitu ia mencapai ruang tengah, ia membeku. Matanya membelalak menatap buku-buku yang masih berserakan di lantai. Ia menggertakkan giginya marah dan menggeram, "Si brengsek sialan…"
Dan akhirnya, Law menghabiskan sepanjang hari itu untuk membereskan ruang tengahnya. Partiturnya terlupakan.

After Kiss Goodbye (REMAKE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang