Aku pernah membaca buku karangan Ayu Utami yang bilang bahwa manusia memakai topeng untuk menyembunyikan dirinya sendiri. Semakin jauh topeng yang dia pakai dari kepribadiannya, maka semakin rapuh topeng itu.
Aku menyadari bahwa aku memakai topeng, cukup kuat hingga tidak satupun yang mampu menyadari atau mampu memukulnya sampai hancur. Laksamana, Kaisar, dan Rah mungkin memakai topeng. Seberapa kuat topeng-topeng yang kami pakai, hanya bisa dibuktikan dengan menghancurkan topeng satu sama lain.
Hal yang aku tahu pasti adalah topeng milik Laksamana sudah retak.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seminggu berlalu sejak terakhir kali bertemu Laksamana dan makan di taman bermain sebuah TK. Seminggu ini, Lude's Cave sungguh sunyi dan terlihat jauh lebih tua dari biasanya. Tidak ada satu orangpun di sini selain aku.
Laksamana berhenti datang, demikian juga Rah. Aku tidak mengeluh soal Kaisar, karena sudah lama sejak dia terakhir kali berkunjung ke sini. Aku keluar pintu kafe beberapa kali sehari untuk mencari tanda-tanda ketiga orang itu di ujung-ujung jalan.
Tidak ada siapapun. Ujung jalan selalu kosong.
Aku selalu bangun tidur pukul 4 dan menunggu Rah kembali muncul di kamar sambil memasang wajah marah. Lagi-lagi yang kudapat hanyalah ruang hampa yang kuhuni sendiri, tanpa Rah di dalamnya.
Sesekali, kalau aku sedang punya waktu, aku berpikir bahwa aku sedang berilusi tentang mereka. Mungkin saja Kaisar, Rah, dan Laksamana tidak pernah ada. Mungkin saja mereka hanya khayalanku.
Hanya saja, aku sudah tinggal di Lude's Cave. Dan Lude's Cave bukan sebuah ilusi sama sekali. Jadi, bisa disimpulkan bahwa Rah, Laksamana dan Kaisar juga bukan sebuah ilusi.
Aku keluar kafe untuk yang kelima kalinya hari ini dan jalanan tetap tidak memunculkan tiga-tiganya orang kota yang aku kenal. Aku menghela napas dan kembali menaiki undakan tangga, memasuki kafe untuk membalik kertas penanda menjadi closed.
Tapi saat aku baru mau membalik, sebuah mata yang terlihat mengantuk menatapku dari kaca buram di pintu. Aku mundur selangkah, karena terlalu terkejut. Kemudian, dengan cepat membuka pintu begitu menyadari siapa pemilik mata itu.
Kaisar.
"Halo," sapanya lambat begitu pintu terbuka. "Kenapa mau ditutup baru jam 1? Ada perlu ke suatu tempat?"
"Mau tidur siang," jawabku.
Kaisar mengangguk-angguk tanpa berkomentar. Seolah apa yang kulakukan itu wajar sebagai pegawai kafe pada umumnya. Dia menyuruhku bergeser dengan isyarat tangan dan membalik sendiri tulisan. Closed.
"Silahkan tidur siang dengan nyenyak. Saya mau duduk di sini."
Aku mengangguk kaku. Dia ikut mengangguk tanpa membalas pandangan mataku lalu berjalan menuju rak camilan. Dia mengambil stoples keripik tempe dan membawanya ke meja di tengah ruangan. Meja yang sama dengan meja di mana dia duduk untuk menerimaku bekerja. Meja yang sama dengan pilihan Laksamana.